Hindari Istrinya yang Sering Kasar, Waryoto Merantau ke Jakarta dan Puluhan Tahun Jualan Getuk

Hindari istrinya yang selalu bersikap kasar, Waryoto merantau dari Banjarnegara ke Jakarta dan puluhan tahun berjualan getuk.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Waryoto, penjual getuk keliling, Kamis (19/12/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK GEDE - Di antara jajaran kendaraan roda dua, tampak gerobak getuk yang sudah usang ikut terparkir.

Tak jauh dari sana tampak seorang lelaki berusia senja sedang meminum segelas es teh manis untuk melepas dahaga.

Sambil duduk santai, lelaki tersebut memegang gelas dan meminum esnya perlahan.

Sesekali ia tampak mengelap peluh keringat yang menetes begitu saja.

"Lelah saya neng," ucapnya pertama kali kepada TribunJakarta.com, Kamis (19/12/2019).

Lelah menjadi gambaran kondisi lelaki yang diketahui bernama Waryoto (72) pada saat itu.

Waryoto merupakan warga Banjarnegara, Jawa Tengah yang sudah merantau ke Ibu Kota sejak tahun 1975.

"Saya sudah di Jakarta sejak tahun 1975. Dulu saya naik bus dan bayarnya masih Rp 3 ribu sudah sampai Jakarta," ucapnya.

Saat itu, ia memilih merantau untuk mengikuti jejak 2 saudaranya yang lebih dulu merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Selain itu, Waryoto juga memiliki alasan lainnya yakni untuk menghindari istri pertamanya yang bernama Sarumi.

Diceritakannya, sejak usianya menginjak 21 tahun, Waryoto sudah menikah dengan orang sekampungnya.

Di awal pernikahannya, semuanya tampak biasa saja dan Waryoto menjalani aktivitasnya sebagai petani di ladang milik orang lain.

Hingga beberapa tahun belakangan sifat Sarumi berubah menjadi kasar dan sering marah perihal perkara yang tak jelas.

"Dia mulai aneh kan sampai maghrib suka keluar bawa pisau. Saya yang takut. Akhirnya saya kepikiran pengin cerai," ungkapnya.

Keinginannya pun semakin menjadi-jadi ketika Sarumi mulai berlaku kasar dan dapat melukai Waryoto.

"Akhirnya saya mintakan surat cerai sama penghulu karena dulu belum seperti sekarang."

"Saya serahkan ke kakak lelakinya. Lalu saya langsung tinggal ke Jakarta."

"Karena memang kalau saya masih di kampung dia tak mau diceraikan," katanya.

"Jadi saya ke Jakarta buat hindari dia juga," tambahnya.

Selama di Jakarta, Waryoto bekerja sebagai pencari rumput untuk pakan ternak mengikuti adik lelakinya yang lebih dulu merantau.

Selama tiga tahun ia menetap di daerah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebelum memutuskan kembali ke kampungnya.

"Itu juga saya dapat 3 tahun doang di Jakarta karena memang niatnya menghindari Sarumi."

"Pas adik saya ke Kalimantan saya ke kampung lagi kerja serabutan."

"Alhamdulillahnya Sarumi sudah menikah lagi dan dia sudah berubah," katanya.

Tak memiliki sawah ataupun kebun, membuat Waryoto hidup kesulitan di kampung.

Akhirnya ia pun ikut bekerja di sebuah toko besi dibagian pengiriman.

Sehingga waktunya lebih jarang di rumah dan justru sering kembali ke Ibu Kota.

Akibatnya, tepat di tahun 2014 lalu, Waryoto memutuskan kembali menetap di Ibu Kota.

"Pokoknya setelah balik ke kampung saya ikut kerja bagian pengiriman dan akhirnya menikah untuk kedua kalinya,"

"Pas anak saya sudah 4, saya kepengin lagi kerja di Jakarta."

"Akhirnya saya datang dan ikut teman kerja jualan getuk di Bekasi."

"Untuk tinggalnya di kontrakan milik bos saya di Jatimakmur," jelasnya

Saat ini, Waryoto menekuni berjualan getuk keliling sejak pagi hingga sore hari.

Ia pun biasanya berkeliling sekitaran Bekasi dan Jakarta Timur.

Sedangkan untuk penghasilannya, Waryoto mengatakan tak pernah menentu.

"Ya ketimbang di kampung pekerjaan juga sulit, rumah jarang. Mending kerja di Jakarta, rumah banyak jadi keliling jualan begini pasti laku. Minimal penghasilan bersih saya setelah setoran Rp 80-100 ribu perhari," katanya.

Sistem Setor

Melihat kondisi ekonomi di kampung yang sulit, Waryoto mengaku senang usai mendapatkan pekerjaan di daerah Bekasi.

Meski hanya berjualan getuk, Waryoto malah menekuni pekerjaan tersebut.

Selain memiliki penghasilan yang lumayan, Waryoto juga menuturkan sistem jualannya yang sangat menguntungkan.

"Jualan ini sistemnya setoran. Jadi nanti 1/3 dari hasilnya untuk saya," katanya.

Selain itu, hal lain yang membuatnya betah berjualan getuk di usia senja ialah memiliki bos yang baik.

"Enaknya lagi tiap makan pagi dan sore saya dapat dari bos selain kontrakan yang gratis."

"Jadi kita cuma jualin aja. Makanya saya masih semangat jualan dan enggak mau ngandelin uang dari anak-anak saya," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved