Penjelasan Lengkap Direktur Pertamina Soal Rencana Penghapusan Bensin Premium dan Pertalite

Pertamina berencana menghapus bensin atau bahan bakar minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan agar sejalan dengan kesepakatan pemerintah

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ilustrasi. SPBU Coco, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu (22/7/2015). 

Selama ini, Pertamina mengimpor bensin RON 92 untuk diturunkan kualitasnya jadi RON 88.

Caranya mencampur bensin RON 92 dengan naphta sehingga jadi RON 88 namun membuat harga Premium jadi tinggi.

Sebelum tahun 2015, Premium termasuk BBM bersubsidi, tetapi harga tinggi membuat biaya subsidi menjadi tinggi.

Maka, Tim Reformasi Migas ketika itu merekomendasikan agar bensin Premium diubah jadi RON 92 alias Pertamax.

Namun, Pertamina belum bisa menghapus Premium karena kilang-kilang Pertamina belum siap mengganti Premium dengan Pertamax.

Premium baru bisa dihapus setelah Pertamina menyelesaikan 4 proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan 2 kilang baru (Grass Root Refinery/GRR).

Alasan Pertamina tidak menurunkan harga BBM meski harga minyak mentah dunia turun

Turunnya harga minyak mentah dunia tak kunjung buat harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia ikut goyah.

PT Pertamina sendiri masih belum memberikan kabar gembira terkait penurunan harga bbm meskipun harga minyak mentah dunia telah berada di angka minus.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, harga BBM bisa saja diturunkan dengan memilih biaya produksi yang lebih rendah, yakni meningkatkan impor minyak murah dan memangkas produksi, atau bahkan menutup sektor hulu migas.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, harga BBM bisa saja diturunkan dengan memilih biaya produksi yang lebih rendah, yakni meningkatkan impor minyak murah dan memangkas produksi, atau bahkan menutup sektor hulu migas.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, harga BBM bisa saja diturunkan dengan memilih biaya produksi yang lebih rendah, yakni meningkatkan impor minyak murah dan memangkas produksi, atau bahkan menutup sektor hulu migas. (KOMPAS.com/YOGA HASTYADI)

"Tapi, kemudian kalau hulu migas ditutup, kilang-kilang ditutup, kita akan kembali lagi ke zaman dulu, tergantung dengan impor," katanya dalam sebuah diskusi virtual, Senin (15/6/2020).

Dengan ditutupnya kilang, maka tujuan pemerintah untuk menciptakan kemandirian energi tidak akan terealisasi.

"Bayangkan kalau kita hanya mengandalkan impor yang katanya di luar negeri itu murah. Oke kita andalkan impor, enggak usah kita memproduksi sendiri. Kalau ternyata negara tersebut terjadi lockdown enggak bisa mengirimkan BBMnya?" tutur Nicke.

Lebih lanjut, Nicke mengakui, harga minyak produksi dalam negeri sempat jauh lebih mahal ketimbang impor.

Namun, sebut dia, perlu ada perhitungan panjang untuk memutuskan meningkatkan impor demi menciptakan harga BBM yang lebih murah.

Sumber: TribunnewsWiki
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved