Demo Tolak RUU KUHP dan UU KPK
Ada Aksi Unjuk Rasa di Depan Gedung DPR, Polisi Berlakukan Rekayasa Lalu Lintas
Aparat Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menutup ruas jalan di depan Gedung DPR/MPR/DPD di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Pusat
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Aparat Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menutup ruas jalan di depan Gedung DPR/MPR/DPD di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Upaya penutupan ruas jalan itu dilakukan sebagai langkah antisipasi pengamanan dan pengaturan arus lalu lintas, terkait adanya aksi unjuk rasa dari elemen mahasiswa dan masyarakat.
"Penutupan saat ini sudah dipasang di depan pintu utama MPR/DPR RI," kata Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP M Nasir, Selasa (24/9/2019).
"Dengan menggunakan security barrier di sisi kiri dan kanan," imbuhnya.
Dia menjelaskan, penutupan ruas jalan itu dilakukan menggunakan kawat berduri dan water barrier.
Upaya penutupan jalan, kata dia, dilakukan sesuai kebutuhan dan tingkat pengamanan.
"Pengamanan dilakukan terhadap massa pengunjuk rasa dan pengguna jalan lain," tambahnya.
Selama penutupan ruas jalan itu, aparat Ditlantas Polda Metro Jaya melakukan rekayasa arus lalu lintas.
Berikut ini pengaturan arus lalu lintas di jalan sekitar Gedung DPR/MPR/DPD:
- Jalan Gatot Subroto yang mengarah ke Slipi ditutup di bawah flyover Ladogi diarahkan ke Gerbang Pemuda.
- Jalan Gerbang Pemuda yang mengarah ke kiri ditutup dibelokan ke kiri ke arah Jalan Asia Afrika ke Jalan Senayan dan Jalan Pakubuwono.
- Jalan Asia Afrika ke arah Jalan Gerbang Pemuda ditutup diluruskan ke Jalan Tentara pelajar dibelok ke kiri Jalan Tentara Pelajar.
- Jalan Tentara pelajar dari arah Gedung Manggala Wanabakti di lampu lalu lintas ditutup ke Jalan Lapangan Tembak, diluruskan ke Jalan Tentara Pelajar arah ke Permata Hijau dan Kebayoran Lama.
- Jalan Tentara Pelajar pojok Jalan Gatot Subruto ditutup untuk mencegah lawan arus dan putar balik kendaraan.
Senin (23/9/2019) kemarin, aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR berakhir hingga malam.
Aksi yang salah satu tuntutannya menolak revisi UU KPK itu, sempat diwarnai kericuhan.
Gerbang Gedung DPR/MPR sempat digoyang massa, namun tak sampai roboh.
Tak Berencana Terbitkan Perppu
Presiden Jokowi tidak berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), untuk membatalkan revisi UU KPK yang telah disahkan DPR.
"Enggak ada (rencana terbitkan Perppu)," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Ketika ditanya perbedaan sikap antara revisi UU KPK dan RUU lainnya yang meminta ditunda pengesahannya oleh DPR saat ini, Jokowi menyebut revisi UU KPK merupakan inisiasi DPR.
"Yang satu itu (revisi UU KPK) inisiatif DPR. Ini (RUU KUHP, Pertanahan dan lainnya) pemerintah aktif, karena memang disiapkan oleh pemerintah," jelas Jokowi.
Aksi unjuk rasa terus terjadi setelah revisi UU KPK disahkan.
Presiden pun diminta untuk menerbitkan Perppu sebagai salah satu cara untuk membatalkan revisi UU KPK.
"Kalau Presiden merasa ada kondisi darurat yang butuh penanganan langsung dan segera, dia bisa keluarkan Perppu tanpa harus meminta pandangan siapa pun."
"Itu kan prerogatif Presiden," beber Peneliti Formappi Lucius Karus di Jalan Tarumanegara, Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/2019).
Beda Sikap
Presiden Jokowi berbeda sikap soal revisi Undang-Undang KPK dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, meski keduanya mendapatkan tentangan dari masyarakat.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, terdapat berbagai alasan pemerintah menyetujui revisi Undang-undang KPK.
Hasil survei, katanya, menunjukkan respons setuju lebih banyak dibanding yang tidak setuju direvisi.
"44,9 persen (setuju) dari survei Litbang Kompas."
"Kedua, ada alasan lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi."
"Nah, ini enggak dipahami masyatakat," tutur Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Survei Litbang Kompas yang dirilis pada 16 September lalu menunjukkan, 44,9 persen masyarakat mendukung revisi UU KPK.
Sedangkan yang tidak setuju 39,9 persen, dan yang menjawab tidak tahu 15,2 persen.
Menurutnya, revisi Undang-undang KPK sebenarnya untuk menguatkan lembaga anti-rasuah itu dalam melakukan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
"Tidak ada upaya pemerintah untuk melemahkan KPK, tapi ada upaya dari DPR dan pemerintah untuk ayo kita perbaiki KPK agar semua orang percaya kepada KPK."
"Jangan sampai KPK kehilangan legitimasi karena melakukan hal-hal yang tidak terukur," paparnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas menyayangkan pernyataan Moeldoko yang menyebut lembaga anti-rasuah menghambat investasi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku belum mengetahui dengan jelas argumentasi kenapa KPK dianggap menghambat atau memengaruhi investasi.
Terpenting, kata Febri Diansyah, jangan sampai demi investasi, pemberantasan korupsi dipinggirkan.
"Kami tentu sangat sayangkan kalau benar ada pernyataan itu seolah-olah jangan sampai seolah-olah demi investasi."
"Kita juga belum tahu investasi yang mana, pemberantasan korupsi kemudian dipinggirkan," ujar Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).
• Lowongan Kerja! Perumnas Buka Lowongan untuk Fotografer dan Desain Grafis, Cek di Sini
• Satpol PP Kota Tangerang Pergoki Pasangan Selingkuh yang Sedang Berduaan di Hotel Melati
• Polisi yang Bantu Nenek Gendong Jenazah Cucu di Cilincing Dapat Penghargaan dari Polres Jakut
Menurut Febri Diansyah, terhambatnya investasi justru bukan karena KPK.
Melainkan, karena adanya ketidakpastian hukum termasuk dalam segi pemberantasan korupsi.
"Justru dalam banyak kajian kalau kita lihat, salah satu faktor yang memengaruhi investasi itu kepastian hukum."
"Dan dalam kepastian hukum itu kita bicara tentang pemberantasan korupsi," terangnya.
Febri Diansyah menjelaskan, jika melihat data yang ada, dari izin bisnis dan dokumen soal investasi yang dikeluarkan pemerintah, justru saat ini terjadi peningkatan investasi.
Oleh karena itu, dia meminta agar pernyataan Moeldoko didukung riset dan kajian sistematis.
"Jadi, pernyataan-pernyataan atau kesimpulan yang disampaikan pada publik, sangat diharapkan itu berdasarkan riset dan kajian yang sistematis."
"Agar masyarakat kemudian mendapatkan informasi yang benar," ucap Febri Diansyah.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Jalan Depan Gedung DPR/MPR Ditutup karena Unjuk Rasa Mahasiswa, Ini Pengalihan Arus Lalu Lintasnya