Cerita Aaro Chan, Bikers Bergaya Punk Rock Rider Keliling Ibu Kota Bareng 3 Monyet

Di bawah pepohonan rindang, tiga monyet kecil bergaya punk rock duduk santai di atas motor besar hitam.

TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas
Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Di bawah pepohonan rindang, tiga monyet kecil bergaya punk rock duduk santai di atas motor besar hitam.

Cio (8), Juno (4), dan yang paling kecil Pokko berumur 3,5 bulan tampak mengenakan pakaian yang menyedot perhatian orang-orang.

Ketiga monyet berjenis macaque ini mengenakan jaket, helm, dan sepatu boots yang cukup mencolok.

Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019).
Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019). (TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas)

Tatapan mata Cio tampak membuat pejalan kaki yang melintas di samping motornya takut.

Tak sedikit mereka yang resah disergap oleh ketiga monyet itu ketika berjalan di sampingnya.

Tapi ada juga yang tertarik melihat kehadiran ketiga monyet itu dan mengabadikannya dengan kamera ponsel lebih dekat.

Sang perawat ketiga monyet itu, Aaro Chan (39) memang kerapkali membawa mereka berkeliling, membelah belantara beton Ibu Kota.

Pria yang mengaku sebagai seniman jalanan ini, kerapkali membawa ketiga monyetnya di acara musik maupun kegiatan sosial yang diikutinya.

"Kalau keluar, pasti saya bawa mereka sepanjang hari," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Minggu (6/10/2019).

Berawal dari Film BJ and The Bear

Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019).
Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019). (TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas)

Sejak bangku Sekolah Dasar, Aaro telah mencintai primata.

Berawal dari film BJ and the Bear yang pernah diputar di televisi, ia terpikat dengan primata simpanse di film itu.

Sebab, baru pertama kalinya, ia melihat simpanse mengenakan baju layaknya manusia.

Namun, tak mudah mendapatkan simpanse itu untuk dipelihara.

Sebagai gantinya, Aaro memilih monyet ekor panjang untuk dipelihara.

"Akhirnya gue pelajari bagaimana punya monyet ekor panjang tapi kayak simpanse," ungkapnya.

Sekitar tahun 2011, ia memulai merawat monyetnya yang bernama Cio dengan berbagai pakaian yang dirancangnya sendiri.

Jadi Monkey Stylist Pertama

Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019).
Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019). (TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas)

Aaro tertarik merancang busana untuk monyet lantaran terinspirasi dari seorang pengamen di jalan.

Ketika di sebuah warung, Aaro melihat seorang pengamen membawa monyetnya berkeliling dengan mengenakan popok.

"Dari situ terinspirasi untuk membuat busana. Didorong juga dari film-film tentang simpanse yang mengenakan busana manusia," tambahnya.

Aaro mendesain aneka baju yang dikenakan oleh manusia untuk Cio.

Mulai baju, celana, jaket hingga pampers ia rancang dengan gaya funky nan nyentrik.

Gaya pakaian yang digunakannya pun mengikuti zaman yang kekinian.

Yang terunik, ia merancang busana yang dinamakan punk rock rider.

"Kalau monyetnya telanjang aja kan enggak keren, jadinya gue yang desain. Alhamdulilah teman-teman dan komunitas pada senang," lanjutnya.

Selain mendesain baju, Aaro juga mengajari monyet itu untuk patuh dengannya.

Misalnya, ia melatih bagaimana duduk menggunakan bahasa Inggris dan meminum dari botol sendiri.

Aaro menjadi pelopor desain baju untuk primata monyet di Indonesia.

Kini tak hanya primata saja, busana untuk anjing hingga buaya pun bisa ia rancang.

Dari mulut ke mulut, reputasi Aaro merawat monyet santer terdengar para pencinta monyet hingga komunitas.

Banyak orang yang bertanya ke Aaro bagaimana memandikan, menggosok giginya, mengenakan popok dan memberi makan kepada monyet.

Pencinta Primata

Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019).
Aaro Chan dengan ketiga monyetnya di sekitar kawasan Menteng pada Minggu (6/10/2019). (TribunJakarta/Satrio Sarwo Trengginas)

Aaro belajar mengenai primata secara otodidak.

Ia belajar dari pengalamannya bertahun-tahun mengamati hidup monyet itu.

Sebab, Aaro kerapkali menjelajah ke alam liar di sejumlah daerah di Pulau Jawa.

Di sana, ia kerapkali menjumpai dan mengamati hidup monyet berekor panjang itu lebih dekat.

"Gue belajar senemunya aja waktu berpetualang di alam liar. Di mana ada monyet, di situ gue mengamatinya," katanya.

24 Unit Mobil Pemadam Kebakaran Dikerahkan Atasi Kebakaran di Tamansari Jakarta Barat

Ghozali Siregar Alami Pendarahan Mata, Pilar Persib Bandung Omid Nazari Terkena Cedera Serupa

RSKO Tanggapi Ketergantungan Narkoba Menantu Elvy Sukaesih: Harusnya Masih Rawat Jalan

Takut Terkena Sanksi Jadi Alasan Robert Alberts Tak Komentari Putusan Wasit Persib Vs Madura United

Banyak pencinta monyet, termasuk dirinya yang memelihara binatang tersebut lantaran populasinya masih banyak di Indonesia.

Monyet ekor panjang ini bukan termasuk hewan yang terancam.

"Gue bukan sekadar menyayangi tapi juga mendidik monyet itu," tandasnya.

Kini, ia juga sering berbagi ilmu tentang merawat monyet dengan berbagai komunitas pencinta monyet lainnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved