Alasan Pedagang Tanah Abang Nekat Buka Saat PSBB: Tabungan Habis hingga Kejar Balik Modal
Aktivitas warga di luar semakin meningkat di tengah masa PSBB. Contohnya di Pasar Jati Baru Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Aktivitas warga di luar semakin meningkat di tengah masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Di Pasar Jati Baru Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya, suasana ingar bingar begitu terasa.
Para pedagang nekat menjajakan dagangan demi menggaet pengunjung yang mencari pakaian baru jelang Lebaran.
Di sepanjang gang Pasar Jati Baru, kios-kios kecil di sebelah kiri dan kanan jalan dipenuhi banyak para pedagang.
Pedagang yang tidak memiliki kios juga menggelar lapaknya di sekitar jalan itu.
Deretan manekin-manekin berbusana muslim dan berkerudung dipajang sebagai display baju yang dijual.
Ada yang menjual beraneka pakaian muslim, pakaian anak, baju batik dan lain-lain.

Arief, salah satu pedagang batik di sana mengatakan, pendapatannya merosot per harinya.
Jelang hari raya Lebaran, ia bisa mengantongi Rp 1 juta hingga Rp 2 juta dalam sehari.
"Sekarang sehari paling Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. Sekarang nyari uang Rp 500 ribu aja sehari susah," ungkapnya kepada TribunJakarta.com pada Senin (18/5/2020).
Di tengah masa PSBB, Arief tetap nekat membuka kiosnya seperti pedagang lain.
Bila tidak berjualan, ia terus merugi.

Menurutnya, jelang lebaran banyak pembeli yang datang.
Sebab, orang yang tidak punya duit pun bakal membeli baju lebaran untuk keluarga.
Sudah tiga hari Arief membuka kiosnya di sana setelah sempat dua minggu ia tutup.
"Tiga hari ini udah buka dari Jumat. per harinya Rp 1, 5 juta," lanjutnya.
Pedagang busana perempuan, Juju, nekat berjualan di atas trotoar di Jalan Raya Jati Baru.
Bukan hanya Juju yang berjualan di sana, para pedagang busana lainnya turut menggelar lapak mereka.
Trotoar di sepanjang Jalan Jati Baru yang mengarah ke Stasiun Tanah Abang menjadi sempit dipenuhi pedagang.
Pejalan kaki dengan disabilitas akan kesulitan bila melintas di atas trotoar yang diokupasi oleh para pedagang itu
Juju mengatakan ia nekat berjualan lantaran ia sudah terlanjur mengeluarkan modal besar untuk berjualan.
Ketika Covid-19 melanda Indonesia, ia turut terdampak.
Modal yang sebagian dipinjam pun belum bisa dibayar.
Mau tak mau, ia berjualan demi bisa mengejar balik modal.
"Dimakan Corona duitnya, ancur lah. Kalau hari biasa mah udah metik (untung). Sekarang boro-boro metik yang ada modalnya habis. Enggak balik moda duitnya habis," keluhnya.
Juju terpaksa melepaskan kedua karyawannya yang kerap membantu berdagang.
"Utang banyak, PSBB malah bikin anjlok. Karyawan dulu satu sampai dua orang sekarang enggak ada," katanya.
Gunakan Tabungan
Pendapatan pedagang kerudung, Irsad, mengatakan pendapatannya menurun lantaran sepinya pembeli.
Irsad sempat menggunakan tabungan untuk bertahan hidup ketika kiosnya tutup.
"Tabungan udah mulai menipis. Kalau mau makan terpaksa harus ambil dari tabungan," ungkapnya.
• Hipakad Berbagi Ribuan Sembako Hingga Masker Ditengah Pandemi Covid-19
• Kabar Baik, 1.301 Orang Sembuh Covid-19, Ini Data dari Pemprov DKI
• Zona Hijau di Bekasi Boleh Gelar Salat Id Berjamaah, DKM Wajib Lapor ke Kelurahan
Pedagang celana jeans, Apri juga sama seperti Irsad.
Selama PSBB, kios Apri sempat tutup dua minggu.
Selama tutup, tabungannya habis. Ia kembali membuka kios karena desakan kebutuhan hidup.
Irsad dan Apri mengaku sampai saat ini belum mendapatkan bantuan sembako dari pemerintah selama masa PSBB.
"Dari RT cuma dikasih beras aja yang lainnya enggak dapet," pungkas Apri.