Sikap Ahok & Anies Soal PKL Dagang di Atas Trotor Dibandingkan, Staf Singgung Soal Hak Pejalan Kaki

Era Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, para PKL dan masyarakat yang berbelanja juga diberi akses seperti parkir dan tumpangan bus gratis.

Penulis: MuhammadZulfikar | Editor: Siti Nawiroh
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (kanan) berjabat tangan dengan Gubernur DKI Anies Baswedan (kiri) sebelum melakukan pertemuan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (20/4/2018). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ada perbedaan antara Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ketika menangani pedagang kaki lima (PKL) berjualan di atas trotoar.

"Misalnya dulu, pak Ahok pernah bikin yang di Cengkeh Kali Besar Kota Tua, jadi bisa dihidupkan kembali, kita, misalkan, bisa memasukan live music," kata anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP, Ima Mahdiah, Senin (2/9/2019).

Dia melanjutkan, era Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, para PKL dan masyarakat yang berbelanja juga diberi akses seperti parkir dan tumpangan bus gratis.

"PKL sendiri, misalnya, ada akses, kita bisa gratis parkir dan gratis bus, shuttle," ucap Ima yang menjadi staf pribadi Ahok selagi memimpin ibu kota. 

Sementara cara Anies Baswedan menangani PKL yang berjualan di atas trotoar, sambungnya, dinilai kurang adil lantaran ada hak pejalan kaki yang disabotase oleh PKL.

Sebagai pemimpin DKI Jakarta, kata Ima, Anies Baswedan semestinya memberi keadilan terhadap semua elemen masyarakat.

"Ibarat kata, sebagai kepala daerah atau bapak, kan harus adil pada semua anak-anak," ucapnya.

Sebaiknya, kata Ima, pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberi lahan berdagang bagi para PKL tersebut.

Sehingga, kata Ima, para PKL itu tak berjualan di atas trotoar dan menyabotase hak pejalan kaki.

"Khusunya harus dibuatkan tempat untuk mereka berdagang. Dan masyarakat juga mudah akses, tapi tak mengambil hak pejalan kaki di trotoar," beber Ima.

Terima banyak laporan

Ima Mahdiah menerima banyak laporan warga terkait maraknya PKL berjulan di atas trotoar saat Car Free Day (CFD), di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Ima, sapaannya, mengatakan trotoar bukanlah sarana PKL untuk berjualan.

"Itu banyak pengaduan melalui ponsel. Saya pribadi, trotoar tidak boleh dilakukan untuk jualan, ya, kita harus taati peraturan," kata Ima.

Kini, Ima telah mengumpulkan laporan warga terkait maraknya PKL saat acara CFD tersebut.

"Dan itu sudah saya kumpulkan, nanti saya sounding untuk ke pihak eksekutif," imbuh eks staf Basuki Tjahaja Purnama tersebut.

Jika PKL itu terbukti melanggar, lanjutnya, maka pihak eksekutif akan memperingati para PKL tersebut.

"Kalau sudah memang melanggar, misalkan, otomatis kami ingatkan. Kami sebagai DPRD, kan, punya hak," kata Ima.

Ima melanjutkan, warga yang melaporkan hal tersebut merupakan warga yang kerap bersepeda saat CFD di kawasan Jalan MH Thamrin.

"Masyarakat yang biasa mereka bersepedah. Jadi, saya punya nomor pengaduan yang khusus masyarakat, jadi tidak perlu datang ke tempat saya," tuturnya.

Ima Sindir Anies Baswedan

Sebagai pemimpin DKI Jakarta, kata Ima, Anies Baswedan semestinya memberi keadilan terhadap semua elemen masyarakat.

"Ibarat kata, sebagai kepala daerah atau bapak, kan harus adil pada semua anak-anak," ucapnya.

Sebaiknya, kata Ima, pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberi lahan berdagang bagi para PKL tersebut.

Sehingga, kata Ima, para PKL itu tak berjualan di atas trotoar dan menyabotase hak pejalan kaki.

"Khusunya harus dibuatkan tempat untuk mereka berdagang. Dan masyarakat juga mudah akses, tapi tak mengambil hak pejalan kaki di trotoar," beber Ima.

Gubernur DKI tak boleh tutup jalan untuk PKL

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan William Aditya Sarana, anggota DPRD terpilih periode 2019-2024 dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penutupan jalan untuk pedagang kaki lima (PKL).

Ia menyebut, gugatan ini ia layangkan lantaran menganggap isi dari Pasal 25 ayat 1 Perda No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum bertentangan dengan Pasal 127 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Dalam UU Lalin dan Angkutan Jalan ini, jalan bisa ditutup hanya untuk empat hal, yaitu kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, olahraga, dan kegiatan budaya. Jadi, (jalan) tidak bisa ditutup untuk berdagang," ucapnya, Kamis (15/8/2019).

Tak hanya itu, isi Pasal 25 ayat 1 Perda No 8 tahun 2007 yang berbunyi 'Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum lainnya sebagai tempat usaha pedagang kaki lima' ini sangat merugikan kepentingan umum.

Ini Sederat Dampak Positif Rajin Minum Air Hangat Setiap Pagi, Bisa Bantu Turunkan Berat Badan

Sinopsis Drama India Ishq Mein Marjawan Episode 44, Selasa 3 September 2019, Pukul 11.00 WIB di ANTV

Bisa Kurangi Risiko Kanker, Yuk Jalani 5 Kebiasaan Kecil ini di Pagi Hari

Detik-detik Pembantu Diterkam Anjing Majikan Hingga Tewas, Sempat Teriak Minta Tolong

Download Kumpulan MP3 Lagu Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart, Unduh di Sini

Pasalnya, ia mengatakan, selama ini Gubernur Anies Baswedan selalu berlindung di balik Pasal tersebut setiap kali melakukan penutupan jalan untuk PKL, seperti yang dilakukannya di kawasan Tanah Abang beberapa waktu lalu.

"Ini yang menjadi argumen saya dan logikanya diterima oleh MA. Selain itu, ini juga merugikan kepentingan umum yang lebih luas, yaitu hak pejalan kaki dan angkutan umum," ujarnya.

"Jadi dengan dicabutnya pasal ini gubernur enggak bisa lagi berlindung dibalik Pasal 25 ayat 1," tambahnya menjelasnya.

Dengan dicabutnya pasal tersebut, William pun berharap ini menjadi tolak balik bagi Satpol PP untuk lebih tegas menertibkan para PKL di atas trotoar.

"Seharusnya tidak ada PKL di jalan-jalan dan trotoar. Jadi, sebenarnya Satpol PP harus tegas menertibkan semua sampai bersih," kata William. (TribunJakarta.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved