Sisi Lain Metropolitan

Tya Bocah Yatim Penjual Bakpao Keliling Menangis Jejeritan, Uang Dagangannya Seharian Hilang

Pantang bagi Tya (12) meminta jajan ke ibunya karena hanya sebagai kuli pungut di Pasar Induk Kramat Jati. Keinginan terbesarnya adalah bersekolah.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Deni dan Tya, bocah penjual bakpao di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (3/1/2020).   

Sejak pagi hingga jam lima sore, Tya berkeliling menjajakan bakpao milik Umi.

Ia hanya mengambil untung Rp 1 ribu per bakpao.

"Alhamdulillah Rp 30 ribu pasti dapat dari upah jualan bakpao. Lumayan buat jajan," kata dia.

Siang itu, Tya mengajak Deni berjualan bakpao di sekitar Perumahan Bulak Rantai, Kramat Jati, Jakarta Timur.

"Bakpao, bakpao, bakpao," teriak Tya diikuti Deni ke pengendara yang melintas di depannya.

Semakin kencang keduanya berteriak lantaran suasana sekeliling tak begitu ramai.

Setiap pengendara melintas keduanya segera menawarkan bakpao yang mereka jual.

Ketika jalanan sepi dari orang melintas, keduanya menyempatkan diri bermain bersama.

Mereka kembali berteriak ketika melihat pengendara yang lewat.

"Bakpao murah pak, bu," kata mereka menawarkan diri.

Sebelum berjualan bakpao, Tya hanya membantu membersihkan rumah selagi Jas memungut barang sisa di pasar.

Terkadang sejumlah tetangga meminta Tya untuk membelikan sesuatu di warung.

"Saya suka disuruh ke warung atau beli apa sama orang, nanti diupahin. Nah uang itu yang buat jajan," terang Tya.

Sebelum ketahuan ibunya, Tya berdagang bakpao sampai malam sampai bolos mengaji.

"Waktu awal-awal saya enggak bilang sama emak. Lama-lama dia marah karena saya pulang malam terus."

"Akhirnya Umi bilang sama emak kalau saya jualan. Akhirnya enggak diomelin," ungkap Tya.

Namun, Jas tetap memperbolehkan Tya berjualan tapi harus pulang ke rumah paling telat pukul 17.00 WIB.

Jas mengkhawatirkan kondisi Tya, apalagi lingkungan perumahan tempat ia berjualan terbilang sepi.

"Jalanan di sini sepi, banyak culik. Ini zaman gila," ucapan emaknya yang selalu Tya ingat.

"Sekarang Tya bawa bakpaonya enggak banyak, habis enggak habis."

"Yang penting sore sudah pulang, karena malamnya ngaji," jelas Tya.

Pesan sang ibu yang menyuruhnya selalu hati-hati dan tak lagi pulang malam akan selalu Tya ingat.

Sementara belum jelas kapan keinginannya bersekolah terwujud, Tya tetap menuntut ilmu meski bukan di sekolah formal.

Sejak beberapa tahun lalu, Tya memutuskan ikut pengajian rutin di dekat rumahnya, Gang Haji Ali, Kramat Jati.

"Kalau belum bisa sekolah ya enggak apa-apa. Yang penting saya bisa ngaji," katanya.

Lewat pengajian rutin bakda Magrib yang ia hadiri dari Senin sampai Jumat, Tya bisa membaca huruf hijaiyah dan alfabet.

"Dari mengaji kenal banyak teman. Saya diajarin baca juga. Sekarang bisa ngaji, bisa baca juga meski masih dieja," ucapnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved