DPRD Kritik Pemprov DKI Gagap Antisipasi Hadirnya Pengguna Skuter Listrik di Jakarta
Gembong Warsono menilai hal ini bisa dilihat dari belum adanya regulasi yang mengatur penggunaan kendaraan ramah lingkungan tersebut.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Wahyu Aji
Bahkan ada banyak keluhan tentang trotoar yang berantakan.
Tak hanya itu, banyak yang mengeluhkan jika mereka cedera.
Kemudian, risiko lain ada karena banyak pengendara yang belum familiar dengan alat ini.
Di beberapa negara, guna membuat pengendara paham cara pemakaiannya, produsen skuter membuat sebuah video tutrorial bagaimana menggunakan alat tersebut dengan benar.
Hal ini diharapkan bisa mengurangi risiko kecelakaan baik pengguna skuter maupun pejalan kaki dan pengendara lain.
Belum lagi, menurut laman Inhabitat, alat transportasi ini memiliki umur rata-rata kurang dari sebulan per skuter bersama-sama, dengan rata-rata tiga setengah perjalanan per hari, efektivitas biaya dan keberlanjutan alat tersebut pun dipertanyakan.
Klaim jika alat ini lebih ramah lingkungan juga banyak diragukan. Banyak pengguna yang berulang kali harus memperbaiki skuter mereka karena rentang penggunaan perangkat yang tidak lama.
Selain itu, ada beberapa perselisihan tentang berapa lama skuter elektrik akan bertahan.
Di Paris beberapa perangkat perlu diganti setiap 28 hari sekali.
Lebih lanjut, bagian-bagian skuter listrik juga tidak mudah untuk didaur ulang.
Pada akhirnya, baterai lithium-ion yang menjadi salah satu bagian penting dari alat tersebut sering dikaitkan dengan risiko lingkungan.
Dengan demikian, hal ini meningkatkan kekhawatiran tentang seberapa ramah alat ini terhadap lingkungan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Skuter Listrik, Jawaban atau Masalah Baru di Kota Besar?"