Sebut Presiden Jokowi Tak Paham Pancasila, Rocky Gerung Beberkan Alasan & Singgung Iuran BPJS
Pengamat politik Rocky Gerung lantang menyebut Presiden Jokowi tak mengerti Pancasila.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Rr Dewi Kartika H
Blok tersebut tampak terlihat mewah dari luar.
Namun nyatanya di salah satu blok tersebut ada perkampungan kumuh yang tersembunyi.
• Bocorkan Gaji Fantastis CPNS Pemprov DKI Jakarta, Anies Baswedan: Bisa Hidup Layak di Jakarta
"Pak Tito faktanya kacau,gini saya pernah bikin riset kecil di Beijing," kata Rocky Gerung dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Kompas TV, pada Jumat (29/11/2019).
"Di belakang Forbiden City ada dua blok yang sama-sama mewah,"
"Yang sebelah kiri itu benar-benar mewah, yang sebelah kanan itu cuma pagarnya,"
"Itu cara Beijing menutupi kemiskinan, dibikin seolah-olah mewah ketika dintip di dalamnya..." imbuhnya.
• Sarwendah Beberkan Porsi Betrand Peto Minum ASI-nya, Melaney Ricardo Kaget: Serius Gak Sih?
Rocky Gerung menilai Tito Karnavian tak memperhatikan detail saat membuat sebuah perbandingan.
"Pak Tito kalau bikin perbandingan itu yang detail," ucap Rocky Gerung.
Tak hanya itu Rocky Gerung menilai ucapan Tito Karnavian yang menyebut Jakarta seperti kampung sama saja dengan menghina Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
• Tim Hukum FPI Ngaku Sulit Urus SKT, Jawab Ini Saat Disinggung Ucapan Rizieq Jokowi Presiden Ilegal
"Kedua kritik saya artinya Tito kalau diperluas Jakarta lebih buruk dari Beijing, Shanghai," ucap Rocky Gerung.
"Berarti Indonesia lebih buruk dari China,"
"Itu menghina NKRI," timpalnya.
• Pemuda di Aceh Nekat Cegat Istri TNI di Jalan Desa, Niat Bejatnya Gagal Setelah Korban Berteriak
Dilansir dari Kompas.com Ucapan Tito ini bermula saat dirinya membahas sistem demokrasi yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi.
Tito menyebutkan, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang menganut sistem demokrasi mengalami pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan.
"Jadi, terjadi semacam kegalauan atas demokrasi karena yang tidak menggunakan sistem tersebut ekonominya melompat (lebih maju). Vietnam misalnya, sosialis kondisinya ekonominya melompat," tutur Tito.
Selain itu, dia juga mencontohkan Thailand yang mana saat ini junta militer mengambil alih sistem demokrasi.
"Supremasi sipil (di Thailand) diambil alih jadi junta militer dan ekonominya jalan. Juga di tempat lain Mesir yang tadinya diterapkan demokrasi, berantakan diambil oleh militer juga, " papar Tito.
Dirinya kembali menyinggung China yang mengalami kemajuan ekonomi pesat meski tidak menganut demokrasi.
"Di China hanya satu partai. Non-demokrasi, itu melompat ekonominya," ungkapnya.
Bahkan saat ini, lanjut Tito, ekonomi China mulai melampaui Amerika Serikat hanya dalam waktu 20 tahun.
Padahal, pada masa lalu banyak pihak yang meragukan negara Tirai Bambu itu.
Sejalan dengan kondisi ekonomi yang semakin baik, menurut Tito, tata kelola lingkungan di China juga semakin bagus.
Hal ini, kata dia, dilihat dari perkembangan tata kota China yang membaik.
"Tahun 1998 saya masih ingat, saya kebetulan (menempuh pendidikan) Sesko di Australia saat itu, dan sedang studi banding ke China. Saat itu Kota Beijing dan Kota Shanghai masih banyak yang naik sepeda," ungkap Tito.
"(Saat itu) dibandingkan dengan Jakarta, Beijing (dan Shanghai) kayak kampung. Rumah-rumah kumuh, sungai kotor dan hitam banyak di mana-mana. Sepeda masih di jalan-jalan," lanjut Tito.
Dua tahun kemudian, yakni pada 2000, Tito kembali ke China dalam rangka tugas investigasi.
Saat itu sepeda motor mulai banyak digunakan masyarakat China.
Selanjutnya, pada 2004 Tito juga mengunjungi China.
"Tahun 2004 mulai mobil sudah, tapi tidak begitu bagus. Beberapa tahun kemudian saya datang lagi mulai terlihat infrastruktur, transportasi berkembang. Mobil mengkilat sudah banyak sekali," katanya.
"Tahun kemarin saya datang ke sana dalam rangka interpol conference di hotel yang sama, saya melihat sungai yang sama (seperti yang dia lihat tahun-tahun sebelumnya) sudah banyak orang yang berenang di situ. Airnya bersih, jernih, dulunya hitam pekat. Dan kemudian kita melihat Beijing sudah mirip-mirip seperti Washington DC, Shanghai sudah mirip-mirip New York," tambahnya.