Sugiman Pria Paruh Baya Penjual Koran di Pulogadung, Ditinggal Anak Angkat & Senang Bertemu Orang

Sugiman merupakan kakek dua cucu yang merantau dari Madiun Jawa Timur ke Jakarta pada tahun 1962.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Sugiman, kakek penjual koran di kawasan Pulogadung, Jakata Timur, Senin (7/10/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG - Sugiman (78) pria paruh baya penjual koran harus menempuh puluhan kilometer berjalan kaki sejak tahun 1997.

Sugiman merupakan kakek dua cucu yang merantau dari Madiun Jawa Timur ke Jakarta pada tahun 1962.

Bermodalkan warisan dari kampung halaman, ia gunakan untuk merantau ke Jakarta dan membeli tanah di Jalan Cipinang Jagal RT 7/10, Pulogadung, Jakarta Timur.

"Awalnya dibelikan tanah dulu kemudian baru dibuatkan rumah. Alhamdulillah saya dari dulu sudah punya rumah," katanya di depan Kampus A Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (7/10/2019).

Sugiman, kakek penjual koran di kawasan Pulogadung, Jakata Timur, Senin (7/10/2019)
Sugiman, kakek penjual koran di kawasan Pulogadung, Jakata Timur, Senin (7/10/2019) (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Seiring berjalannya waktu, ia yang saat itu masih muda dan gagah bekerja sebagai kuli bangunan. Pekerjaan tersebut rupanya membawa berkah tersendiri karena mempertemukannya dengan sang istri, Warsih (75).

"Sekitar tahun 1970-an saya sudah menikah sama istri yang saat itu janda anak 1. Dari pernikahan saya dengan dia, saya juga punya anak kandung 1, Sugiarti yang tinggal di Salemba dan hidupnya pas-pasan juga," sambungnya.

Meskipun bekerja sebagai kuli bangunan, saat itu ia mampu menghidupi keluarga kecilnya. Hingga anak angkatnya bernama Tego Suyatno menghilang tanpa kabar usai menikah.

"Sekarang cuma ada anak satu. Yang satunya sudah enggak ada kabar. Terakhir dengar ada di Cirebon kemudian dia cerai dan nikah lagi. Sampai sekarang enggak tahu ada di mana dan saya juga enggak apa-apa, palingan istri saya aja yang masih suka kangen. Sebab kan anak dia," katanya.

Kemudian pada 1997, ia memutuskan bekerja sebagai penjual koran keliling hingga kini yang bisa dibilang sudah cukup senja.

Langkah yang perlahan dengan tas gemblok serta tangan membawa sekitar 100 koran sudah menjafi aktivitasnya. Mulai dari pukul 07.00 WIB, dirinya sudah keluar rumah untuk mengambil koran di kawasan Kebun Singkong.

Tak ada keluhan yang keluar dari bibirnya. Ia selalu ikhlas menghadapi semuanya dan menyapa pembeli dengan ramah, namun suaranya cukup pelan.

"Saya pernah ditawarkan untuk pakai sepeda, saya bilang enggak mau. Saya suka jalan begini dan masih kuat. Kalau begini kan ketemu orang banyak. Saya senang seperti ini. Jadi enggak pernah ada yang larang," jelasnya.

Dalam sehari, ia selalu membawa 100 koran yang dijual dengan harga Rp 4 ribu. Dari tiap koran yang dijualnya, ia mengaku hanya mendapatkan untung Rp 1 ribu.

Kendati demikian, ia tetap menyukai pekerjaan. Terlebih ia menuturkan banyak dipertemukan dengan orang baik.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved