Virus Corona di Indonesia
Benarkah Sinar Ultraviolet Bisa Bantu Membunuh Virus Corona? Begini Penjelasan Dokter
Beredar informasi bahwa berjemur di bawah sinar matahari bisa membantu mencegah paparan virus corona atau Covid-19. Benarkah demikian?
Penulis: Muji Lestari | Editor: Rr Dewi Kartika H
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - pencegahan penularan virus Covid-19 terus diupayakan untuk menekan penyebaran virus tersebut di tanah air.
Di tengah pandemi seperti ini, muncul beragam tips untuk mencegah penularan virus Covid-19.
Sejumlah tips itu pun turut diikuti oleh masyarakat yang tak ingin tertular.
Satu di antaranya yakni anjuran berjemur di bawah sinar matahari.
Beredar informasi bahwa berjemur di bawah sinar matahari atau memanfaatkan lampu sinar ultraviolet bisa membantu mencegah paparan virus corona atau Covid-19 yang tengah mewabah.
Benarkah demikian?
Melansir tayangan YouTube Kompas Tv (14/4/2020), Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Eka Ginanjar memberikan penjelasan.
Eka mengatakan, bahwa virus Covid-19 ini masih tergolong baru dan jenisnya belum dikenali secara spesifik.
"Yang pertama harus saya tegaskan, ini virus masih baru," kata Eka.
• 6 Fakta Kelompok Wetonan Rampok Toko Emas di Pasar Kemiri, Punya Tanggal Khusus untuk Lancarkan Aksi
Ia mengungkapkan saat ini para ahli sedang berusaha mempelajari virus tersebut.
"Seluruh dunia, seluruh ilmuan, sedang berusaha untuk mencari, mempelajari virus ini," ujarnya.
Setelah mengetahui betul jenis virus ini, Eka mengatakan maka baru bisa dicarikan pengobatan hingga vaksinnya.
"Dan setelah mengetahui apa sebenarnya virus ini, maka akan mencari pencegahan dan pengobatannya, termasuk vaksinnya," terang Eka.
Eka mengungkapkan, Covid-19 tidak bisa bertahan hidup di luar sel inangnya.
"Virus ini tidak akan bisa hidup lama di luar sel inangnya. Sel inangnya adalah sel dalam tubuh kita," ungkap Eka.
Yang artinya, apabila virus tersebut keluar dari dalam tubuh manusia melalui bersin atau batuk, maka virus tersebut akan mati dengan sendirinya.
"Artinya kalau virus itu keluar, dan ketika keluar virus itu terkena paparan udara, sinar matahari, dan suhu yang panas, nah virusnya akan mati dengan sendirinya,"
• Aturan Soal Izin Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB Sempat Buat Bingung, Kemenhub Akhirnya Beri Putusan
"Tapi membutuhkan waktu memang," jelas Eka.
Waktu yang dibutuhkan virus untuk mati pun beragam.
Tergantung kondisi lingkungan dimana virus itu berada.
"Ada yang 3 jam, dalam lingkungan tertutup bisa sampai 9 jam dan sebagainya," kata Eka.
Menjawab terkait benarkah sinar ultraviolet bisa mempercepat kematian virus, Eka membenarkan hal itu.

"Nah apa ultraviolet bisa membunuh atau mempercepat kematian virus? di luar sel inang, ya," kata Eka.
Namun, virus itu akan mati dengan catatan virus tersebut berada di luar tubuh manusia atau di luar sel Inangnya.
"Tapi di luar tubuh," kata Eka.
Apabila virus itu berada di dalam tubuh, maka meski diberi paparan sinar ultraviolet atau berjemur virus itu akan tetap hidup.
"Sekali lagi, kalau virus itu di dalam tubuh kita, dia (virus) aman-aman aja," jelas Eka.
SIMAK VIDEONYA:
Gejala Baru Virus Corona Mulai Muncul, Apa Saja?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kerap menyebut batuk, demam, napas pendek merupakan tiga gejala umum yang ditimbulkan oleh infeksi virus corona atau COvid-19.
Namun, jumlah kasus yang terus meningkat di dunia menyebabkan kemunculan berbagai gejala yang jauh lebih luas.
Deskripsi lebih rinci dari gejala virus corona menunjukkan bagaiamana dokter dan peneliti masih mempelajari tentang virus itu.
Covid-19 dapat dimulai dengan cara yang sama di antara pasien tanpa memandang usia atau status kesehatan seseorang.
• Tips Ambil Uang di ATM Agar Terhindar dari Virus Corona
Kelelahan Ekstrem
Hedy Bauman (74), seorang pria dari Silver Spring, Maryland merasa sangat lemah sehingga ia hampir tak bisa bejalan ke sudut-sudut rumahnya.
Menurutnya, membaca beberapa halaman koran cukup melelahkan.
"Kamar mandi saya mungkin berjarak 15 langkah dari temput tidur. Aku tak yakin bisa pergi dari kamar mandi ke tempat tidur," kata Bauman, dilansir dari NBC News.
Kendati tidak menderita demam, Bauman mengaku kedinginan.
Dokter Bauman mengatakan, gejalanya konsisten dengan apa yang dipelajari dokter tentang kasus virus corona lain, meski mereka masih menunggu hasil dari tes virus corona Bauman.
• Update Kasus Positif Corona Tangsel Senin 13 April 2020: Masih Dirawat 50, Meninggal 16, Sembuh 2
Nyeri Otot
Brendan McLaughlin (28), seorang penjaga keamanan di Holy Name Medical Center di Teaneck, New Jersey merasakan pusing sebelum demam, kedinginan, dan nyeri otot.
Ia kemudian pergi ke ruang gawat darurat di rumah sakit tempatnya bekerja dan berpikir mungkin terserang flu.
Tes virus corona menunjukkan hasil positif.
McLaughlin mengaku tak pernah merasa begitu sakit dalam hidupnya.
"Aku sehat. Aku mencoba makan dengan benar dan menjaga diriku sendiri," kata McLaughlin.
Salah satu laporan utama pertama pada gejala virus corona yang diterbitkan WHO pada bulan Februari lalu menunjukkan hampir 56.000 kasus di China memiliki gejala demam dan batuk kering.
Beberapa di antaranya mengalami kelelahan, napas pendek, masalah perut, dan tubuh lemah.
Sejak laporan itu, gejala lain yang terkait dengan Covid-19 telah muncul.
Banyak pasien yang telah dites positif terkena virus corona juga mengalami sakit kepala dan sakit tenggorokan.
Beberapa pasien mengatakan mereka tidak memiliki nafsu makan.
Banyak yang melaporkan bahwa mereka kehilangan indera pengecap dan penciuman, kata British Rhinological Society baru-baru ini.
Tetapi juga menjadi lebih jelas bahwa beberapa orang yang terinfeksi dan menyebarkan virus, tidak memiliki gejala sama sekali.
Menular sebelum gejala
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Robert Redfield mengatakan kepada NPR bahwa sebanyak seperempat pasien tidak menunjukkan gejala.
Laporan yang diterbitkan CDC juga menemukan bukti bahwa orang yang terinfeksi dapat menyebarkan virus sebelum mereka menunjukkan gejala, meski jarang terjadi.
Fenomena ini disebut dengan "penularan presimptomatik" yang juga dikenal sebagai cara penyebaran flu.
Laporan CDC didasarkan pada 243 kasus virus corona di Singapura.
Para peneliti melacak semua individu yang telah melakukan kontak dengan pasien yang menunjukkan gejala sakit.
Mereka menemukan 6,4 persen dari transmisi dalam penelitian ini berasal dari pasien yang belum menunjukkan gejala.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gejala Baru Virus Corona Mulai Muncul, Apa Saja?"