Sisi Lain Metropolitan

Berjalan Satu Bulan, Kolaborasi Ojek Pangkalan & Pengusaha Ponsel di PGC Gaet Pencari Jasa Servis HP

Furqon pengusaha servis handphone di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Kramat Jati, Jakarta Timur, sudah satu bulan dirinya turun ke jalan raya.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Pengusaha ponsel di PGC, Furqon terpaksa menjual jasa servis ponsel di depan PGC, Cililitan, Jakarta Timur pada Selasa (2/6/2020). 

"Karena data saya semua ada di sini," ujarnya singkat.

Memang ganti tarif layar LCD cukup mahal. Furqon mendapatkan Rp 300 ribu untuk membetulkan satu ponsel yang mengalami kerusakan layar.

Namun, Rp 300 ribu itu dipotong untuk "karyawan dadakan" yang diperbantukan.

Seperti seorang ojek pangkalan yang membantu Furqon dalam menawarkan jasa servis.

Sebab, Furqon sadar ia menjajakan servis ponsel itu di dekat pangkalan ojek yang sudah belasan tahun mangkal di sana.

Terlihat Andi, seorang opang, tampak membantunya dengan mengangkat kertas berlaminating itu.

Furqon juga menyadari bukan ia saja yang terdampak. Ia juga harus berbagi rezeki dengan orang lain.

Pandemi ini memaksa pengusaha ponsel itu berdiri di jalan raya sejak pukul 11.00 hingga sore hari.

"Udah sebulanan berdiri di sini karena pandemi. Enggak pernah kayak gini sebelumnya. Kita buka di dalam (PGC) lantai tiga," ungkapnya saat ditanyai TribunJakarta.com pada Selasa (2/6/2020).

Nasib pengusaha ponsel di tengah pandemi

Pengusaha ponsel di PGC, Furqon terpaksa menjual jasa servis ponsel di depan PGC, Cililitan, Jakarta Timur pada Selasa (2/6/2020).
Pengusaha ponsel di PGC, Furqon terpaksa menjual jasa servis ponsel di depan PGC, Cililitan, Jakarta Timur pada Selasa (2/6/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Furqon menceritakan ia biasanya hanya mengawasi 7 toko servis ponsel miliknya di lantai tiga PGC.

Namun, karena badai Covid-19, usahanya itu turut terdampak apalagi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sekitar 25 karyawannya tak mempunyai penghasilan. Mereka juga tidak bisa pulang kampung.

Melihat kondisi itu, Furqon awalnya bingung harus bagaimana. Sebab, para karyawannya tak ada yang di-phk.

Ia pun harus memerhatikan hidup mereka selama PSBB. Apalagi, banyak karyawannya yang sudah ikut bekerja selama 8 hingga 10 tahun.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved