Program Pemulihan Ekonomi Nasional, DPR: Sektor UMKM dan Informal Masih Dipandang Sebelah Mata
Menurutnya dalam kebijakan PEN, sektor UMKM dan informal masih dipandang sebelah mata.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah baru mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) soal pemulihan ekonomi nasional (PEN) pascapandemi Covid-19.
Dalam program penyelamatan ekonomi ini, berbagai dunia usaha akan mendapatkan dukungan dari pemerintah, tak terkecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan mendapatkan suntikan Rp155,6 triliun.
Menangapi hal ini, Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo menyangkan anggaran bantuan kepada BUMN terlalu besar.
Menurutnya, yang harus menjadi fokus pemerintah adalah melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha yang sedang terpuruk dan terdampak terutama bagi UMKM maupun sektor informal akibat adanya PSBB.
Andreas juga mengatakan, seharusnya pemerintah berkomitmen untuk menjaga ekonomi di kuartal-II dan selanjutnya agar tidak semakin terpuruk.
Dampak Covid-19 semakin terasa bagi dunia usaha.
Sebagaimana terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal I turun cukup dalam menyentuh 2,97 persen.
"Anggaran yang diperuntukan untuk BUMN dinilai terlalu besar dan kurang tepat mengingat rekam jejak pengelolaan BUMN sudah menjadi masalah sebelum adanya pandemi. Total anggaran untuk BUMN sebesar Rp155,6 triliun atau 49 persen dari total anggaran," kata Andreas kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Politikus PDIP ini pun merincikan bantuan untuk BUMN diantaranya untuk percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan untuk BUMN, penyertaan modal negara (PMN), dan talangan modal kerja BUMN.
"Hal ini berarti, pemerintah tidak serius untuk menyelamatkan perekonomian nasional karena fokus utama malah ke penyelamatan BUMN. Padahal, harapan sesungguhnya adalah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujarnya.
Lebih lanjut Andreas mengatakan, pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan sumber-sumber krusial yang merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.
Salah satunya adalah komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang selama ini mendominasi perekonomian Indonesia (56% PDB).
Di kuartal I-2020, Konsumsi Rumah Tangga hanya mampu tumbuh 2,84% (yoy) sebagai akibat pemberlakuan aturan work from home (WFH), Physical Distancing, dan PSBB.
"Perlu adanya upaya yang tepat dari pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga agar ekonomi kuartal II dan selanjutnya tidak kembali terpuruk," ujarnya.
Menurutnya dalam kebijakan PEN, sektor UMKM dan informal masih dipandang sebelah mata.