Sutopo Purwo Nugroho Meninggal

Sutopo Purwo Nugroho Meninggal Dunia Minggu 7 Juli 2019, Tagar RIP Sutopo Jadi Trending 1 di Twitter

Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia, ucapan bela sungkawa trending di Twitter!

Penulis: Siti Nawiroh | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Instagram @sutopopurwo
Sutopo Purwo 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Siti Nawiroh

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kabar duka datang dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7/2019), pukul 02.20 waktu setempat atau 01.20 WIB.

Informasi duka tersebut beredar melalui pesan singkat WhatsApp.

Direktorat PRB BNPB juga menulis cuitan di twitter yang mengumumkan meninggalnya Sutopo Purwo Nugroho.

Telah meninggal dunia Bapak @Sutopo_PN , Minggu, 07 July 2019, sekitar pukul 02.00 waktu Guangzhou/pukul 01.00 WIB. Mohon doanya untuk beliau. — Direktorat PRB BNPB (Disaster Risk Reduction) (@PRB_BNPB)

Kabar duka itu segera disusul oleh cuitan berikutnya dari akun yang sama, semakin menegaskan kabar bahwa salah satu sosok penting dalam penanggulangan kebencanaan itu telah meninggal.

#SelamatJalanPakSutopo Terima kasih banyak untuk dedikasinya dalam mengabarkan kejadian bencana dan edukasi kebencanaan untuk masyarakat agar #SiapUntukSelamat — Direktorat PRB BNPB (Disaster Risk Reduction) (@PRB_BNPB)

Trending di Twitter
Kabar meninggalnya Sutopo Purwo Nugroho langsung jadi trending di Twitter.

Bahkan tagar RIP Sutopo menjadi populer nomer 1 di Indonesia.

#ripsutopo trending di Twitter.
#ripsutopo trending 1 di Twitter. (Twitter.com)

Sosok Sutopo Purwo Nugroho yang terkenal baik dan mempunyai loyalitas tinggi pada pekerjaan banyak mengundang pujian dari warganet.

Ucapan bela sungkawa ini pun ramai di Twitter sampai jadi trending 1.

Tak serta merta ucapan, banyak warganet yang turut memberikan sejumlah foto seraya mengucapkan bela sungkawa.

Sebelumnya diketahui, Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia karena penyakit kanker paru-paru stadium 4.

Ia telah dinyatakan sakit sejak tahun 2018.

Namun meskipun dalam keadaan sakit, Sutopo Purwo Nugroho tetap menunjukan loyalitasnya sebagai Humas BNPB.

Ia tak pernah ketinggalan membagikan informasi seputar bencana alam.

Pada pertengahan Juni 2019 lalu, Sutopo Purwo Nugroho berangkat ke Guangzho China untuk melakukan pengobatan.

Ia mengucapkan pamit dengan menggugah videonya di bandara.

"Hari ini saya ke Guangzho untuk berobat dari kanker paru yang telah menyebar di bsnyak tulang dan organ tubuh lali. Kondisinya sangat menyakitkan sekali.

Saya mohon doa restu kepada kepada semua netizen dan lainnyanny. Jika ada kesalahan mohon dimaafkan. Sekaligus saya dimaafkan atas kesalahan dan dosa,.

Saya di Guangzho selama 1 bulan. Maaf jik tidak bisa menyampaikan info bencana dengan cepat. Mohon maaf ya" tulis di caption.

Namun siapa sangka, postingan tersebut adalah unggahan terakhirnya.

Kini, Sutopo Purwo Nugroho telah tiada dan meninggalkan banyak kenangan untuk orang sekitarnya.

Vonis kanker paru-paru

Menilik ke belakang, Sutopo meninggal dunia dikarenakan penyakit kanker paru-paru yang dideritanya.

Dia divonis mengidap kanker paru-paru pada 17 Januari 2018.

Dalam wawancara dengan Kompas.com, Sutopo sempat mengaku hatinya hancus ketika dokter memvonisnya mengidap kanker paru-paru stadium 4B.

