Masih Satu Rumpun, Kelompok Abu Sayyaf Diyakini Tak Bunuh 3 Nelayan Indonesia yang Ditawan
Tiga nelayan Indonesia ditawan kelompok milisi Abu Sayyaf sejak September 2019 lalu. Fauka Noor Farid mengatakan ketiganya berpeluang selamat.
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR REBO - Tiga nelayan Indonesia yakni, Maharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27) ditawan kelompok milisi Abu Sayyaf sejak September 2019 lalu.
Pemerintah Indonesia hingga kini masih berupaya membebaskan ketiganya tanpa perlu membayar uang tebusan Rp 8,3 miliar yang diminta.
Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Fauka Noor Farid mengatakan ketiganya berpeluang selamat atau tak dibunuh.
"Saya pikir kalau dia menawan orang Indonesia ada kultur, makannya bahwa Indonesia dan Filipina masih dalam satu rumpun dan mayoritas Islam, Muslim. Saya pikir mereka masih punya hati," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).
Selain masalah kultur, dia menilai kelompok Abu Sayyaf tak murni kelompok teroris yang langsung membunuh tawanan.
Fauka menuturkan permintaan uang tebusan jadi bukti kelompok Abu Sayyaf lebih tepat digolongkan sebagai bajak laut atau perompak.
"Teroris itu kelompok memperjuangkan ideologi. Abu Sayyaf ini arahnya sudah bagaimana sudah ke arah bagaimana untuk hidupnya mereka. Jadi mereka menawan hanya untuk meminta tembusan," tuturnya.
Fauka membenarkan bila kelompok Abu Sayyaf pernah membunuh tawanan karena otoritas terkait ogah membayar uang tebusan.
Namun dia mencontohkan pembebasan sandera sepuluh warga negara Indonesia lewat negoisasi yang melibatkan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein jadi negosiator.
Menurutnya keberhasilan negoisasi yang dilakukan tahun 2016 lalu jadi bukti kelompok Abu Sayyaf tak menutup upaya negoisasi.
"Kejadian kemarin juga yang kapal kita disandera juga bisa dibebaskan, yang melibatkan Kivlan Zen dengan cara negoisasi. Tidak perlu kita menurunkan pasukan, kita pendekatannya bisa pendekatan kultur dan agama," lanjut Fauka.
Dalam setiap kasus penawanan, Fauka mengatakan ada cara pembebasan sandera yakni negoisasi dan represif atau berupa tindakan.
Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini yakin pemerintah sudah mempertimbangkan untung, rugi setiap langkah pembebasan.
"Pembebasan tawanan dengan cara tindakan represif atau dengan pengerahan pasukan adalah jalan terakhir manakala negoisasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan dengan baik," sambung dia.
• Fakta Istri Muda Hajar Suami Stroke Sampai Berdarah, ART Bocorkan Kelakuan HT ke Korban Tiap Hari
• El Clasico Barcelona Vs Real Madrid, Laga Berebut Puncak Klasemen