8 Bulan Rakit Senjata Api dari Airsoft Gun, Yongki Belajar dari Youtube
Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Yongki diringkus aparat Polsek Ciputat berdasarkan pengembangan kasus narkotika.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, SERPONG - Pemuda asal Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Cahyo Rafli alias Yongki (26), memanfaatkan Youtube untuk membuat senjata api.
Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Yongki diringkus aparat Polsek Ciputat berdasarkan pengembangan kasus narkotika.
Dari rumahnya, aparat berhasil mengamankan tiga paket klip plastik bening berisi sabu-sabu dengan berat bruto 10,10 gram dan satu bungkus kertas coklat berisi ganja dengan berat bruto 2,53 gram.
Saat digeledah lebih jauh, didapati satu unit pistol jenis FN, tiga unit pistol revolver WG733 dan dua unit pistol revolver WG708 yang disimpan di dalam koper kecil warna hitam.
Yongki harus belajar selama delapan bulan secara otodidak dulu, untuk bisa mempreteli airsoft gun bekas menjadi senjata api aktif.
"Tersangka, keterangan awalnya bahwa dia belajar merakit senpi secara otodidak melalui google dan Youtube," ujar Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan didampingi Kapolsek Ciputat Kompol Endy Mahandika, saat ungkap kasus tersebut di Mapolres Tangsel, Jalan Raya Promoter, Serpong, Senin (4/11/2019).
Setelah bulan Agustus 2019, Yongki berhasil membuat senpi rakitan, ia mempostingnua ke akun Youtube miliknya sendiri.
Dari situ, ada orang yang berniat membeli. Yongki menjualnya seharga Rp 5 juta, 10 kali lipat dari modalnya yang tak sampai Rp 500 ribu.
"Dia belajar sudah kurun satu tahun yerakhir. Dia berhasil membuat senjata rakitan mulai Agustus 2019. Berdasarkan oengakuan yang bersangkutan baru satu yang terjual," ujarnya.
Atas perbuatannya, Yongki dijerat pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2) subsider 111 ayat (1) Undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009, kemudian untuk senjata apinya tambahkan AUndang-undang pasal 1 ayat (1) darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.