Ia terkejut bukan main. Sutopo bukan perokok dan bergaya hidup sehat, tapi kanker paru tiba-tiba hinggap di tubuhnya.

Sutopo mengaku memang kerap batuk tetapi batuknya sembuh hanya dengan mengonsumsi obat pasaran.

Namun, lama-kelamaan ia batuk dengan durasi sembuh yang cukup lama.

Akhir 2017, Sutopo sempat memeriksa kesehatan di dokter spesialis jantung.

Ia dinyatakan sehat dan terbebas dari penyakit.

Hanya saja, kata dokter itu, asam lambungnya tinggi. Ia diberi obat asam lambung dan kemudian batuknya mereda.

Dekat dengan media

Lepas dari soal vonis kanker yang menghinggapi Sutopo, pria kelahiran Boyolali, 7 Oktober 1969 itu dikenal dekat dengan wartawan.

Dia tak pernah membeda-bedakan wartawan, dari media mana pun dia akan ladeni wawancara meski hari sudah larut.

Di kala bencana datang tiba-tiba di tengah dia pun dengan sigap menyebar informasi yang lengkap kepada wartawan lewat grup WhatsApp media yang dibentuknya.

Bahkan, pernah pula di saat kondisinya kian memburuk, Sutopo tetap nekat menggelar jumpa pers.

Padahal, beberapa jam sebelumnya, Sutopo harus dipasang infus di rumah sakit.

Dalam kenangan Kompas.com, suatu ketika Sutopo menemani bosnya, Kepala BNPB Syamsul Maarif di sekitar tahun 2015 melakukan rapat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Sutopo tak ikut masuk ke dalam ruang rapat yang berada di gedung Kantor Presiden.

Dia setia menunggu bosnya itu sambil bercengkrama dengan wartawan. Meski cerita demi cerita mengalir dari Pak Topo, demikian dia dipanggil, tangannya terlihat sangat cekatan mengetik di ponselnya.

"Bapak bikin rilis dari situ?" tanya Kompas.com sekitar tahun 2015 itu.

"Iya, saya belajar banyak dari wartawan bagaimana harus mengetik cepat. Jadi saya ini kerjanya mirip-mirip wartawanlah, ada informasi apa langsung ketik, harus cepat," tutur Sutopo.

"Enggak pusing Pak ngetik di HP?" tanya Kompas.com lagi.

"Ini yang paling praktis. Kalau sudah selesai bisa langsung disebarkan di grup-grup WhatsApp. Cuma saya masih ada PR, karena yang kayak begini di kantor cuma saya, harusnya staf-staf saya juga belajar dari wartawan," ujar dia.

Memang benar, Sutopo lalu menunjukkan ponselnya. Di situ dia sedang mengetik sebuah informasi penanganan bencana di sebuah wilayah. Dia menghimpun informasi-informasi yang didapatnya dari lapangan melalui BPBD di berbagai daerah.

Di saat wartawan mewawancarai Kepala BNPB usai rapat, Sutopo juga tak lepas dari ponselnya. Dia terkadang mencatat pokok-pokok penting yang disampaikan atasannya itu.

Sosoknya pun semakin dicintai wartawan lantaran Sutopo tak hanya sekadar memberikan informasi terkait bencana yang berlangsung. Namun, dia juga tak segan membagikan ilmu bumi yang dikuasainya kepada wartawan agar memahami konteks bencana yang terjadi.

Tak mengherankan, Sutopo mengambil studi S1 jurusan Geografi Universitas Gadjah Mada.

Dia kemudian melanjutkan studi masternya denan mengambil program studi Pengelolaan DAS di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Dia lalu mendapatkan gelar doktor setelah mengambil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB.

Kini pejuang yang begitu penting dan sangat membantu media di setiap peristiwa bencana itu sudah pergi. Terima kasih dan selamat jalan, Pak Topo! 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved