Bocah 14 Tahun Alami Pengeriputan Otak
Fakta-fakta Otak Bocah di Jaksel Mengeriput: Menurun Sejak Tinggal Kelas, Ibunda Dipukul Ayah Tiri
Panggah Jalu Pawane kini terapi sekali sebulan terapi di RSUD Pasar Minggu. Keluarganya terkendala biaya. Ibundanya tetap yakin anaknya sembuh
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU- Sungguh malang nasib yang menimpa Panggah Jalu Pawane.
Bocah laki-laki berusia 14 tahun menderita penyakit pengeriputan otak. Bocah yang beralamt di Swadaya 1 RT 07/RW 10, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan kini hanya bisa terbaring lemah.
Berikut rangkuman TribunJakarta:
1. Tidak bisa gerakkan badan
Tubuhnya tampak sangat kurus dan kaku. Terlihat selang kecil memasuki lubang hidungnya.
Ia sudah tidak bisa lagi menggerakkan anggota tubuhnya.
Di samping itu, Panggah juga tidak mampu lagi berbicara.
Interaksi yang bisa dilakukan Panggah hanya membuka mata dan mulutnya, serta mengeluarkan suara seperti lolongan.
bunda Panggah, Puji Utami (48), mengatakan penyakit itu diderita Panggah sejak hampir setahun lalu, tepatnya 1 Desember 2018.
"Awalnya jatuh, terus kejang-kejang. Di bawa ke RS Jati Padang, lalu dirujuk ke RS Koja. Di sana dirawat sampai 19 Desember 2019," kata Puji saat ditemui di rumahnya, Senin (25/11/2019).
2. Gejala awal
Panggah menunjukkan gejala-gejala yang tidak biasa sebelum mengidap penyakit pengeriputan otak.
Penyakit itu lah yang membuatnya lumpuh tak berdaya dan hanya terbaring lemas di kasur.
Puji Utami mengatakan kondisi anaknya mulai menurun sejak dinyatakan tidak naik ke kelas 6 Sekolah Dasar (SD).
"Habis nggak naik kelas itu anak saya jadi pendiam," kata Puji saat ditemui di rumahnya di kawasan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).
"Mungkin dia malu atau bagaimana, saya nggak tahu persis," sambungnya.
Puji melanjutkan, Panggah kian murung setelah mengetahui ibundanya menikah lagi dengan seorang pria.
Ayah kandungnya sudah meninggal dunia sejak Panggah masih berusia delapan bulan.
"Dia lihat saya dipukul sama ayah tirinya. Mungkin mentalnya terganggu setelah itu," tuturnya.
Tubuh Panggah tampak sangat kurus dan kaku. Terlihat selang kecil memasuki lubang hidungnya.
3. Jual barang-barang demi biaya pengobatan
Puji harus hidup dalam kondisi serba terbatas sejak anak bungsunya, Panggah Jalu Pawane (14), menderita sakit pengeriputan otak.
Ia terpaksa menjual sejumlah barang-barang berharga untuk biaya pengobatan anaknya.
"Kamera, laptop, motor sudah saya jual buat biaya berobat," kata Puji saat ditemui di rumahnya di Jalan Swadaya 1, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).
Bahkan, belum lama ini ia juga menggadaikan satu ponselnya lantaran menunggak biaya listrik selama tiga bulan.
"Digadai dapat Rp 1 juta. Buat bayar listrik tiga bulan Rp 600 ribu. Sisanya buat sambung hidup lah," ujarnya.
Puji mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp 350 ribu untuk biaya terapi anaknya per bulan.
Belum lagi sereal dan susu untuk nutrisi Panggah. Di sisi lain, penghasilannya selama sebulan hanya Rp 1,3 juta.
"Saya buruh cuci dan setrika di daerah Kuningan. Ongkos jalan buat ke sana juga lumayan," ucap Puji.
4. Yakin anaknya akan sembuh

Pudji yakin anak bungsunya tersebut bisa sembuh total.
Panggah menderita penyakit pengeriputan otak sejak Desember 2018 lalu.
"Saya yakin anak saya sembuh total, tinggal tunggu mukjizat Allah," kata Pudji di rumahnya.
Saat ini, Panggah hanya menjalani perawatan di rumah. Namun, setiap sebulan sekali, ia membawa Panggah terapi di RSUD Pasar Minggu.
Orangtuanya bersedia menerima donasi untuk biaya pengobatan Panggah melalui rekening 3248 01 021824 531 atas nama Pudji Utami.
5. Komentar Ketua RT
Ketua RW 10 Pejaten Timur, Jamiat Amir Hudaya, menduga orangtua Panggah Jalu Pawane (14), bocah yang mengalami pengeriputan otak, kurang proaktif.
Pasalnya, ia mengaku tak pernah menerima laporan soal sakit yang diderita Panggah.
"Bilamana ada temuan, Posyandu selalu koordinasi dengan kami. Ini kemungkinan besar pihak orangtuanya yang kurang proaktif terhadap kegiatan di Posyandu," ujar Jamiat saat ditemui di Gedung Posyandu RW 10 Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).
• Puluhan WNA Asal Tiongkok yang Diamankan Terkait Penipuan Via Telpon
• Pendaftaran CPNS 2019, Ini Formasi yang Belum Ada Pelamar & Sederet Instansi dengan Peminat Terendah
• Gerebek Rumah Mewah di PIK Terkait Penipuan, Polisi Amankan 4 WN China dan 2 WNI
Jamiat mengatakan, pihaknya juga tidak sempat melakukan pengecekan terhadap satu per satu warganya.
Menurutnya, hal itu sulit dilakukan mengingat banyaknya warga di wilayah RW 10.
"Untuk ke masing-masing rumah cukup sulit karena jumlahnya cukup padat di RW 10. Satu RT itu bisa 300 rumah," kata Jamiat.
"Dan kadang, ada warga yang malu untuk melapor karena suatu hal. Kita kan bukan dewa," tambahnya. (Annas Furqon Hakim)