Sosok Cornelis Chastelein di Balik Lahirnya 12 Marga dan 'Suku Depok'
Di kediamannya, Dolf Jonathans (87) membeberkan sosok Cornelis Chastelein tatkala bercerita tentang sejarah Depok, kota di ujung selatan Jakarta itu.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN MAS - Di kediamannya, Dolf Jonathans (87) membeberkan sosok Cornelis Chastelein tatkala bercerita tentang sejarah Depok, kota di ujung selatan Jakarta itu.
Meski telah menua, terlihat dari rambutnya yang memutih, namun ingatan pria dengan nama lengkap Jozua Dolf Jonathans itu masih kuat.
Ia menceritakan jelas setiap alur mengenai keturunannya yang dipekerjakan oleh sang empunya Depok kala itu, Tuan Cornelis Chastelein.
Dolf merupakan generasi ketiga dari salah satu 12 marga budak belian yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Depok
Dua belas marga itu, Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh merupakan pewaris dari tanah yang dimiliki oleh tuan tanah Cornelis Chastelein.
Dalam buku berjudul Sejarah Depok 1950-1990, karya Tri Wahyuning M. Irsyam, Chastelein yang merupakan pegawai VOC itu membeli tanah di Depok pada 18 Mei 1696.
Namun, ia baru memberikan perhatian kepada tanah yang dibelinya beberapa tahun kemudian pada tahun 1707.
Saat pindah ke Depok dari Batavia, Chastelein mengikutsertakan budaknya sekira 200 orang dari berbagai daerah di Indonesia.
Para budak itu, sebagian besar dari Bali, Sulawesi dan Timor. Mereka adalah para pekerja yang dipekerjakan di tanah milik Chastelein di Noordwijk dan Tugu.
Dolf mengatakan bahwa keturunan dari keluarganya pun berasal dari Bali.
"Saya dari Bali. Sebab ada perjanjian, Chastelein tidak mengambil budak dari Jawa, tapi dari suku lain," ungkapnya.
Bahkan, menurut dugaannya, ada budak yang keturunan dari India.
Bisa dilihat dari fisik keturunan Tholense dan Soedira yang hidup saat ini.
Cornelis Chastelein dengan Anak-anak Pribuminya

Tri Wahyuning menjelaskan Chastelein memperlakukan para pekerjanya tak hanya sebatas majikan dan bawahan.
Lebih dari itu, Chastelein menganggap para budak itu seperti antara bapak dengan anak-anaknya.
Sistem ini mensyaratkan para budak untuk tinggal di tanah majikannya.
Sementara dia, bertugas sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan makan dan minum budak itu.
Chastelein juga dikenal sebagai sosok yang religius.
Bahkan, ia mendasarkan nilai-nilai agama Kristen Protestan yang dianutnya itu.
Menjelang akhir hidupnya, ada dua prinsip utama yang menjadi rencana Chastelein.
Pertama, memberikan perubahan status dari budak menjadi orang bebas yang menjadi pemeluk agama Kristen.
Kedua, memberikan bekal sebagai modal hidup mereka dikemudian hari seperti tanahnya di Depok.
Dolf menambahkan, bukti kuat adanya penyebaran ajaran Kristen Protestan bisa dilihat dari gereja tertua di Depok yang masih berdiri kokoh hingga kini.
"Dia memang sosok yang religius. Dia sekalian Zending (penyebaran agama) di sana," tambahnya.
Sepeninggal dari Chastelein, 12 marga itu memperjuangkan hak waris tanahnya lantaran secara hukum saat itu, dinyatakan sah.
Suku Depok

Bergulirnya zaman yang merentang jauh dari zaman Chastelein membuat generasi 12 marga itu terus beranak pinak.
Warga keturunan 12 marga itu kini sebagian besar mengurus Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) di Depok.
Namun, warga yang telah pindah agama dari Kristen Protestan tak sedikit yang berpindah tempat tinggal tak lagi di Depok.
• Polsek Kalideres Amankan 3 Kilogram Sabu dalam Kemasan Abon
• Latihan Perdana Bersama Persib Bandung, Nick Kuipers Langsung Ungkapkan Ini
• Sedang Berlangsung Link Live Streaming dan Live Score Perserang Serang Vs Sriwijaya FC Liga 1 2019
• Anggota DPRD DKI Jakarta yang Menolak Pin Emas Harus Buat Surat Pernyataan
• Divonis Hukuman Mati: Pembunuh Ini Mengaku Geram Karena Korban Menyebutnya Berutang
Bagi Dolf, Depok memiliki suku tersendiri yang berbeda dari suku-suku lain.
"Dari Chastelein terciptalah Depok, bukan orang Jawa, Bali, dan Sunda. Karena semua suku itu menyatu jadi Depok," bebernya.
Kini, lanjut Dolf, banyak orang Depok yang sudah tak mengenal sejarah itu.
"Orang Depok sudah enggak kenal dengan sejarah itu. Padahal suku Depok diciptakan oleh Chastelein," tandasnya.