Kadisnakertrans: Terkait PP 78/2015 Ada Ketentuan yang Tak Dapat Dilanggar
Winarso, menyatakan akan menolak jika Anies Baswedan menetapkan UMP DKI Jakarta 2020 menggunakan PP 78 Tahun 2015
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jakarta, Winarso, telah berdialog dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, di gedung Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Dialog yang hampir satu jam tersebut juga dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah.
Turut serta juga perwakilan dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta, Fiqih.
Di antara mereka, hanya Andri Yansyah yang menyatakan hasil dialog pada hadapan massa buruh.
"Intinya, terkait PP Nomor 78 Tahun 2015 ada ketentuan yang tak dapat dilanggar," ucap Andri, sapaannya, di atas mobil komando milik massa buruh, Rabu (30/10/2019).
PP Nomor 78 Tahun 2015 menjelaskan tentang pengupahan pekerja. Pun ditolak massa aksi dari Koalisi Buruh Jakarta.
Sebab, Peraturan Pemerintah (PP) tersebut dinilai Koalisi Buruh Jakarta, tak tepat dijadikan acuan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2020 mendatang.
• Bea Cukai Tangerang Amankan 160.000 Batang Rokok Ilegal di Cisoka
• Sampah Kiriman di Kali Jambe Tambun Menumpuk Sejak Tiga Hari Lalu
Penetapan UMP DKI Jakarta tersebut, rencananya akan ketuk palu pada 1 November 2019 oleh Gubernur Anies Baswedan.
Ketua KSPI DKI Jakarta, Winarso, menyatakan akan menolak jika Anies Baswedan menetapkan UMP DKI Jakarta 2020 menggunakan PP 78 Tahun 2015.
Sebab, menurutnya, apa yang termaktub dalam PP tersebut hanya sebesar Rp 4,2 juta.
"Jika tetap menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015 sebesar Rp 4,2 juta, intinya inspirasi kita tidak ditampung di situ," ujar Winarso, pada tempat dan waktu yang sama.
Sebabnya, kata Winarso, massa buruh DKI Jakarta menginginkan Anies Baswedan mengacu pada survei Dewan Pengupahan unsur buruh, yakni sebesar Rp 4,6 juta.
"Nanti tunggu instruksi dari pimpinan pusat. Apakah kita menerima atau menolak. Jika ditolak, nanti nasional yang bergerak," kata Winarso.