2 Kali Tolak Perppu KPK, Jokowi Akhirnya Luluh Usai Dengar Ucapan Mahfud MD: Genting!
2 Kali Tolak Perppu, Jokowi Akhirnya Luluh Setelah Mendengar Ucapan dari Mahfud MD Ini
Penulis: Suharno | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM - Presiden Joko Widodo akhirnya muncul ke publik memberikan pernyataan sikap terkait aksi gelombang demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa, beberapa hari terakhir.
Presiden Jokowi menegaskan dirinya berkomitmen pada kehidupan demokrasi di Indonesia.
Jokowi mengatakan kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga dan dipertahankan.
Penegasan ini disampaikan Jokowi saat bertemu dengan puluhan tokoh mulai dari budayawan, seniman, ahli hukum, pengusaha dan lainnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Jangan sampai bapak ibu sekalian ada yang meragukan komitmen saya mengenai ini (menjaga demokrasi)," tegas Jokowi.
Lebih lanjut, mantan Wali Kota Solo ini menjelaskan dirinya bakal menyampaikan sejumlah hal yang terjadi belakangan ini, mulai dari kebakaran hutan dan lahan, masalah Papua, revisi Undang-Undang KPK, dan rancangan undang-undang KUHP.
• Giliran Puluhan Anak Punk Demo di Depan Gedung DPR, Gelisah hingga Curhat ke Polisi
Jokowi juga akan bertemu dengan perwakilan mahasiswa yang menolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi melalui demonstrasi di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019).
Pertemuan akan dilangsungkan di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (27/9/2019) besok.
"Besok, kami akan bertemu dengan para mahasiswa terutama dari BEM," kata Presiden usai bertemu sejumlah tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Presiden sekaligus mengapresiasi mahasiswa yang berunjuk rasa.
Ia memastikan, masukan mahasiswa akan ditampung.
Misalnya, terkait revisi KUHP, Jokowi sudah meminta DPR menunda pengesahannya untuk menampung kembali masukan dari masyarakat.
Adapun, untuk revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU, Presiden mempertimbangkan untuk mencabutnya dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
"Masukan-masukan yang disampaikan menjadi catatan untuk memperbaiki yang kurang di negara kita," kata dia.
Kendati demikian, Presiden juga mengingatkan mahasiswa agar dalam menjalankan aspirasinya tidak melakukan aksi anarkis yang mengganggu ketertiban umum.
"Yang paling penting itu, jangan sampai demo merusak fasilitas umum, anarkis dan merugikan kita semua, saya rasa itu," kata Jokowi.
Saran Mahfud MD
"Keadaan sudah genting, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) bisa menambil langkah menerbitkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang KPK ( Perppu KPK)."
Itulah yang disampaikan oleh Mahfud MD setelah bersama para tokoh nasional menghadiri undangan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Mahfud menyebut aksi unjuk rasa menolak UU KPK yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah sudah memunculkan keadaan kegentingan yang memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu KPK.
"Kan memang sudah agak genting sekarang," kata Mahfud usai bertemu Presiden Jokowi bersama sejumlah tokoh, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Mahfud juga menegaskan bahwa keadaan genting dan memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu adalah subyektif dari Presiden untuk menafsirkannya.
Jika melihat situasi saat ini sebagai kondisi yang genting dan memaksa, artinya Presiden memiliki dasar kuat untuk menerbitkan Perppu.
"Itu hak subyektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu, presiden menyatakan 'keadaan masyarakat dan negara seperti ini, saya harus ambil tindakan', itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, selain penerbitan Perppu memang masih ada dua opsi lain yang bisa diambil.
Pertama adalah dengan melakukan legislative review, yakni DPR dan pemerintah segera melakukan revisi kembali terhadap UU KPK yang baru disahkan.
Kedua adalah dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Namun Mahfud menyebut opsi Jokowi menerbitkan Perppu paling kuat disuarakan oleh para tokoh saat pertemuan dengan Jokowi.
Selain Mahfud, hadir sejumlah tokoh lain misalnya mantan pimpinan KPK Erry Riana Hadjapamekas, pakar hukum tata negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti.
Hadir juga tokoh lain seperti Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, dan Azyumardi Azra.
• Hasil Korea Open 2019 - 4 Wakil Indonesia Tersingkir, 7 Lainnya ke Perempatfinal
"Yang tadi cukup kuat disuarakan (dalam pertemuan) yaitu lebih bagus mengeluarkan Perppu agar itu ditunda dulu sampai ada suasana yang baik untuk membicarakan isinya, substansinya," kata Mahfud.
Sementara itu, Presiden Jokowi yang berdiri di samping Mahfud memastikan ia akan mempertimbangkan masukan mahasiswa dan para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK.
Jokowi yang sebelumnya sempat bersikukuh tak akan menerbitkan Perppu akhirnya melunak.
"Akan kita kalkulasi, kita hitung, kita pertimbangkan terutama dari sisi politiknya," kata dia.

UU KPK hasil revisi ditolak karena tak melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK dalam penyusunannya.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja KPK.
Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Buya Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafi'i Maarif mengatakan, Presiden Jokowi bisa saja mengeluarkan Perppu KPK untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Sebab, UU KPK hasil revisi memicu penolakan besar-besaran dari mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya.
"Ya kalau memang ndak ada jalan lain, keluarkan saja Perppu itu. Kalau tidak ada jalan lain ya," ujar Buya Syafi'i saat dihubungi, Kamis (26/9/2019).
• Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari Tewas karena Luka Tembak di Dada, Polisi Ungkap Ini
Buya menilai, revisi UU KPK terlalu tergesa-gesa dan tak mendengarkan aspirasi publik, sehingga wajar mendapat penolakan besar-besaran.
Menurut Buya, semestinya pemerintah dan DPR peka menangkap kegelisahan masyarakat atas revisi UU KPK.
Akibatnya, penolakan muncul secara masif hingga berujung pada kerusuhan.
Ia menambahkan, sedianya revisi UU KPK bukan hal tabu.
Masalahnya, menurut Buya, revisi yang dilakukan pemerintah dan DPR nyatanya melemahkan KPK.
Hal itu terlihat dari pengebirian kewenangan KPK lewat pembentukan Dewan Pengawas KPK.
"Saya sendiri sesungguhnya, saya tidak anti revisi itu. Sebab kan orang-orang KPK kan bukan orang suci ya. Tapi ini lembaga antirasuah ini harus dipertahankan. Jangan terkesan ada revisi untuk melemahkan," ucap Buya.
"Dan ini kan timing-nya tidak tepat. KPK tidak diajak berunding. Orang enggak tahu. Jadi ini yang menyebabkan kecurigaan bertambah tebal. Tersumbat komunikasinya. Sangat merugikan kita, bangsa dan negara rugi karena ini," tuturnya.
Sebelumnya, mahasiswa berdemonstrasi di depan Gedung DPR meminta pemerintah dan parlemen membatalkan sejumlah RUU dan undang-undang yang bermasalah.
Salah satunya ialah UU KPK.