Kisah Cepi Penjual Koran Keliling di Usia Senja: Pernah Stroke Ringan, Tak Punya Istri dan Anak

"Untungnya ya ada. Kalau enggak ada, saya enggak akan bertahan jualan koran. Minimal Rp 1 ribu lah untungnya untuk satu koran," katanya. Tak Miliki A

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Sulaiman Effendy alias Cepi, tetap berjualan koran meskipun terkena stroke ringan di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Kamis (31/10/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, TAMBORA - Sulaiman Effendy (76) merupakan penjual koran keliling di kawasan Tambora, Jakarta Barat.

Sejak berusia 24 tahun, dirinya memilih bekerja sebagai penjual koran di kawasan tersebut hingga saat ini.

Selepas subuh, dirinya sudah bergegas mengambil 90 koran di Jalan Hayam Wuruk.

"Enggak mau saya ganti profesi. Dari dulu sudah jualan begini. Selama saya masih kuat, saya maunya jualan koran aja. Lagian dari begini saya kenal banyak orang," katanya di Jakarta Barat, Kamis (31/10/2019).

Sudah 52 tahun berjualan koran, lelaki yang biasa disapa Cepi ini tak pernah mengurangi jumlah korannya.

Setiap harinya ia selalu mengambil 90 koran meskipun media cetak ini sudah berkurang peminatnya.

"Bedanya sekarang sama dulu cuma di jam jualannya aja. Kalau dulu lagi pas jayanya koran jualan 90 koran sebelum siang pasti sudah habis. Sampai tragedi tahun 1998, koran saya masih laku terjual. Tapi kalau sekarang belum tentu habis," sambungnya.

Kendati demikian, Cepi tetap berjuang mencari rezeki yang halal mulai hingga pukul 18.30 WIB.

Setiap koran ia jual mulai Rp 2-5 ribu.

"Untungnya ya ada. Kalau enggak ada, saya enggak akan bertahan jualan koran. Minimal Rp 1 ribu lah untungnya untuk satu koran," katanya.

Tak Miliki Anak, Istri dan menderita stroke ringan

Sulaiman Effendy alias Cepi, tetap berjualan koran meskipun terkena stroke ringan di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Kamis (31/10/2019)
Sulaiman Effendy alias Cepi, tetap berjualan koran meskipun terkena stroke ringan di kawasan Tambora, Jakarta Barat, Kamis (31/10/2019) (TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina)

Meskipun usianya sudah menginjak 76 tahun, semangatnya mencari rezeki tak pernah padam.

Menggunakan tongkat dan tangan yang tetap membawa koran, langkahnya terlihat tertatih.

Ya, Sulaiman alias Cepi menuturkan sudah menderita stroke ringan pada beberapa tahun lalu.

Hingga akhirnya stroke tersebut membuat langkahnya sulit dan kakinya menjadi sering sakit ketika berjalan terlalu lama.

"Lupa tahunnya kapan, waktu itu kena struk. Makanya jalannya jadi begini. Semenjak begini saya jualannya cuma kuat sekitaran Stasiun Duri aja. Ya bolak-balik di situ aja," ungkapnya.

Kendati demikian, semangatnya masih terus bergejolak dan enggan untuk mengharap belas kasih.

Menurutnya, stroke ringan hanyalah sedikit cobaan yang dialaminya.

Sebab sebelumnya ia pernah merasakan cobaan yang lebih berat, yakni saat kepergian sang istri tercinta, Ayu pada tahun 1990.

Kepergian Ayu merupakan pukulan terbesar baginya. Saat dirinya mendambakan kehadiran seorang anak, Ayu justru lebih dulu dipanggil sang pencipta akibat penyakit paru-paru yang sudah lama diidapnya.

"Istri saya sudah meninggal dan saya enggak punya anak. Jadi sendirian aja selama ini. Tapi alhamdulillah saya enggak pernah putus asa dan tetap setia jualan koran," ungkapnya.

Selepas kepergian sang istri, Cepi memutuskan tinggal bersama adik dan keponakannya di Gang Gerindo RT 3/4 Nomor 46, Kelurahan Duri Selatan, Tambora, Jakarta Barat.

Kehadiran keponakan dan suasana ramai di rumah teraebut nyatanya mampu mengusir rasa kesepian yang dialaminya.

"Satu rumah itu ada 12 orang. Saya mau ngeluh juga enggak mungkin. Begitu pulang suasana ramai jadi sudah bersyukur aja. Makanya selama saya masih mampu, saya etap jualan koran karena saya juga ingin bagi (uang) ke keponakan," jelasnya.

Makan Sekedarnya

Hidupnya memang terbiasa susah sejak kecil. Bahkan di usia mudanya, ia harus merasakan kehilangan istri tanpa adanya buah hati.

Cobaan demi cobaan selalu berhasil di lewati oleh Cepi dengan rasa ikhlas dan syukur.

Sehingga ketika koran-korannya tak laku terjual, ia mengatakan lebih sering makan hanya sekedarnya alias tak menentu.

Jika korannya tersisa banyak, Cepi berusaha menghemat pengeluarannya dengan makan sekali sehari.

"Kalau susah sudah biasa. Jadi sampai makan aja sekedarnya. Kalau enggak ada uang ya saya enggak makan. Tapi sekali sehari pasti kebeli karena koran yang saya jual ini bukan sistem setor alias pakai modal sendiri," katanya.

Baginya tak masalah bila harus makan sekali. Asalkan ia masih bisa berbagi untuk para keponakannya, ia merasa sudah cukup bahagia.

"Anak enggak ada, istri enggak ada, paling bagi keponakan aja. Tapi kan rezeki enggak ada yang tahu, kadang ada aja yang beliin makan atau kasih uang. Uang itu yang biasanya saya beliin buat makan. Jadi kadang makan 2 kali sehari," ucapnya.

Ia pun berpesan agar anak muda tak kalah semangat seperti dirinya dan yang terpenting ialah tak mudah putus asa.

"Kalau sudah putus asa sudah repot urusannya. Sebisa mungkin jangan sampai seperti itu. Coba perbanyak kegiatan dan posisikan diri untuk lebih banyak berbaur, kenal banyak orang dan bertukar pikiran. InsyaAllah akan semangat seperti saya sekalipun punya keterbatasan," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved