Hari Buruh 2020
Peringati May Day Saat Pandemi Corona, Isu THR dan PHK Jadi Aspirasi Serikat Pekerja Tangsel
Vanny juga meminta kepada para pengusaha yang merumahkan pekerja, agar tetap membayar penuh upahnya
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG SELATAN - May Day atau Hari Buruh pada tahun 2020 ini berlangsung di masa pandemi virus corona atau Covid-19 dan bertepatan dengan Bulan Ramadan.
Isu yang berkembang di dunia pekerja pun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tidak ada tuntutan kenaikan hak seperti upah dan tunjangan.
Saat masa sulit seperti ini, para pekerja tidak terdampak pembatasan hubungan kerja (PHK) dan dibayarkan tunjangan hari rayanya (THR) pun sudah beruntung.
Seperti diketahui, PHK massal terjadi di Indonesia saat virus corona menyerang. Tak kalah banyak juga, para pekerja yang dirumahkan.
Hal itu membuat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Tangerang Selatan (Tangsel), menyuarakan isu PHK dan THR pada May Day kali ini.
Meski tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa seperti tahun-tahun sebelumnya, Ketua SPSI Tangsel, Vanny Sompie meminta para pekerja menyuarakannya lewat media sosial.
"Kita menyampaikan melalui media sosial. Mengingatkan para Pengusaha untuk membayar THR pada waktunya sesuai ketentuan peraturan yang berlaku," ujar Vanny saat dihubungi TribunJakarta.com, Kamis (30/4/2020).
• Petinggi PSSI dan PT LIB Diduga Lakukan Nepotisme, Eks Dirut Persija Singgung Masalah Etika
• Ibas Minta BUMN Transportasi Ciptakan Peluang di Tengah Pandemi Covid-19
Vanny juga meminta kepada para pengusaha yang merumahkan pekerja, agar tetap membayar penuh upahnya.
"Meminta kepada pihak pengusaha untuk menghindari lakukan PHK, dan bila ada karyawan yang dirumahkan, agar upahnya dibayar penuh 100%," tegasnya.
SPSI Tangsel juga menyoroti hal isu omnibus law, dan meminta klaster ketenagakerjaan tidak hanya ditunda pembahasannya, melainkan juga dicabut.
"Paling aspirasinya tentang tuntutan ke pemerintah dan DPR RI untuk membatalkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dan lebih khusus mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Omnibus Law Cipta kerja," jelasnya.