Kisah Faisol Yusuf, Penjaga Lapangan Banteng dan Jual Kerak Telor hingga Berangkat ke Maroko
"Dua anak di bangku kuliah, sedangkan anak saya satu lagi masih SD. Padahal awalnya saya hanya ngemper di Lapangan Banteng," ujarnya.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Aji
Kehidupan di Terminal kala itu terbilang keras.
Karena kenekatan dan keberaniannya, Faisol disegani oleh sebagian besar orang di sana. Banyak yang mengenal Faisol.
"Saya dulu memang terkenal preman di sana. Dulu memang suka berantem. Tapi sesuai aturan. Saya membantu kaum-kaum yang seperti saya ini juga," ujarnya.
Ia mengaku membela kaumnya yaitu para pedagang yang terpinggirkan maupun orang yang kesulitan secara ekonomi.
Faisol tak segan-segan memberikan modal secara cuma-cuma kepada para pedagang untuk mengembangkan usahanya.
Misalnya, ia memberikan modal kepada pedagang kerak telor maupun bengkel.
"Saya ngasih modal ke mereka ikhlas. Saya memang banyak menolong mereka. Akhirnya banyak yang kenal dan mau bantu saya," tambahnya.
Jual Kerak Telor Sampai Maroko
Sekitar tahun 90-an, Faisol bersama anaknya, Fanny Syamsuri kemudian membangun usaha kerak telor di Lapangan Banteng.
Dari usahanya ini, ia bisa menghidupi ketiga anaknya.
"Dua anak di bangku kuliah, sedangkan anak saya satu lagi masih SD. Padahal awalnya saya hanya ngemper di Lapangan Banteng," ujarnya.
Usaha kerak telornya pun ia beri nama Kerak Telor Lapangan Banteng.
"Karena dari saya datang ke Jakarta, saya tinggal di Lapangan Banteng," ujarnya.
Seiring dengan terkenalnya kerak telornya, Pemerintah DKI sempat mengajaknya ke Maroko.
Undangan itu dalam rangka memperkenalkan kuliner nusantara ke kancah Internasional.