KH Maimun Zubair Wafat
Mengenang Mbah Moen, Sosok Kiai dari Rembang Belajar ke Makkah
Ayahnya merupakan seorang alim dan faqih, murid dari Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pada usia 21 tahun, Maimun Zubair meninggalkan kampung halamannya di Rembang, Jawa Tengah, menuju ke Mekkah, Arab Saudi.
Dikutip dari nu.or.id, di Tanah Suci, Mbah Moen belajar mengaji. Ia berada di bawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Mbah Moen adalah putra ulama Kiai Zubair. Ayahnya merupakan seorang alim dan faqih, murid dari Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Selain di Tanah Suci, Mbah Maimun juga belajar mengaji di sejumlah pesantren di Tanah Jawa, di antaranya Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim.
Saat berguru di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Mbah Maimun merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di Tanah Hijaz.
Selain itu, Mbah Maimun juga mengaji ke beberapa ulama di Jawa.
Para ulama itu di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), dan Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban).
Hingga akhirnya Mbah Moen dikenal sebagai seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak).
Ia kerap menjadi rujukan ulama Indonesia dalam bidang fiqh karena menguasai secara mendalam ilmu fiqh dan ushul fiqh.
Kitab-kitab yang pernah ditulisnya, seperti berjudul "Al-Ulama Al-Mujaddidun" menjadi rujukan para santri.
Pada 1965, Mbah Moen mulai mengembangkan Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Pesantren ini menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif. Kini, Mbah Moen, kelahiran 28 Oktober 1928, telah berpulang. Ia meninggal dunia saat tengah menjalankan ibadah haji.
Rencananya, jenazah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu akan dishalatkan di Masjidil Haram.
Setelah itu, jenazah Mbah Maimun Zubair akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Ma'la, salah satu tempat pemakaman tertua di kota Mekkah.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Selamat jalan, Mbah Moen...
Mbah Moen Tak Ada Gejala Sakit
Ajudan almarhum KH Maimoen Zubaer, Hayatul Makki atau yang biasa dipanggil Gus Hayat menjelaskan Mbah Moen berangkat haji ke Makkah hanya bertiga bersama dengan istri Mbah Moen, Nyai Heni Maryam dan Gus Hayat.
“Kami sudah enam hari berada di Makkah di Hotel Daar Al Iman Safwah. Sejak kemarin pindah ke hotel transit yang dekat dengan Mina karena mendekati waktu Armuzna,” kata Gus Hayat di tempat pemandian jenazah Al Khairiyah, Makkah, Selasa (6/8/2019).
Gus Hayat menambahkan selama enam hari berada di Makkah, Mbah Moen selalu salat di Masjidil Haram.
Kegiatan lainnya, beliau mengisi ceramah ke hotel-hotel jemaah haji Indonesia.
Mbah Moen meninggal dunia dalam usia 90 tahun.
Pengasuh Pesantren Al Anwar, Rembang, Jawa Tengah ini meninggal dunia di Rumah Sakit An Nur Makkah pukul 04.00 pagi waktu Arab Saudi.
“Hingga saat ini kami dari keluarga Mbah Moen belum sempat mengkonfirmasi sebab meninggalnya beliau. Yang jelas beliau selama di Makkah sehat-sehat saja dan makannya juga lancar,” ujar Gus Hayat.
Gus Hayat sendiri adalah ajudan Mbah Moen yang menemani Mbah Moen sejak berangkat dari tanah air.
Beliau yang mendorong kursi roda Mbah Moen selama perjalanan di Makkah.
Saat ini jenazah Mbah Moen baru saja selesai dimandikan dan akan disemayamkan di Kantor Urusan Haji Indonesia atau Daker Makkah.
Rencananya jenazah akan disalatkan di Masjidil Haram saat salat dhuhur.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa Mbah Moen? Dari Rembang Belajar ke Mekkah hingga Berpulang di Tanah Suci..." & Tribunnews.com dengan judul "Mbah Moen Tak Ada Gejala Sakit Sebelum Berangkat Haji ke Tanah Suci"