Polemik Pembelian Speaker Rp 4 Miliar
5 Fakta Polemik Rencana Pembelian Speaker Rp 4 Miliar Untuk Peringatan Dini Bencana
Adapun dana sebesar Rp 4 miliar telah disiapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk membeli enam set speaker tersebut.
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Rencana Pemprov DKI membeli enam set perangkat pengeras suara atau speaker untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana menuai protes dari anggota dewan Kebon Sirih.
Adapun dana sebesar Rp 4 miliar telah disiapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk membeli enam set speaker tersebut.
Dana sebesar itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
TribunJakarta.com pun coba merangkum beberapa fakta terkait polemik pembelian enam set pengeras suara seharga Rp 4 miliar tersebut.
1. Diklaim Memiliki Fitur Canggih
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI M. Ridwan mengklaim, pengeras suara itu memiliki harga selangit lantaran dilengkapi sejumlah fitur canggih.
Ia menyebut, ada dua fitur unggulan yang terdapat di speaker tersebut, yaitu Automatic Weather Sensor (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR).
Pengeras suara yang dinamakan Disaster Warning System (DWS) ini nantinya akan tergabung dalam sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) BPBD DKI.
"Alatnya memang pakai toa, tapi bukan menggunakan toa seperti yang ada di masjid," ucapnya, Rabu (15/1/2020).
2. Sudah Ada 14 Speaker yang Dipasang di Lokasi Rawan Banjir Sepanjang 2019
BPBD DKI Jakarta menyebut, enam set speaker canggih ini akan ditempatkan di lokasi-lokasi rawan banjir yang belum memiliki alat peringatan dini.
"Nantinya akan dipasang di Tegal Alur, Rawajati, Makasar, Jati Padang, Kedoya Selatan, dan Cililitan," kata Ridwan.
Adapun rencana pembelian enam set perangkat suara ini untuk melengkapi alat serupa yang sebelumnya telah dipasang di 14 titik berbeda selama tahun 2019 lalu.
Berikut 14 titik pemasangan DWS pada tahun 2019 lalu :
1. Ulujami, Jakarta Selatan
2. Petogogan, Jakarta Selatan
3. Cipulir, Jakarta Selatan
4. Pengadegan, Jakarta Selatan
5. Cilandak Timur, Jakarta Selatan
6. Pejaten Timur, Jakarta Selatan
7. Rawa Buaya, Jakarta Barat
8. Kapuk, Jakarta Barat
9. Kembangan Utara, Jakarta Barat
10. Kampung Melayu, Jakarta Timur
11. Bidara Cina, Jakarta Timur
12. Cawang, Jakarta Timur
13. Cipinang Melayu, Jakarta Timur
14. Kebon Pala, Jakarta Timur
3. Dikritik DPRD dan Disebut Cara Kuno
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI William Aditya Saran menjadi yang pertama mengkritik rencana pembelian enam set pengeras suara canggih tersebut.
Politisi muda ini menyebut, sistem peringatan dini dengan menggunakan pengeras suara merupakan cara kuno.
"Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II ya. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern," ucapnya, Kamis (16/1/2020).
Hal senada turut disampaikan Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono.
Ia menilai, seharusnya dengan anggaran APBD 2020 yang nilainya mencapai Rp 87 triliun lebih, seharusnya Pemprov DKI bisa mengembangkan sistem peringatan dini yang jauh lebih canggih dengan memanfaatkan teknologi.
"Yang paling efektif itu memanfaatkan teknologi. Memaksimalkan teknologi yang ada, bukan mengembalikan ke zaman batu," kata Gembong saat dikonfirmasi, Kamis (16/1/2020).
Bahkan, politisi senior ini berkelar sebaiknya Pemprov DKI membeli kentungan dibandingkan menggelontorkan dana miliar rupiah untuk membeli speaker.
"Kalau saya sih malah justru jangan pakai toa, tapi pakai kentungan saja sekalian," ujarnya berkelakar.
"Kalau toa Rp 4 miliar, kalau kentungan kan cuma Rp 100 ribu," tambahnya menjelaskan.
4. William PSI Beri Saran Pemprov DKI Kembangkan Sistem Peringatan Dini Warisan Ahok
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI William Aditya Sarana mengungkapkan, pada era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, sebenarnya Pemprov DKI telah meluncurkan sistem peringatan dini bencana berbasis aplikasi.
"Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi Pantau Banjir yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir," ujarnya.
Melalui fitur tersebut, politisi muda itu menyebut, masyarakat dapat segera mendapat pemberitahuan bila tinggi muka air di pintu air sudah dalam posisi bahaya.
"Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya, serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah," kata William.
Tak hanya itu, melalui aplikasi itu, masyarakat juga bisa melihat kondisi pintu air, kondisi pompa air, dan ketinggian air di setiap RW jika banjir.
Namun sangat disayangkan, fitur Siaga Banjir pada aplikasi Pantau Banjir telah dihilangkan pada versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020.
"Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbari saat ini sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Daripada membeli beberapa berangkat speaker untuk peringatan dini bencana, William menyarankan Pemprov DKI untuk kembali mengembangan aplikasi warisan Ahok tersebut.
"Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras duara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya," ucapnya, Kamis (16/1/2020).
• Warga Matraman Temukan Tumpukan Bangkai Ayam dalam Mobil Boks, Sopir Kabur
• Tak Kunjung Muncul di Latihan Persija Jakarta, Kemana Evan Dimas?
• Bursa Transfer Persija Jakarta - Rumor Kembalinya Renan Silva ke Skuat Macan Kemayoran
5. Pemprov DKI Disebut Tak Bisa Intervensi Pembelian Speaker Rp 4 M
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menyebut, pihaknya tak bisa mengintervensi pembelian pengeras suara atau speaker senilai Rp 4 miliar ini.
Pasalnya, pengadaan pengeras suara tersebut merupakan tanggung jawab dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait atau dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta.
"Kalau isi kegiatan itu menjadi wewenang dan tanggung jawab SKPD. Kamu perlu apa, ada apa, mereka yang tanggung jawab," ucapnya, Kamis (16/1/2020).
"Kita tidak pernah intervensi, kalau saya intervensi salah," tambahnya menjelaskan.