Gerindra Mendukung Pemerintah Disambut Positif, Tapi Tak Harus Ada di Dalam Kabinet

Menurut dia, seharusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi.

Editor: Wahyu Aji
nasional kompas
Prabowo Subianto bersama Presiden Joko Widodo 

Oposisi, kata dia, akan menjaga iklim demokrasi, serta proses "check and balances" di pemerintahan tetap berjalan.

"Harapan dan doa kami tetap dari awal untuk kesehatan demokrasi agar partai pendukung Prabowo Sandi bersama dalam #KamiOposisi," kata Mardani.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin mengatakan bergabungnya Gerindra dan Demokrat dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin khawatir akan tercipta kekuasaan pemerintah yang terlalu dominan, tanpa diimbangi dengan kekuatan oposisi sebagai penyeimbang.

Menurutnya, sejatinya bangsa ini membutuhkan pemerintahan yang kuat.

Namun seiring dengan itu, dibutuhkan juga oposisi yang kuat dan tanggung, agar tercipta keseimbangan,

"Jika Gerindra masuk dan Demokrat juga sudah menyatakan untuk mendukung, artinya pemerintah akan dominan dan menjadi kekuatan mayoritas, karena tidak ada kontrol. Ini berbahaya karena oposisi menjadi lemah. Mohon maaf, ini seperti yang terjadi pada orde baru," ujar Ujang.

Menurutnya, ketika pemerintah menjadi kekuatan yang dominan, maka potensi untuk terjadinya penyalagunaan kekuatan akan sangat signifikan.

"Tidak ada partai yang mengkritik, semua partai seperti paduan suara. Ini yang tidak kita inginkan," katanya.

Dirinya  mengutip penyataan Lord Acton, 'Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely', diartikan bahwa kekeuatan yang dominan akan cenderung melakukan korup yang mutlak.

"Oleh karena itu kekuatan mayoritas ini jangan sampai menyalahgunakan kekuasaan karena tidak akan kontrol kuat dari oposisi," tandasnya.

lebih lanjut dia mengatakan, bergabungnya partai-partai dalam barisan pemerintahan ini tidak lain untuk mengamankan pertempuran 2024 mendatang. Komposisi kabinet dan koalisi saat ini sangat menentukan langkah di Pemilu 2024 mendatang.

"Misalnya mendapat menteri, pasti untuk cari logistik (2024), maka semua rebutan," imbuhnya.

Maka menjadi wajar jika partai koalisi yang selama ini telah ikut berjuang memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, resisten jika Gerindra dan Demokrat masuk ke koalisi. Bahkan, sangat dimungkinkan terjadi perpecahan dan perubahan arah peta politik.

"Ada partai yang sudah berjuang berdarah-darah, lalu kegeser kursinya, lalu peta koalisinya berubah. Ini menarik," tutur Ujang.

Menurutnya, bergabungnya mayoritas partai dalam koalisi belum tentu menjadikan roda pemeritahan menjadi kuat. Justru sebaliknya, akan saling sikut untuk 2024.

Mantap di Luar Kabinet, Jazuli: PKS Siap Berikan Alternatif Solusi Permasalahan Bangsa dan Negara

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved