Sisi Lain Metropolitan
Kisah Getir Mantan Juru Masak Rumah Makan Padang Hidup Menggelandang, Berakhir di Penampungan
Adrianus Jayali (26) tak ingin pulang ke kampung halamannya sekalipun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta berakhir.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Adrianus Jayali (26) pantang pulang kampung, sekalipun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta berakhir.
Mantan juru masak di rumah makan Padang terdampak PHK ini, memilih bertahan untuk menaklukkan Ibu Kota dengan mencari peruntungan lain.
Hatinya tak ikut-ikutan mengamini, ketika rekan-rekannya di tempat penampungan sudah rindu untuk bersua sanak famili di kampung.
Selama tinggal di GOR Tanah Abang, Adrianus tetap mencari celah melakukan apapun yang bisa dikerjakan.
Sudah sering ia membantu petugas yang minta dibelikan sesuatu. Dari situ ia mendapatkan sedikit upah.
Membeli rokok, kopi, hingga mencuci mobil, misalnya. Tak heran, Adrianus banyak dikenal petugas yang bertugas di sana.
• Kelompok Remaja Ngaku Polisi Todongkan Pistol ke Tim Resmob: Mau Panjang atau Pendek?
Ada kemungkinan Adrianus diminta untuk bekerja di Dinas Sosial. Namun, itu baru sekadar wacana.
Kepala Satuan Pelaksana Sosial Kecamatan Tanah Abang, Agus Kurniawan, ingin mengusulkan Adrianus diangkat menjadi petugas P3S kepada pimpinan.
"Ada sih harapan, saya kan hanya mengusulkan. Masalah disetujui atau gimana itu kan keputusan pimpinan. Saya punya hak karena saya lihat potensinya (ada) dan dia usianya juga masih muda," beber Agus kepada TribunJakarta.com pada Selasa (26/5/2020).
Ia mengaku tak sembarangan mengajukan orang untuk menjadi petugas. Karena orang tersebut harus dilihat kemampuannya.
Menurutnya, Adrianus berpotensi diusulkan.
"Tergantung gimana caranya kita melobi. Kalau hanya sekadar masukkin orang, dia enggak punya keterampilan kan percuma juga," lanjutnya.
• BREAKING NEWS Hoaks Kabar Mamah Dedeh Meninggal, Abdel Achrian: Alhamdulilah Mamah Sehat
Selama di GOR, Agus menilai Adrianus sosok yang rajin dan terbuka dengan para petugas.
Dia juga turut prihatin dengan kondisi Adrianus yang berjuang membiayai anak istrinya di Ibu Kota di saat situasi sulit seperti ini.
"Karena dia (Adrianus) cukup rajin disuruh apa aja mau, mudah-mudahan nanti ada waktunya. Saya sampaikan ke pimpinan artinya sebagai salah satu kepedulian kita," harap Agus.
Sosok Adrianus Jayali
Adrianus Jayali sudah hampir sebulan tinggal di tempat penampungan sementara di GOR Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pria asal Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, ini tinggal dengan sesama korban PHK.
Ada juga beberapa pemulung dan pengemis hasil tangkapan Satpol PP dan petugas sosial.
Menjelang sore hari, Adrianus duduk bersama kawan barunya sesama korban PHK, Asep di tangga depan pintu masuk GOR.
Pria berkacamata itu bercerita, baru hitungan bulan datang ke Jakarta untuk bekerja sebagai juru masak di rumah makan Padang di Cipinang, Jakarta Timur.
Sejak Januari, Adrianus mulai bekerja. Malang, pandemi Covid-19 datang beberapa bulan berikutnya.
• Hari Ini dan Besok Matahari Tepat di Atas Kabah, Begini 6 Cara Menentukan Kiblat
Impian Adrianus untuk bertahan lebih lama bekerja di sana menyisakan duka. Ia kehilangan pekerjaan setelah dua bulan kerja.
Sang majikan asal Lampung, ingin lekas pulang kampung sebelum pemerintah menutup jalur pulang kampung bagi warga umum.
Adrianus beserta dua orang karyawan lainnya terpaksa diberhentikan.
Majikannya masih mengizinkan dia tinggal sementara waktu di mess rumah makan sebelum tutup.
Di Ibu Kota, Adrianus tak memiliki sanak saudara. Kenalan pun tak ada lantaran belum lama di Jakarta.
Adrianus sempat mencari pekerjaan lain selepas di-PHK. Tapi, tak ada perusahaan yang membutuhkan karyawan di situasi sulit seperti ini.
Ponselnya terpaksa dijual seharga Rp 1,3 juta. Satu juta dikirimkan kepada anak dan istrinya, sisanya modal untuk bertahan hidup.
Sesudah meninggalkan mess, hidup Adrianus menggelandang di jalanan. Sudah seminggu jalanan Ibu Kota menjadi tempat peristirahatannya.
Dia tidur berpindah-pindah tempat. Pernah di area sebuah bank dan di musala stasiun pengisian bahan bakar gas di Jakarta Timur.
• SBMPTN 2020 Dibuka 2 Juni, Intip Daya Tampung Terbesar di UI, ITB, UGM dan UNDIP Sebelum Daftar
"Seminggu tinggal berpindah-pindah, tiga hari tinggal di area bank, empat hari tinggal di SPBG," terangnya kepada TribunJakarta.com pada Selasa (26/5/2020).
Kala tinggal sementara di musala SPBG, dia kerapkali bertemu dengan seorang karyawan yang rutin beribadah di sana.
"Sering melihat saya, dia kemudian memberitahukan tempat penampungan sementara ada di GOR Tanah Abang. Katanya mudah-mudahan bisa tinggal di sana," lanjutnya.
Ke GOR Jalan Kaki
Semenjak di-PHK, pegangan uang Adrianus habis dipakai untuk kesehariannya di jalan.
Secara penampilan, tak banyak orang yang lekas mengulurkan tangan kepada Adrianus bila memutuskan mengemis di jalan.
Dia pun nekat berjalan kaki dari Rawamangun, Jakarta Timur menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Saya ke sini jalan kaki, nih masih belum sembuh lukanya," ujarnya seraya menunjukkan luka lecet di kaki kirinya.
Sebelum memutuskan ke GOR, dia mampir sejenak ke Pasar Tanah Abang untuk menjual sejumlah pakaian yang baru dibelinya.
Celana, baju dan tas baru dijual kepada pedagang. Harga berapapun diterima Adrianus.
"Pedagang bayar ke saya Rp 20 ribu. Uangnya saya pakai buat berbuka puasa," bebernya.
• Hari Ini Terakhir, Jangan Lupa Kirim Foto Meteran Listrik via WhatsApp, Begini Cara Mudahnya
Di tengah kesulitan yang menderanya, Adrianus masih kuat untuk berpuasa.
Pria yang mengaku mualaf itu tetap menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim.
Dari tanggal 27 April 2020, Dia tinggal sementara waktu di GOR Tanah Abang.

Cari Penghasilan
Adrianus tetap memutar otaknya bagaimana menghasilkan uang selama di tempat penampungan.
Dia harus mencari celah agar istri dan anaknya di kampung masih bisa dikirimkan uang.
Adrianus enggan memberitahukan kondisinya kepada keluarga di kampung lantaran bisa menjadi beban pikiran istrinya.
"Kalau saya menceritakan kejadian seperti ini dia pasti kepikiran nanti sakit. Anak juga bisa terlantar," bebernya.
Apalagi, dia sempat terharu ketika mendengar sang anak menginginkan baju lebaran baru sedangkan keluarga tak tahu kondisinya di Jakarta.
Dua hari berselang sesudah tinggal di GOR, dia sering menampakkan dirinya di luar dan mencoba bergaul dengan banyak petugas maupun pegawai Sosial.
Mereka akhirnya banyak yang mengenal Adrianus.
"Saya deketin pegawai atau petugas-petugas di sini. Ajak ngobrol akhirnya jadi sering disuruh beli rokok atau kopi sama mereka," katanya.
Dia juga pernah diberikan upah atas hasil kerjanya membersihkan mobil petugas sosial. Bekas kardus air mineral dikumpulkannya untuk kemudian dijual.
Karena banyak membantu petugas di sana, maka tak heran Adrianus mendapatkan pemberian hadiah saat hari raya Lebaran.
"Alhamdulilah dapat THR, kalau dikumpulin ada kali Rp 500 ribu. Saya kirim ke anak dan istri di kampung," ujarnya.
Saat berbincang dengan TribunJakarta, sebungkus rokok tergeletak di samping Adrianus.
"Ini juga hasil dari bantu-bantu petugas di sini, alhamdulilah bisa beli rokok," katanya.
Adrianus tak ingin berlarut-larut dengan kesedihannya sebagai perantau yang bernasib sial di Jakarta.
Bagaimanapun, dia sadar masih banyak yang kondisi ekonominya jauh lebih sulit.
"Saya berpikirnya cuma satu, saya susah begini di bawah saya masih banyak yang susah," lanjutnya.
Adrianus menolak menyerah selama hidup di Ibu Kota.
Bahkan, dia tetap masih ingin bertahan di sini meski ada kesempatan untuk pulang ke kampung halaman.
"Selagi kita masih bisa melakukan hal yang kita inginkan, kita lakukan. Tapi betul-betul kita berusaha dan doa. Buktinya, saya datang ke sini dengan posisi kosong."
"Alhamdulilah saya masih bisa ngirim buat anak dan istri di kampung walaupun nominal enggak banyak," ucap dia.