Sisi Lain Metropolitan

Usia 80 Tahun, Paimin Banting Tulang Angkut Sampah Hidupi Keluarga Hingga Cicit

Di usia sudah 80 tahun, dengan rambut dan janggut yang sudah memutih, Paimin menyapu rasa lelahnya dengan senyuman.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Y Gustaman
Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Paimin dan Masenah, saat ditemui di kediamannya di Jalan Masjid Khoiriyah, Makasar, Jakarta Timur, Selasa (11/2/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, MAKASAR - Di usia senjanya, dengan rambut dan janggut yang sudah memutih, Paimin menyapu rasa lelahnya dengan senyuman.

Pria 80 tahun itu tak tega untuk berdiam diri di rumah, tersebab punya tanggung jawab besar agar dapur keluarganya tetap ngebul.

"Capek, habis pulang angkut sampah," ungkap Paimin kepada TribunJakarta.com, Selasa (11/2/2020).

Sejak muda sampai anak punya tiga, Paimin menghidupi keluarganya sebagai tukang cuci piring di salah satu hotel di Jakarta Pusat.

Setelah tenaganya tak lagi dibutuhkan karena faktor usia, Paimin dipensiunkan dan diberi uang bulanan Rp 150 ribu dari hotel tersebut.

Subuh Hubungan Badan dengan Suami, Paginya Janda Anak Satu Ini Kabur dengan Mantan Pacar

Paimin membagikan kisahnya jatuh bangun menghidupi keluarga saat ditemui di rumahnya di Jalan Masjid Khoiriyah RT 11/RW 1, Makasar, Jakarta Timur.

"Dulu saya enggak begini. Saya masih kerja di hotel."

"Nah, saya pensiun barengan sama si bungsu, Riski, lulus SMA," ungkap Paimin.

Ketika kehilangan pekerjaaan tetap, Paimin sulit mendapatkan gantinya.

Sementara anak bungsunya belum diterima bekerja.

Sekian lama menimbang-nimbang dari mana mencari uang, terlinas di benaknya untuk menjadi tukang sampah.

Ia memutuskan mengangkut sampah-sampah warga sekitar rumahnya.

"Kalau saya enggak cari uang, keluarga saya mau dikasih makan apaan kan," kata dia.

Semua sampah itu ia angkut sendiri setiap hari.

"Alhamdulillah saya dapat gerobak sampah dari Kelurahan. Terbantu di situ juga," jelas Paimin.

Paimin dan Masenah, saat ditemui di kediamannya di Jalan Masjid Khoiriyah, Makasar, Jakarta Timur
Paimin dan Masenah, saat ditemui di kediamannya di Jalan Masjid Khoiriyah, Makasar, Jakarta Timur (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Selama menjadi tukang sampah, Paimin tak pernah mematok biaya sampah per bulan ke warga.

Sehingga ia banyak dipercaya warga hingga saat ini untuk membuang sampah rumah tangga.

"Saya buang sampah sama bapak aja," begitu kata warga seperti ditirukan Paimin.

Jika ditotal, Paimin menangani sampah rumah tangga dari 200 orang yang tersebar di sejumlah RT. 

"Alhamdulillah mereka masih percaya sama saya dan tiap bulan rutin bayar," kata dia penuh syukur.

Biasanya, warga membayar Rp 25 ribu untuk uang sampah sebagai jasa telah dibantu Paimin.

"Tapi ada juga yang kasih Rp 50 ribu. Tergantung bagaimana sampahnya aja," ia berseloroh.

Dalam sebulan, penghasilan bersih Paimin berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta, tak tentu.

"Kan, saya juga ngebagi supir sama kenek sampah."

"Mereka tiap hari juga bantuin saya angkutin sampah ke dalam truk," katanya.

Di balik semua itu terselip cerita pilu dalam hidup Paimin.

Dengan upah tak seberapa, Paimin masih menjadi tulang punggung untuk ketiga anaknya.

Bahkan, makan cucu serta cicit juga menjadi tanggungannya.

"Di sini itu kita tinggal bareng-bareng. Makanya, istri saya Masenah (73) selalu masak untuk semua."

"Habis dapat uang selalu dibelikan beras yang karungan besar."

"Yang penting keluarga saya masih bisa makan aja. Saya enggak mikirin diri saya sendiri," katanya.

Di tiap doanya, Paimin selalu meminta kemurahan rezeki untuk anak dan cucunya, kelak mendapat pekerjaan layak dan hidup lebih baik.

"Saya cuma berdoa supaya anak, cucu saya punya kerjaan yang baik."

"Sebab selama ini, mereka membantu biaya juga sekedarnya aja."

"Contohnya seperti anak saya yang kedua, Ade kan jualan sayur."

"Jadi lauknya dibantu dia tiap hari," jelasnya.

Anak Sakit Kanker Kulit

Tak hanya kemiskinan, cobaan demi cobaan terus melingkupi kehidupan Paimin.

Di tengah keterbatasan ekonomi, Didi anak pertama Paimin menderita kanker kulit dan selama ini tak bekerja.

"Baru ketahuannya dua tahun belakangan ini. Makanya biaya dia dan anak-anaknya saya yang tanggung," kata Paimin.

Kasih sayang Paimin sebagai orangtua tak pernah luntur.

Ia rutin membantu biaya pengobatan Didi sebesar Rp 100 ribu tiap dua hari sekali.

"Alhamdulillahnya rezeki saya ada saja. Kadang ada orang di jalan kasih saya uang."

"Jadi saya dahulukan buat Didi. Biar pun dia pakai BPJS tapi kalau perban, obat merah dan air infusannya habis, pasti beli sendiri."

"Sebab benjolan seperti bisul itu harus dibersihkan setiap hari," ungkap dia.

 Formula E Digelar di GBK, Ini Rute yang Bakal Digunakan

 Kepala Puskesmas Jombang Sebut Warga Rawa Lele Ciputat Terserang Radang Sendi

"Makanya biarpun saya ribut lelah, tetap saya lakoni kerja begini."

TONTON JUGA:

"Kalau saya enggak nyari uang, saya enggak tahu mereka (anak, cucu, cicit) mau makan apa." 

"Doa saya supaya mereka pada sukses. Biar bisa merubah nasib keluarga."

"Saya ikhlas di usia segini masih jadi tulang punggung, yang penting cucu, cicit saya ada yang sukses," tandasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved