Sisi Lain Metropolitan
Cerita Manusia Gerobak Saat Pandemi Covid-19: Rongsokan Tak Laku, Berharap dari Pengguna Jalan
Kesulitan cari kerja di kampung, Tatang (38) pilih jadi manusia gerobak. Sudah dua bulan rongsokan tak laku. Ini kisahnya bertahan saat pandemi.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Merasa upah yang diterimanya terlalu minim, Tatang akhirnya menerima ajakan kakak iparnya, Edi untuk menjadi manusia gerobak.
"Saya cerita sama saudara saya, penghasilan kecil sementara anak nambah lagi, ada Ikbal sama Alin. Nah dari situ kakak ipar saya nawarin jadi manusia gerobak," katanya.
"Awalnya saya enggak ngerti apaan. Dia jelasin kalau kerjanya jadi pemulung barang bekas pakai gerobak. Bagusnya enggak tidur di situ, kita disiapin bedeng ua semacam rumah ala kadarnya dari pengepul," ungkapnya.
Tawaran tersebut pun diambilnya, sejak tahun 2017,Tatang memboyong keluarganya kecuali Ikbal ke Kota Bekasi. Sementara ia bekerja sebagai pemulung.
"Kalau sekarang sudah jarang yang tidur di gerobak. Sebab rata-rata disediakan rumah sama pengepulnya atau bosnya. Meskipun enggak bagus tapi masih bisa buat tidur. Jadi wajar aja makin banyak jumlahnya tiap tahun," jelasnya.
"Ibarat kata kita enggak sewa rumah di kota orang. Tapi masih bisa cari uang lebih biar kata diawal pasti malu karena jadi pemulung atau disebut orang manusia gerobak," jelasnya.
2 Bulan Rongsokan Tak Laku

Selama di Kota Bekasi, Enung membantu ekonomi suaminya dengan menjadi buruh cuci.
Tiap bulan ia diupah sebesar Rp 700 ribu.
Sayangnya, sejak pandemi Covid-19, ia tak menerima gaji full karena bekerja hanya sampai siang.
Sementara sejumlah rumah memberhentikan jasanya dengan alasan mencegah penyebaran atau penularan Covid-19.
Keadaan pun semakin diperparah ketika seluruh barang bekas yang dikumpulkan tak bisa dijual.
"Sudah dua bulan enggak ada pemasukan. Kita sudah enggak nimbangin barang di bos. Sebab banyak pabrik yang biasa daur ulang tutup," katanya.
"Makanya dua bulan terakhir saya pusing mikirin makan sama uang buat anak istri. Padahal biasanya sekali nimbang itu sebulan bisa dapat Rp 600 ribu," lanjutnya.
• Belum Ada Kasus Positif, Ini Daftar Kelurahan di Kota Bekasi Masuk Zona Hijau Covid-19
• Warga Kebumen Gempar Pria Beristri 5 Tewas Gantung Diri di Gudang, Ini Dugaan Penyebabnya
Untuk itu, saat ini ia bersama Enung memilih untuk mengemper di pinggir jalan dan mengharapkan dapat bantuan sembako dari pengguna jalan.