Rupiah Nyaris Sentuh Rp 16 Ribu per USD: Reaksi Menko Airlangga, Jurus BI dan Sinyal Pra Krisis
Nilai tukar rupiah hampir menyentuh Rp 16 ribu per dollar Amerika Serikat (AS) pada hari ini. Reaksi Airlangga Hartarto hingga jurus Bank Indonesia.
Penulis: Ferdinand Waskita | Editor: Muhammad Zulfikar
"Tidak bisa ditutupi lagi bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk, pelemahan kurs rupiah terhadap dollar yang bergerak dalam tempo yang cepat menjadi indikator pra-krisis ekonomi," ujar Bhima kepada Tribunnews, Kamis (19/3/2020) siang.
Bahkan ia memprediksi akan terjadi krisis ekonomi yang lebih parah dibandingkan tahun 2008.
"Saya tidak mau menutup-nutupi lagi, bahwa amunisi bank sentral untuk meredam pelemahan rupiah makin terbatas. Hal ini bisa terlihat dari rasio cadangan devisa (cadev) Indonesia yang kecil dibandingkan negara lainnya," kata Bhima.
Menurut data CEIC, perbandingan cadangan devisa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per 2019 adalah 10,9 persen dan trennya terus mengalami penurunan.
"Sementara Rasio cadev terhadap PDB Malaysia 27,2 persen, Thailand 39,4 persen, dan Filipina 21,7 persen."
"Artinya dibandingkan negara lain di Asean, Indonesia paling kecil amunisi Bank sentral untuk menjaga stabilitas kurs rupiah," kata Bhima Yudhistira.
BI Intervensi Pasar

Bank Indonesia (BI) diketahui terus berada di pasar untuk menahan kemerosotan kurs rupiah terhadap dolar yang terus terjadi sepanjang perdagangan beberapa waktu terakhir.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya mengintervensi pasar valas melalui 3 instrumen, yakni pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan juga pembelian di pasar sekunder.
Perry Warjiyo mengatakan, pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sudah mencapai Rp 195 triliun selama tahun 2020.
"Kami sudah membeli hampir Rp 195 triliun SBN yang dilepas oleh asing. Itu kami lakukan dalam upaya menjaga stabilitas rupiah termasuk juga di pasar spot maupun DNDF," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Dia mengungkapkan, cadangan devisa tercatat sebesar 130,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk menjaga stabilitas rupiah.
"Langkah-langkah diambil BI untuk memastikan likuiditas rupiah. Misalnya tahun ini kami sudah menginjeksi likuiditas ke pasar uang dan bank dalam jumlah yang cukup besar," katanya.
• Walau Jadi Pelapis, Ismed Sofyan Tetap Bertahan di Persija, Ternyata Ini Alasannya
• Lagi Ngetren, Yuk Intip 4 Model Hijab yang Kudu Dimiliki Sepanjang Tahun 2020
Selain menambah likuiditas di perbankan Rp 195 triliun, BI juga telah melakukan repo dengan agunan SBN sekira Rp 53 triliun dan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah Rp 51 triliun.
"Kami akan tambah sekitar Rp 23 triliun per 1 April. Kami juga kendorkan likuiditas valas yaitu dengan penurunan GWM valas sebesar 4 persen atau sekitar Rp 3,2 miliar," tuturnya
Menurutnya, BI berupaya memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan menjaga kecukupan likuiditas rupiah dan valas.
"Berbagai kebijakan ini merespons dinamikanya Covid-19 tadi, bagaimana pengaruhnya. Dalam jangka pendek mungkin belum terasa, tapi tentu saja kami meyakini dan terus akan siap untuk menempuh langkah lanjutan itu," kata dia. (Tribunnews.com/Kontan)