Gerakkan Massa ke MK, Abdullah Hehamahua Mengaku Tak Dukung Salah Satu Paslon
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua menjadi koordinator aksi massa mengawal sidang perdana gugatan Pilpres atau PHPU di Gedung MK.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menjadi koordinator aksi massa mengawal sidang perdana gugatan Pilpres atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, aksi ini merupakan aksi damai sebagai bentuk dukungan moral kepada MK demi menguak sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2019 lalu.
"MK tidak perlu takut, mereka independen, mereka berani memgambil keputusan demi kemanusiaan, demi keadilan, demi kedaukatan NKRI sesuai fakta yang ada," ucapnya, Jumat (14/6/2019).
Pria yang juga pernah menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ini juga mengaku tidak mendukung salah satu pasangan calon (paslon) Presiden.
"Kami turun ke jalan bukan untuk mendukung pasangan calon siapapun, melainkan mengawal agar MK sebagai lembaga hukum dapat menjalankan tupoksinya secara profesional," ujarnya.

Ia pun berharap, MK dapat bersikap adil dalam menentukan gugatan atas hasil pemilihan Presiden yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kami harap MK bersikap adil, berdasarkan data-data yang ada. Jadi kalau ada kecurangan dan manipulasi ya harus diselesaikan," kata Abdullah.
Bahkan, ia menyebut, dalam demokrasi hakim merupakan wakil Tuhan di dunia yang dilantik menggunakan ayat-ayat Alquran.
"Kami ingin ketuk hati Ketua MK yang menggunakan ayat-ayat Alquran saat pelantikan supaya dilaksanakan," ucapnya.
"Kalau tidak, murka Allah bagi orang yang mengatakan tapi tidak melaksanakan," tambahnya.
Beri Dukungan ke MK
Mantan Penasihan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebut, saat ini Indonesia darurat penegakan hukum.
Pasalnya, penegakan hukum di Indonesia saat ini terkesan tebang pilih dan berat sebelah.
"Indonesia dalam keadaan bahaya sekali, misal darurat korupsi, darurat narkoba, dan di Indonesia penegakan hukum yang paling parah," ucapnya, Jumat (14/6/2019).
Ia mencontohkan, untuk kasus teror, seperti bom, pihak kepolisian akan dengan sangat mudah segara menangkap pelaku.
Sedangkan, sampai saat ini pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan belum juga terungkap.
"Kalau ada Bom molotov pagi, sore ditangkap pelakunya. Tapi (kasus) Novel Baswedan sudah dua tahun lebih tidak diketahui siapa tersangka," ujarnya.
Ia pun menyinggung dugaan kematian ratusan petugas KPPS yang meninggal dalam waktu relatif dekat.
Menurutnya, seharusnya pemerintah langsung melakukan otopsi untuk mengungkap penyebab kematian mereka.
"Ada ibu negara yang meninggal, semua televisi pagi, siang, sore, dan malam memberitakan. Sedangkan, 700 orang lebih KPPS meninggal dalam waktu relatif sama tidak ada pemberitaan berita duka dari kelapa negara," kata Abdullah.
"Bahkan, Menteri Kesehatan melarang untuk otopsi," tambahnya.
Untuk itulah, ia berinisiatif menjadi penggerak massa guna memberikan dukungan moral kepada Mahkamah Konstitusi (MK) demi penegakan hukum yang adil.
Mantan ketua umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ini pun menyebut hakim sebagai wakil Tuhan di dunia sehingga harus bersikap adil dalam mengambil keputusan sesuai fakta yang ada.
"Kami ingin ketuk hati Ketua MK yang menggunakan ayat Alquran saat pidato pelantikan supaya dilaksanakan," ucapnya.
"Bila tidak, murka Allah bagi orang yang mengatakan tapi tidak melaksanakan," tambahnya.
Klaim 2 Ribu Orang

Sejak pagi, massa dari berbagai elemen mulai berdatangan di sekitar kawasan patung kuda yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.
Mereka datang untuk mengawal sidang pertama gugatan Pilres 2019 atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Abdullah Hehamahua selaku koordinator aksi menyebut, hari ini akan ada sekira 2.000 orang yang hadir untuk menggelar aksi di kawasan patung kuda.
"Mungkin 2.000 orang dari beberapa komponen, seperti GNPF, FPI, alumni 212, dan beberapa kelompok alumni mahasiswa," ucapnya, Jumat (14/6/2019).

Ia pun menyebut aksi ini telah mendapat izin dari pihak kepolisian sampai pukul 18.00 WIB sore nanti.
"Izin sampai pukul 18.00 WIB, tapi saya minta pukul 17.00 WIB massa sudah bubar," ujarnya.
• Tim Hukum BPN Persoalkan Status Maruf Amin di 2 Bank, Refly Harun Punya Pandangan Begini
• Kenakan Rompi dan Bawa Spanduk, Massa Mulai Berdatangan Menuju Gedung MK
Ditemui terpisah, Kasat Patwal Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP H. Gunawan mengatakan, aksi massa hanya boleh dilakukan di kawasan patung kuda.
Pasalnya, saat ini lokasi di sekitar Gedung MK sudah disterilkan selama sidang pertama PHPU berlangsung.
"Di sekiar sini (patung kuda)," kata Gunawan singkat.