Sisi Lain Metropolitan
15 Tahun Tobiin Sembunyikan Kerjaan Jadi Penjual Es Kue Keliling, Begini Caranya Bertemu Sang Anak
Selama 15 tahun sembunyikan pekerjaan, Tobiin ungkap caranya bertemu sang anak yang ada di Jakarta.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PONDOK MELATI - Selama 15 tahun sembunyikan pekerjaan, Tobiin ungkap caranya bertemu sang anak yang ada di Jakarta.
Tobiin merupakan ayah 3 anak yang sedari bujang sudah merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib.
Saat bujang, Tobiin sempat menjadi tenaga pengajar di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Selama 2 tahun dirinya menjadi guru agama, lalu mengundurkan diri akibat penghasilan yang terbilang minim.
Selanjutnya, ia memilih menjadi pedagang nasi goreng di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sayangnya, setelah 10 tahun berjalan, ia memilih untuk tutup dan mengambil dagangan dari orang lain karena faktor usia yang mulai menua.
Tak ayal, pilihannya itu membuatnya pindah ke daerah Bekasi setelah menjadi penjual es kue keliling sejak tahun 2005 lalu.
Sampai saat ini, es kue masih menjadi mata pencaharian sehari-seharinya disela mengurusi sawah dan sekira 8.000 meter kebun cengkeh, pete serta jengkol di kampungnya, Tegal, Jawa Tengah.
Menurutnya hasil penjualan es kue digunakan untuk kehidupan sehari-harinya saja dan mengisi waktu luang bila di kampung sudah tak lagi musim panen.
Selain itu, penghasilan dari berjualan es kue juga disisihkan untuk biaya kuliah anaknya.
"Anak pertama saya, Hayatullah sekarang sudah kerja tadinya dia kuliah di UIN selanjutnya, anak kedua saya, Nahib juga lagi kuliah semester 7 di Mercu Buana. Nah kalau si bungsu, Halimah sedang ikut-ikut tes masuk kuliah," katanya kepada TribunJakarta.com, Senin (10/2/2020).
Kendati demikian, selama 15 tahun menjadi penjual es kue keliling, Tobiin menyimpan rapat rahasia perihal profesinya itu dari anak-anaknya.
Sehingga ketika anak pertama dan keduanya yang berada di Jakarta memintanya bertemu, ia selalu memilih bertemu di luar.
"Selama ini keluarga enggak tahu kan. Anak pertama dan kedua saya yang di Jakarta juga enggak tahu. Jadi kalau mereka lagi butuh apa, ya janjian aja," katanya.
"Pak saya lagi butuh uang buat beli laptop," ujarnya menirukan suara satu diantara dua anaknya kala itu.
"Iya bapak usahakan," jawabnya.
"Itu hanya salah satu contoh ya. Setelah saya ada uangnya saya telepon anak saya dan ajak janjian di Stasiun Kalibata," ungkapnya.
Usai menentukan jam berapanya, Tobiin menyempatkan diri untuk berjualan lebih dulu. Kemudian segera berangkat menuju tempat yang dijanjikan.
"Pas sampai saya selalu mampir di warteg atau warkop. Saya titip boks es kue ini dulu, biar anak saya enggak curiga. Baru saya datangi dia di stasiun," katanya.
Akibat selalu bertemu di luar, suatu waktu anak keduanya sempat merajuk untuk mampir di kontrakan Tobiin.
"Pak saya kehujanan, saya dekat tempat bapak ini. Saya mampir ke kontrakan bapak dulu ya?" tanya anaknya saat itu.
"Enggak usah nak, kamu langsung pulang aja. Di kontrakan lagi ramai," jawab Tobiin singkat.
"Itu mungkin karena anak saya penasaran juga ketemu di luar mulu. Kan dia enggak tahu bapaknya kerja apa dan ngontrak sama bos," katanya.
Kendati demikian, Tobiin menegaskan tak bermaksud merahasiakan ini semua dari keluarganya.
Ia melakukan semua ini agar anaknya tak malu dan berkecil hati ketika mengetahui ayahnya bekerja sebagai penjual es kue keliling selama di Bekasi.
"Saya cuma takut kalau jujur mereka semua malu. Selain itu mereka jadi kasian sama saya dan enggak kepingin kuliah. Yang saya takutin mereka malah berucap saya mau bantu bapak aja. Itu yang enggak mau saya dengar. Biarpun saya bodoh, anak-anak saya harus maju," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Tobiin berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak merasa malu ataupun berkecil hati bila mengetahui profesi pekerjaan ayahnya yang sebenarnya.
Tobiin hanya ingin anak-anaknya terus melanjutkan cita-citanya dan tak memikirkan pekerjaannya.
"Ini kan istilahnya seperti pekerjaan sampingan selama merantau aja. Tapi penghasilan pokok saya juga terbantu dari kebun dan sawah di kampung. Jadi anak-anak bapak enggak usah khawatir. Insya Allah bapak punya rezeki untuk kalian dan bisa mengantarkan kalian semua sampai lulus kuliah," tandasnya
Takut Keluarga Malu
Takut keluarganya malu, Tobiin (54) diam-diam jalani profesinya.
