Aksi 22 Mei

Sidang Praperadilan Kivlan Zen Ditunda Sampai 22 Juli 2019

Sidang praperadilan kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan tersangka Kivlan Zen ditunda.

TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Suasana sidang praperadilan kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan terdakwa Kivlan Zen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Sidang praperadilan kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan tersangka Kivlan Zen ditunda.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim, Achmad Guntur, pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ampera Raya, Pasar Minggu, Senin (8/7/2019).

Penundaan itu disebabkan karena pihak termohon, dalam hal ini Polda Metro Jaya, tidak hadir dalam persidangan.

"Sidang selanjutnya digelar tanggal 22 Juli 2019," kata Hakim Guntur, yang sekaligus menutup persidangan.

Ditundanya sidang sempat membuat kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta Singarimbun melakukan protes.

Tonin menilai waktu penundaan tersebut terlalu lama. Ia pun meminta Hakim untuk menggelar sidang pada Jumat (12/7/2019). Meski begitu, Hakim Guntur tetap pada keputusannya.

"Jumat ini saya ada perkara lain yang harus disidangkan, perkara nomor 69," jelas Guntur.

Sementara itu, Kivlan sendiri juga tidak datang di sidang praperadilannya. Ia hanya diwakili kuasa hukumnya.

"Jadi Pak Kivlan saya wakilkan, kemudian ada istri dan adik sepupu beliau," ujar Tonin.

Kuasa Hukum Kivlan Sebut Polisi Sewenang-wenang

Sidang praperadilan kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal atas tersangka Kivlan Zen tak kunjung dimulai.

Mulanya, sidang dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019) pukul 09.00.

Namun, hingga pukul 11.00, sidang praperadilan belum juga dimulai.

Kivlan pun belum terlihat di pengadilan, meski sebelumnya ia dijadwalkan hadir.

Kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta Singarimbun, mengatakan pihaknya telah mengirim surat permohononan ke Polda Metro Jaya agar kliennya bisa mengikuti sidang praperadilan hari ini.

Ia menjelaskan, surat itu ditujukan kepada Direskrimum, Wadireskrimum, Kasubdit 4, Kanit 2, dan penyidik.

"Nah, sekarang terserah mereka mau antar atau tidak. Kalau tidak diantar berarti telah terjadi dua kali perbuatan sewenang-wenang karena Pak Kivlan dipanggil secara layak ke pengadilan tanggal 27 Juni 2019," kata Tonin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Artinya, sambung dia, siapa pun yang dipanggil ke pengadilan wajib hadir. Sebaliknya, jika tidak hadir, ia menyebut kliennya akan mendapat hukuman.

"Kasihan Pak Kivlan dihukum karena tidak hadir," tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bakal berunding dengan pengadilan terkait sidang praperadilan hari ini.

"Kalau sidangnya bisa dibuat jam 15.00, kami akan ke Polda untuk mengurus. Tapi kalau pengadilan memutuskan di bawah jam 12.00, maka kita akan bersidang tanpa Pak Kivlan dengan surat kuasa kami hari ini," ujar Tonin.

PN Jakarta Selatan Gelar Praperadilan Kivlan Zen

Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api, Kivlan Zen akan menghadiri sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu.

Kivlan Zen dijadwalkan bakal hadir pukul 09.00 WIB pada Senin (8/7/2019).

Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI (Purn) tersebut sebelumnya pernah mencabut gugatan praperadilan pada (4/7/2019) silam.

Namun, gugatan tersebut dibatalkan lagi pencabutannya.

"Untuk alasan pencabutannya bisa langsung tanyakan kepada beliau. Karena rencananya beliau mau hadir langsung. Dan telah diusahakan minta bantuan penyidik untuk menghadirkan beliau di persidangan," ujar kuasa hukum tersangka, Yuntri saat dikonfirmasi pada Minggu (7/7/2019).

Menurut Yuntri, Kivlan Zen mengatakan akan hadir untuk menyatakan sendiri pembatalan pencabutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara tim kuasa hukum turut hadir sebagai pendamping Kivlan Zen.

Sebelumnya, nama Mayjen Purnawirawan TNI, Kivlan Zen mencuat setelah disebut-sebut oleh para tersangka penyelundupan senjata.

Tak semata menyelundupkan senjata, namun ia juga diduga sebagai pemberi pemerintah kepada empat tersangka untuk menghabisi nyawa empat pejabat negara dan satu pemimpin lembaga survei.

Sederet Peran Kivlan Zen Soal Eksekusi 4 Tokoh Nasional

Perlahan terungkap peran dan hubungan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen dengan tersangka kepemilikan senjata api ilegal untuk aksi 22 Mei.

Bahkan, Mabes Polri memiliki banyak foto pertemuan Kivlan Zen dengan para tersangka di sejumlah tempat untuk merumuskan eksekusi tokoh nasional.

Empat tokoh nasional target pembunuhan, yaitu Menko Polhukam Wiranto, Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen Gories Mere, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Menko Kematiriman Luhut Binsar Panjaitan.

Sementara satu pemimpin lembaga survei yang juga menjadi target. Dialah Yunarto Wijaya, Direktur Esekutif Charta Politika.

Polisi pun membeberkan peran-peran Kivlan Zen dan hubungannya dengan Helmi Kurniawan alias Iwan dan eksekutor lain seperti Tajudin, Azwarmi, dan Irfansyah.

"Pertama tersangka KZ berperan memberikan perintah kepada tersangka HK alias I dan tersangka AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan," ujar Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).

Dalam siaran Kompas TV yang menyiarkan langsung konferensi tersebut, peran Kivlan Zen berikutnya adalah memberikan uang Rp 150 juta kepada tersanga Iwan untuk membeli beberapa pucuk senjata api.

Setelah Iwan berhasil membeli empat pucuk senjata api, Kivlan Zen masih menyuruhnya untuk mencari satu senpi panjang lainnya karena yang sudah dibeli belum memenuhi standar yang diinginkan.

"Kemudian memberikan TO, target-target yang tadi, yang akan dieksekusi atau dibunuh, yaitu empat orang tokoh nasional dan satu orang pimpinan lembaga survei," sambung Ade.

Tak cukup di situ, Kivlan Zen pun memberikan uang Rp 5 juta kepada tersangka Irfansyah untuk mengintai Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya.

Ponsel sebagai media komunikasi Kivlan Zen dengan para eksekutor pun sudah disita polisi.

Turut hadir dalam konferensi pers Kepala Divisi Humas Polri Irjen M Iqbal, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjend Sisriadi, dan beberapa pejabat Polri.

Salah satu rekaman yang diputar adalah pengakuan tersangka Iwan. Ia mengakui bersama Tajudin alias Udin bertemu Kivlan Zen di Kelapa Gading.

Kivlan Zen memberikan uang Rp 150 juta kepada Iwan untuk membeli dua senjata laras pendek dan dua laras panjang.

Iwan sangat menghormati Kivlan Zen sebagai mantan atasan dan seniornya.

"Saya diamankan polisi pada tanggal 21 Mei terkait ujaran kebencian dan kepemilikan senjata api dan ada kaitannya dengan senior saya, jenderal yang saya hormati dan saya banggakan yaitu bapak Mayor Jenderal Kivlan Zen," aku Iwan.

Pertemuan Iwan dan Udin dengan Kivlan Zen berlangsung Maret di Kelapa Gading. 

Dalam pengakuannya, Iwan menyebut Azwarmi atau Armi adalah ajudan dan orang dekat Kivlan Zen

Armi ini yang memegang senjata Mayer dan ladies gun.

"Mayer saya percayakan ke saudara Armi adalah sebagai pengawal, ajudan dan sekaligus drivernya bapak Mayjen," ungkap Iwan.

Sementara Tajudin mendapat instruksi dari Iwan untuk membunuh empat tokoh nasional di atas dan mendapat uang total Rp 55 juta untuk mengeksekusi target.

Polisi sudah menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka dan menahannya dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal. Ia ditahan di rumah tahanan Guntur, Jakarta.

Parkiran Masjid Pondok Indah

Rencana pembahasan eksekusi tokoh nasional yang disampaikan Kivlan Zen kepada Iwan dan Tajudin tak hanya berlangsung di Kelapa Gading.

Namun, ada juga tempat lain di mana Kivlan Zen bertemu dengan tersangka Iwan, Irfansyah dan tersangka Yusuf yang kini masuk daftar pencarian orang.

Polisi pun membeberkan beberapa gambar pertemuan Kivlan Zen dengan tersangka lain. 

"Tersangka I, tersangka Y, tersangka AZ dan tersangka KZ itu bertemu di parkiran Masjid Pondok Indah," ungkap polisi.

"Di sinilah tersangka KZ memerintahkan tersangka I dan Y untuk mengintai dan melakukan observasi terhadap target direktur lembaga survei tadi," ungkap Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam. 

Menurut hasil penyidikan polisi, Kivlan Zen menunjukkan foto target Yunarto Wijaya kepada para tersangka lain. 

"Kemudian tersangka KZ memberikan uang sebesar Rp 5 juta untuk operasional (kepada Irfansyah, red)," sambung dia.

Sementara gambar lain yang menjadi petunjuk polisi adalah tersangka Irfansyah dan Yusuf sudah dua kali mensurvei, memfoto dan memvideokan kantor lembaga survei Charta Politika.

"Sudah survei dua kali dan foto-foto dan video-video survei sudah dilaporkan ke tersangka KZ. Itu di Jalan Cisanggiri, kantor lembaga survei menggunakan mobil," beber dia.

Pengakuan Irfansyah

Irfansyah mengaku mendapat perintah dari Mayjen (Purn) Kivlan Zen untuk membunuh Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.

Pengakuan Irfansyah disampaikan lewat rekaman video yang diputar Polri dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Tersangka Irfansyah
Tersangka Irfansyah (Tangkap layar KompasTV)

Irfansyah menjelaskan, pada 19 April 2019, dirinya ditelepon Armi untuk bertemu dengan Kivlan Zen di Masjid Pondok Indah, Jakarta.

Saat itu, Irfansyah tengah berada di pos sekuriti Peruri bersama temannya, Yusuf seperti dilansir Kompas.com dalam artikel: Ini Pengakuan Irfansyah, Diperintah Kivlan Zen Bunuh Yunarto Wijaya.

Keesokan harinya, dengan mengajak Yusuf, Irfansyah kemudian menuju Masjid Pondok Indah dengan menggunakan mobil Yusuf.

Setelah menunggu di lapangan Masjid Pondok Indah, Kivlan kemudian datang menggunakan mobil yang dikemudikan sopirnya, Eka.

Saat itu, kata dia, Kivlan Zen sempat salat terlebih dulu. Setelah itu, Irfansyah dipanggil Armi agar masuk ke dalam mobil Kivlan.

Di dalam mobil, kata dia, sudah ada Kivlan Zen sendirian.

Irfansyah mengatakan, Kivlan Zen saat itu mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Yunarto dan memberi tahu alamat Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta.

Alamat tersebut adalah kantor Charta Politika Indonesia.

"Pak Kivlan berkata kepada saya, 'coba kamu cek alamat ini. Nanti kamu foto dan videokan'. 'Siap', saya bilang," cerita Irfansyah.

Menurut Irfansyah, Kivlan Zen mengaku akan memberikan uang Rp 5 juta untuk operasional.

"Beliau berkata kalau ada yang bisa eksekusi saya jamin anak dan istrinya serta liburan kemana pun," kata dia.

Kivlan Zen kemudian menyuruh Irfansyah turun dari mobil dan memerintahkan Eka untuk mengambil uang Rp 5 juta untuk Irfansyah.

Setelan menerima uang, Irfansyah kemudian pulang bersama Yusuf.

Survei lokasi keesokan hari pukul 12.00 WIB, Irfansyah mengaku bersama Yusuf mendatangi alamat yang diberikan Kivlan.

Dengan menggunakan ponsel Yusuf, mereka merekam suasana kantor dan memfoto.

"Foto dan video dikirim ke HP saya, saya kirim ke Armi. Armi jawab 'oke mantap'," ujar Irfansyah.

Irfansyah dan Yusuf kembali mensurvei kedua kali pada keesokan harinya pukul 12.00 WIB.

Mereka kembali merekam suasana kantor tersebut dan mengirim gambar serta video ke Armi.

"Tapi Armi tidak pernah menjawab lagi," ujarnya.

Setelah itu, keduanya kembali ke pos sekuriti. Mereka menyangka bahwa tugas sudah selesai.

"Sisa uang operasi kami bagi-bagi," ujarnya. Pada 19 Mei 2019, Irfansyah kemudian ditangkap polisi. (TribunJakarta.com/Kompas.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved