Korban KDRT Minta Visum
Mengenal Visum, Langkah Medis yang Lahir untuk Jadi Bukti Ilmiah Kejahatan
Visum yang digunakan polisi sebagai alat bukti dalam menangani satu perkara lahir untuk membantu penegak hukum membuktikan satu kasus secara ilmiah.
Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Visum merupakan istilah yang akrab disebut kepolisian dalam proses penyidikan berbagai kasus tindak pidana, dari kekerasan seksual, pengeroyokan, hingga pembunuhan.
Visum yang digunakan polisi sebagai alat bukti dalam menangani satu perkara lahir untuk membantu penegak hukum membuktikan satu kasus secara ilmiah.
Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati Kombes Edy Purnomo mengatakan visum sebenarnya bukan bidang spesialisi atau bidang ilmu dalam kedokteran.
"Visum itu tindakan medis untuk kepentingan hukum, bisa hukum perdata dan pidana. Jadi bukan spesialisasi ilmu dalam kedokteran, visum juga bukan milik satu bidang kedokteran," kata Edy di RS Polri Kramat Jati, Jumat (15/11/2019).
Lahirnya visum pun tak lepas dari kesulitan penegak hukum membuktikan tindak pidana secara ilmiah sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Edy menuturkan visum pertama kali dikembangkan para dokter di Inggris, negara tempat lahirnya tokoh detektif fiksi terkemuka Sherlock Holmes.
"Visum enggak lepas dari filosofi di dunia kepolisian, yaitu tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak. Visum memperlakukan manusia sebagai yang membawa alat bukti kejahatan," ujarnya.
Pun berawal dari ilmu kedokteran bidang forensik, visum melibatkan seluruh bidang spesialisi dalam ilmu kedokteran untuk mengungkap bukti kejahatan.
Dari dokter spesialis bidang anak, spesialis bidang bedah, spesialis mata, spesialis toksikologi, spesialis anestesia, spesialis jiwa, dan lainnya.
"Visum melibatkan seluruh dokter spesialis dalam satu rumah sakit. Karena masing-masing korban ditangani sesuai kasus dan lukanya. Contoh kasus kekerasan seksual ditangani bidan," tuturnya.
Di RS Polri Kramat Jati, para korban berbagai kasus yang berkaitan dengan dengan hukum dilayani Sentra Visum dan Medikolegal.
Medikolegal sendiri artinya berkaitan dengan hukum sebagaimana filosofi tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak.
"Karena kedokteran itu ilmu jadi bersifat dinamis, sampai sekarang masih terus berkembang. Di Indonesia visum termasuk baru, Sentra Visum dan Medikolegal RS Polri sendiri baru ada tahun 2012," lanjut Edy.
Lantaran berkaitan dengan hukum, setiap orang yang hendak membuat visum untuk harus didampingi polisi atau setidaknya pengacara.
Edy menyebut prosedur tersebut berlaku pasti di seluruh rumah sakit yang mampu melayani pembuatan visum.
"Minimal harus didampingi pengacara, enggak bisa datang sendiri terus minta visum. Bedanya kalau didampingi polisi gratis, kalau didampingi pengacara bayar," sambung dia.
Perihal prosedur visum di Sentra Visum dan Medikolegal RS Polri Kramat Jati, Edy mengatakan awalnya para korban mendaftar di bagian administrasi bersama polisi atau pengacara.
Selanjutnya korban diarahkan ke bagian pemeriksaan lalu diperiksa dokter spesialis sesuai dengan jenis luka yang diderita dan kasusnya.
"Satu korban bisa diperiksa lebih dari satu dokter spesialis. Contoh korban KDRT, kalau luka di bagian wajah ditangani dokter bedah. Lalu traumanya ditangani," ujarnya.
Dokter spesialis yang memeriksa korban tersebut lantas berkonsultasi dengan dokter forensik untuk menentukan derajat luka korban.
Hasil penentuan derajat luka yang tertuang di laporan visum jadi alat bukti yang digunakan polisi menentukan pasal dan membuktikan perbuatan pelaku.
"Kalau barang bukti kan seperti senjata dan baju korban, kalau visum jadi alat bukti. Karena untuk pembuktian pas sidang di pengadilan dokter yang menangani visum dipanggil jadi saksi," tuturnya.