Terhitung saat ini sudah 15 tahun Tobiin, pria asli Tegal, Jawa Tengah menjalani hidupnya sebagai penjual es kue keliling.
Tempat es berukuran sedang dan berwarna coklat selalu dibawanya sejak pagi dari kontrakannya di daerah Pondok Melati, Bekasi.
Tak lupa ia selalu mengenakan topi kesayangannya untuk melindungi kepalanya dari cuaca yang akhir-akhir kerap tak bersahabat.
"Sudah lama saya jualan begini. Ada kali 15 tahunan," ucapnya singkat kepada TribunJakarta.com, Senin (10/2/2020).
Selama 15 tahun bekerja, Tobiin menuturkan tak memiliki cerita unik. Kehidupan yang dijalaninya selalu pasang surut.
"Namanya orang dagang, kadang habis kadang engga. Jadi saya setoran ke bos sesuai barang yang habis di jual aja," sambungnya.
Namun, ada hal penting yang selalu dijaganya selama 15 tahun belakangan ini. Selama ini, Tobiin selalu merahasiakan profesinya dari keluarganya maupun para tetangganya di kampung.
"Tapi selama ini keluarga saya enggak ada yang tahu saya kerja apa. Sampai anak pertama dan kedua saya pada kuliah di Jakarta juga saya enggak ngaku kerha apa," ungkapnya.
'Malu', menjadi kata yang selalu keluar dari mulutnya.
Tobiin mengaku profesinya pekerjaan yang saat ini dijalaninya, membuatnya tak percaya diri dan kadung takut membuat anak-anaknya patah semangat.
"Anak pertama saya, Hayatullah sekarang sudah kerja tadinya dia kuliah di UIN Selanjutnya, anak kedua saya, Nahib juga lagi kuliah semester 7 di Universitas Mercu Buana. Nah kalau si bungsu, Halimah sedang ikut-ikut tes masuk kuliah," katanya.
"Saya cuma takut kalau jujur mereka semua malu. Selain itu mereka jadi kasian sama saya dan enggak kepingin kuliah. Yang saya takutin mereka malah berucap saya mau bantu bapak aja. Itu yang enggak mau saya dengar. Biarpun saya bodoh, anak-anak saya harus maju," tambahnya.
Sebenarnya, Tobiin bukanlah tipekal yang tertutup.
Namun, keadaan memaksanya menutup rapat rahasia tersebut selama belasan tahun demi kebaikan bersama.
Dulunya, saat Tobiin memiliki pekerjaan yang menurutnya jelas, ia terbuka kepada keluarganya perihak profesinya.
Sebab, dulunya Tobiin merupakan seorang guru agama di salah satu sekolah di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
"Dulu dibayarnya perjam. Bayarannya murah, akhirnya saya hanya bertahan sampai 2 tahun.Habis situ saya dagang nasi goreng di Pasar Minggu. Karena capek dan sudah menua, saya tutup usai 10 tahun berjualan. Kemudian ikut orang dagang roti sampai ke es kue ini. Akhirnya bertahan sampai sekarang," katanya.
Punya kebun dan sawah

Bagi Tobiin, apapun profesi pekerjaannya, ia sudah bertekad bulat akan menguliahkan ke-3 anaknya.
Untuk itu, sawah dan kebun sekira 8.000 meter yang ditanami pala, cengkeh dan bumbu dapur lainnya tak pernah sekalipun ia jual.
"Kalau kuliahin anak dari jualan es kue aja mana bisa. Kan sehari paling panyak juga cuma Rp 50 ribu. Itupun belum dikurang setoran, makan dan lain sebagainya. Makanya saya tetap kerja begini supaya untuk kehidupan sehari-hari dari uang jualan aja. Sementara hasil kebun sama sawah fokus untuk keluaraga aja," ungkapnya.
• Modal Printer & Kertas HVS, Pembuat Uang Palsu di Bekasi Mengaku Terinspirasi Usai Lihat Youtube
• Harga Bawang Putih di Pasar Kopro Jakarta Barat Rp 70.000 Per Kilogram, Pembeli Menurun Drastis
Akhirnya, selama anak-anaknya kuliah, Tobiin selalu mengandalkan hasil kebun dan sawahnya untuk menutupi kekurangan biaya kuliah maupun kebutuhan kuliah anak-anaknya.
"Ya paling anak saya mintanya laptop karena untuk kuliah kan. Tapi kalau transport biasanya mereka itu pada kerja. Saya gimana anak-anak aja. Mau kuliah sambil kerja juga enggak apa-apa," katanya.
Oleh sebab itu, Tobiin berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak merasa malu ataupun berkecil hati bila mengetahui profesi pekerjaan ayahnya yang sebenarnya.
Tobiin hanya ingin anak-anaknya terus melanjutkan cita-citanya dan tak memikirkan pekerjaannya.
"Ini kan istilahnya seperti pekerjaan sampingan selama merantau aja. Tapi penghasilan pokok saya juga terbantu dari kebun dan sawah di kampung. Jadi anak-anak bapak enggak usah khawatir. Insya Allah bapak punya rezeki untuk kalian dan bisa mengantarkan kalian semua sampai lulus kuliah," ujarnya.