Kebakaran Hutan

Bayi Berusia 3 Hari Meninggal Karena Kabut Asap Kebakaran Hutan di Riau, Dokter Beberkan Penyakitnya

Bayi berusia tiga hari meninggal dunia akibat kabut asap kebakaran hutan di Pekanbaru. Hal yang sama terjadi di Palembang. Dokter beri penjelasan.

Penulis: Suharno | Editor: Muhammad Zulfikar
Istimewa
Sejumlah keluarga melayat ke rumah bayi yang meninggal dunia diduga akibat terpapar kabut asap karhutla di Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/9/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kabar duka terjadi akibat kabut asap di Pekanbaru Riau akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah tersebut.

Bayi berusia tiga hari meninggal dunia di Kelurahan Kulim, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau, Rabu (18/9/2019).

Sebelum meninggal, bayi malang dari pasangan Evan Zebdrato dan Lismayani Zega mengalami sesak napas, batuk dan demam.

Orangtuanya ke Medan Bayi kemudian dibawa ke bidan untuk berobat.

Sepulang dari berobat ke bidan, bayi yang belum diberi nama itu kembali demam.

Evan mengatakan, badan anaknya panas tinggi dan bibir menghitam.

Dia dan istrinya sudah sangat cemas.

"Badannya panas sekali, bibirnya menghitam. Kami cemas sekali dan langsung dibawa ke rumah sakit," kata Evan sata diwanwacarai wartawan di rumahnya, Kamis (19/9/2019).

Persib Bandung Musim Lalu Jadi Juara Paruh Musim, Di Musim Ini Juga Cetak Rekor

Aksi Begal yang Incar Anak di Bawah Umur di Bekasi Berhasil Digagalkan Korbannya

Ruko Tanpa Pintu Belakang Memicu Timbulnya Korban Jiwa Saat Terjadinya Kebakaran

Lantaran cemas kondisi kesehatan anaknya memburuk, Evan membawa bayinya ke rumah sakit.

Namun, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Safira Pekanbaru, bayi malang itu meninggal dunia.

Bayi tetap dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa medis.

Hasil pemeriksaan, korban terkena virus diduga karena asap.

Sejumlah keluarga tampak memakai masker duduk di samping jasad bayi yang sudah terbujur kaku.

Sang ibu tak henti-hentinya menangis.

Sebagaimana diketahui, kabut asap dampak karhutla sudah lebih dari sepekan menyelimuti wilayah Kota Pekanbaru, Riau.

Kualitas udara sangat tidak sehat hingga berbahaya.

Dampak dari buruknya kualitas udara, sudah sangat banyak warga yang terpapar asap.

Mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga lansia.

Bayi 4 Bulan Meninggal Dunia

Ngadirun (34) ayah dari Elsa Pitaloka bayi berumur 4 bulan yang meninggal akibat terkena radang paru-paru.
Ngadirun (34) ayah dari Elsa Pitaloka bayi berumur 4 bulan yang meninggal akibat terkena radang paru-paru. (KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA)

Tidak hanya di Pekanbaru, kejadian serupa juga terjadi di Palembang.

Direktur Rumah Sakit Islam (RSI) Ar-Rasyid Palembang Toni Siguntang mengatakan, hasil diagnosis penyebab bayi berumur empat bulan bernama Elsa Pitaloka meninggal, karena mengalami radang paru-paru serta radang selaput otak.

“Kecurigaan kita meninggalnya pasien itu akibat peradangan selaput otak. Apakah penyebabnya karena kabut asap, kita tidak tahu,” kata Toni, Selasa (17/9/2019).

Diuraikan Toni, anak dari pasangan Ngadirun (34) dan Ita Septiana (27) yang merupakan warga Desa Talang Bulung, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, itu pertama kali datang ke RSI Ar-Rasyid Palembang pada Minggu (15/9/2019) sekitar pukul 11.50WIB.

Bayi itu langsung masuk ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Ketika itu, kondisi kesadaran Elsa terus menurun.

Bayi itu pun diketahui mengalami demam dan batuk pilek sejak sepekan sebelumnya.

"Saat dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang di IGD, terdapat napas cuping hidung dan terdengar suara bronchi di daerah paru-parunya. Itu menunjukkan adanya infeksi saluran pernapasan bawah. Dari laboratorium menunjukkan tanda-tanda infeksi. Leukosit (sel darah putih)-nya tinggi,” jelas Toni.

Tim dokter sempat melakukan tindakan awal dengan memberikan oksigen serta antibiotik serta melaporkan kondisi Elsa ke dokter spesialis anak.

Elsa sempat disarankan oleh dokter anak untuk segera dirujuk ke RSUP dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Namun, sistem informasi rujukan terintegrasi (sisrute) online menujukkan kondisi ruang pediatric intensive care unit (PICU) penuh sehingga harus menunggu.

Elsa pun dirawat di bangsal anak sembari menunggu rujukan.

Kemudian pada pukul 17.45, saat dokter spesialis anak memeriksa Elsa, kondisi kesadarannya terus menurun.

Dokter akhirnya meningkatkan dosis oksigen, antibiotik, serta pemberian steroid sembari persiapan merujuk ke RSMH. Akan tetapi sekitar pukul 18.40, denyut jantung bayi Elsa tidak terdengar dan dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh dokter jaga.

"RJP yang diberikan tidak direspons pasien hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia oleh dokter jaga, disaksikan oleh perawat ruang rawat inap,” ujar jelasnya.

Sementara itu, Dokter Spesialis Anak RSI Ar-Rasyid Azwar Aruf mengungkapkan, mereka tidak bisa menyimpulkan penyakit mana yang lebih dominan antara radang selaput otak dan radang paru-paru yang menyebabkan Elsa meninggal.

Menurutnya, proses infeksi kedua penyakit tersebut, bisa saling menyebabkan dan memperberat sehingga memberikan dampak komplikasi serta menyebabkan bayi Elsa meninggal.

“Faktor pemicu pneumonia banyak, bisa ketularan batuk pilek dari lingkungan, orang terdekat atau paling pumum enyebabnya dari bakteri saluran pernapasan. Kabut asap saya tidak mendapatkan informasi mengenai faktor lingkungannya," ujarnya.

"Cuma dilihat dari sudah demam satu minggu, batuk pilek, kemudian pemeriksaan fisiknya ada radang paru-paru. Hasil laboratorium leukosit meningkat ini cenderungnya ke arah infeksi bakteri,” jelas Azwar.

Akan tetapi, Azwar memastikan infeksi di paru-paru maupun selaput otak tersebut menyebar karena faktor eksternal dan bukan karena penyakit bawaan lahir.

"Kabut asap bisa jadi faktor resiko, tapi bukan penyebab utama. Kabut asap bisa memperparah infeksi, tapi tidak bisa kita pastikan. Kalau infeksinya sudah terlanjur berat juga tanpa kabut asap bisa memburuk. Faktor cuaca kering, dan banyak lainnya. Istilah ISPA itu kurang spesifik,” jelas Azwar. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved