Tiga Pria Baku Hantam di Zebra Cross
Ingin Viral Garap Konten Receh Demi Panjat Sosial, Dosen dan Mahasiswanya Terancam 10 Tahun Penjara
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan kedua dalang seorang pria dan perempuan.
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Wahyu Aji
Didi mengatakan, saat itu dirinya sedang mangkal di dekat Sarinah dan tetibanya FG menawarkan Rp 200 ribu, untuk merekayasa perkelahian.
"Saat itu dia (FG) datang dan menawarkan saya untuk pura-pura berantam," kata Didi, saat diwawancarai TribunJakarta.com, di lokasi dan waktu yang sama.
Kemudian, FG meminta Didi mencari tiga orang lagi untuk melakukan hal yang sama.
"Akhirnya saya tawarkan Irawan, Toto, dan Wahid," kata Didi.
Didi dan Irawan pun berperan sebagai pelaku yang menyerang FG di zebra cross MH Thamrin.
Mereka dibayar Rp 200 ribu per orang.
Sementara Toto dan Wahid dibayar Rp 150 ribu per orang.
Namun mereka bernegosiasi sehingga Rp 500 ribu dibagi empat orang.
Didi dan Irawan mendapat bayaran masing-masing Rp 150 ribu.
Sementara Toto dan Wahid masing-masing Rp 100 ribu.
Didi menjelaskan, alasan menerima tawaran FG lantaran butuh uang.
Namun, Didi menyatakan enggan melakukan hal yang konyol seperti membunuh orang dan sebagainya.
"Karena itu rekayasa berantamnya, kami mau. Tapi, kalau dibayar untuk bunuh orang, amit-amit. Saya dan teman-teman mending jadi sopir bajaj," beber Didi.
Sementara itu, FG yang mengenakan masker dan baju biru ini menyatakan menyesal.
"Saya betul-betul menyesal melakukan ini," kata FG, di tempat dan waktu yang sama.
Dijerat Hukum 10 Tahun Penjara

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan FG dan YA dikenakan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016.
Pasal tersebut menjelaskan tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 14 sub.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 15 Nomor 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
"FG dan YA dapat kami sangkakan pasal tersebut dan dengan ancaman sepuluh (10) tahun penjara," ujar Heru.
Dia melanjutkan, pihaknya akan terus menyisir pelaku yang melakukan kebohongan seperti FG dan YA.
"Kami akan terus berpatroli untuk mengamankan para pelaku yang terindikasi meresahkan masyarakat," ucapnya.
"Sekarang, kami lihat jalan MH Thamrin kondusif, tidak ada perkelahian, tidak ada hal-hal yang meresahkan warga," sambungnya.
Sementara, Didi dan tiga rekannya dibebaskan. Namun wajib memberikan keterangan kepada kepolisian jika dibutuhkan.
Pengamat Media: Sangat Receh

Pengamat Media dari Kampus Uhamka, Gilang Kumari Putra, mengatakan yang dilakukan FG dan YA, merupakan konten yang receh atau tak bermutu.
"Dia melakukan hal yang sangat receh," kata Gilang, sapaannya.
Gilang mengatakan, FG dan YA sengaja melakukan rekayasa ini gegara banyak masyarakat Indonesia yang suka melihat konten lucu.
"Dia beranggapan bahwa karena apa, orang Indonesia itu, senang dengan hal yang lucu," beber Gilang.
"Ketika mengirim konten lucu, mereka yakin panjata sosialnya lebih cepat dibanding share hal yang serius," sambungnya.
Panjat sosial, lanjutnya, akan menjadi salah jika dilakukan secara salah pula.
"Misalnya, ketika nge-prank. Karena panjat sosial itu tujuannya meningkatkan viewers, followers, dan akan berujung pada iklan," kata Gilang.
Karena itu, Gilang mengimbau para pelaku konten media sosial sebaiknya membikin hal positif.
"Tidak boleh menggunakan cara-cara rekayasa, ngeprank, misalnya. Karena yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk bermedsos secara sehat," tutur Gilang.
Menyoal FG dan YA dari kalangan terpelajar, Gilang menyatakan tak mempersoalkan.
"Ini bukan masalah dosen atau mahasiswa yang dari kalangan intelektual," kata Gilang.
"Saya berkesimpulan, kadang melakukan pansos itu tidak semata-mata untuk bersifat ekonomi," sambungnya.