Kisah Penjual Tisu Berkursi Roda di Pasar Mayestik Jaksel, Penyakit Polio Tak Membuatnya Menyerah
Di pintu masuk Pasar Mayestik Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Budi Tarsiwan (37) menjajakan tisu kepada pengunjung yang lalu lalang.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Suharno
Ia pun hanya mengandalkan kedua tangannya untuk bergerak sehari-hari.
Pada tahun 1996, pria asal Pemalang, Jawa Tengah itu memutuskan merantau ke Jakarta.
Kota tempatnya mencari peruntungan sekaligus ia anggap sebagai kota yang keras.
"Awalnya di sekitar Blok M. Di sana saya sempat mengemis. Belum punya kursi roda juga," katanya.
Di kawasan pasar Blok M, Budi tak jarang mendapatkan perlakuan kasar dari orang-orang di sana.
"Sampai diinjek-injek orang lagi berantem pernah saya alami," terangnya.
Namun, Budi tersadarkan bahwa mengemis tak membuat hidupnya berkah.
Ia mengubah hidupnya yang tadinya hanya menengadahkan kedua tangannya dengan beralih berjualan tisu.
Dari jualan tisu menggunakan kursi roda, hidupnya merasa dihargai oleh orang-orang.
"Tadinya kok mengemis enggak ada berkahnya kemudian ketika jualan, lebih dihargai orang," katanya.
Namun, pahit getir kehidupan yang keras di Ibu Kota pernah juga dialaminya.
Ia pernah ditipu orang jutaan rupiah saat hendak membangun sebuah usaha.
"Saya bayar sama orang sebanyak Rp 4 juta untuk tempat usaha. Tapi uangnya dibawa kabur tapi tempatnya enggak ada," tambahnya.
• Alasan Pria Bunuh Selingkuhan Pacarnya Berawal dari Niat Pelaku Ingin Konsultasi Soal Pernikahan
Jualan Tisu di Pasar Mayestik
Dalam sehari berjualan tisu di Pasar Mayestik, Budi bisa meraup sekira Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu.