Perlu Kerjasama Semua Pihak Guna Atasi Ancaman Terhadap Pancasila

Karyono menambahkan Pancasila harus menjadi the working ideologi, dan the living ideologi

Editor: Muhammad Zulfikar
Istimewa
Ngobrol Santai bertema "Ancaman Nyata di Negara Pancasila" di Jakarta, Jumat (25/10/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ancaman terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa disinyalir masih bergulir hingga kini.

Oleh karenanya, unsur bangsa yakni TNI-Polri dan ormas Islam yakni Nahdlatul Ulama (NU)-Muhammadiyah yang turut andil bagian dalam kemerdekaan Indonesia harus bersatu melawan kelompok anti-Pancasila dan mengawal ideologi bangsa tersebut sampai kapan pun.

Pengamat intelijen dan teroris Stanislaus Riyanta mengatakan, perlu ada kerjasama antara Kemendagri dan bagian di bawahnya seperti TNI dan Polri untuk mengatasi ancaman nyata di negara Pancasila.

Oleh karena itu fungsi intelijen yang ada di Polri dan TNI serta BIN untuk mengumpulkan data guna ditanggapi aparat keamanan.

Selain itu ormas-ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah juga harus bersatu untuk melawan radikalisme.

"Hal ini dilakukan agar kejadian seperti yang dialami Pak Wiranto tidak terulang. Oleh karena itu informasi intelijen dari Polri, TNI dan BIN disatukan untuk dijadikan satu basis data untuk penanganan terorisme," ujar Stanilaus Riyanto dalam Ngobrol Santai bertema "Ancaman Nyata di Negara Pancasila" di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Stanislaus menuturkan, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat perlu dilibatkan lagi. Karena ada oknum yang memanfaatkan agama sebagai daya tarik untuk menggalang massa melakukan radikalisme.

Oleh karena itu radikalisme bukan perbuatan agama tapi suatu pemikiran untuk motivasi sesuai kepentingan oknum tersebut. Adanya agama yang dimanfaatkan oknum tertentu merupakan pekerjaan rumah dari Kementerian Agama (Kemenag).

"Radikalisasi ini berbahaya. Oleh karena itu peran Kominfo juga cukup penting perannya untuk mengeblok konten-konten atau narasi - narasi radikali," ujarnya.

Daftar Lengkap Susunan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maruf, Hanya Satu Orang Perempuan

Sementara itu, mantan narapidana tindak pidana teroris (napiter) Sofyan Tsauri mengakui, radikalisme dan ekstrimisme masih menjadi ancaman karena memang ekstalasi politik yang berkembang.

Oleh karena itu apa yang dilakukan Densus 88 Mabes Polri dengan menangkap sejumlah terduga teroris merupakan fenomena gunung es. Sehingga jumlahnya akan lebih banyak lagi dari pada yang berhasil diungkap.

"Pada dasarnya terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Tetapi ada oknum yang memanfaatkan agama. Tapi sejatinya orang yang beragama secara tidak akan tega melakukan kekerasan dan kejahatan. Jadi dalam hal ini ada yang salah dalam memahami literasi agama," ujarnya.

Pengamat politik dari Indonesia Politic Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, ancaman Pancasila yang nyata adalah dari trans liberalisme, kolonialisme, ekstrismisme agama, kapltalisme dan sparatisme.

Ini menjadi ancaman dan ada di depan mata. Ancaman kapitalisme dan liberalime menciptakan kesenjangan ekonomi. Kesenjangan itu menjadi ancaman nyata bagi Pancasila.

"Antisipasinya jangan jadikan Pancasila sebagai dogma tapi Pancasila harus dipraktekan dalam kehidupan sehari- hari. Sebagaimana bunyi sila ke 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tuturnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved