Najwa Shihab Kritisi Tata Kelola BPJS Kesehatan di Tengah Kabar Iuran Naik, Begini Reaksi Humas BPJS

Jurnalis Najwa Shihab mengkritisi tata kelola BPJS Kesehatan di tengah kabar iuran yang akan naik mulai Juli 2020

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Siti Nawiroh
YouTube/Najwa Shihab
Najwa Shihab Kritisi Tata Kelola BPJS Kesehatan di Tengah Kabar Iuran Naik, Begini Reaksi Humas BPJS 

TRIBUNJAKARTA.COM - Iuran BPJS Kesehatan yang sempat dibatalkan Mahkamah Agung akan tetap diberlakukan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpers) Nomor 64 Tahun 2020 perubahan kedua Perpers 82 Tahun 2018.

Adanya aturan tersebut membuat Iuran BPJS Kesehatan bagi pesertapekerja bukan penerima upah (PBPU) dan mandiri kembali akan disesuaikan setelah sebelumnya sempat dikembalikan menyusul adanya putusan dari MA.

Di samping itu, bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) iurannya mengikuti ketentuan yang berlaku pada PBPU dan BP kelas III pada 2020. PBI ini penduduk yang didaftarkan oleh Pemda.

TONTON JUGA:

Kabar iuran BPJS Kesehatan yang akan kembali naik itu membuat Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir, menjelaskan, MA sebelumnya telah memberikan rekomendasi untuk BPJS Kesehatan.

Ia menilai, pemerintah seharusnya mendengarkan pendapat MA sebelum kembali menaikkan tarif iuran.

Nus Kei Ingin Damai & Minta Ponakan Akui Perbuatan, Kuasa Hukum John Kei: Jangan Langsung Menghakimi

Adanya kabar tersebut lantas membuat Jurnalis Najwa Shihab mengkritisi tata kelola BPJS Kesehatan di tengah kabar iuran yang akan naik mulai Juli 2020 mendatang.

Dilansir dari acara Mata Najwa pada Kamis (25/6/2020), Najwa Shihab mempertanyakan tata kelola BPJS Kesehatan di tengah kabar iuran yang akan naik tersebut.

Najwa menuturkan, beberapa masyarakat mengeluhkan tata kelola BPJS Kesehatan yang masih belum ada perbaikan.

FOLLOW JUGA:

"Bagaimana dengan tata kelola BPJS yang dinilai belum ada perbaikan?" cecar Najwa Shihab.

"Itu bisa saja asumsi, artinya kalau ada Perpres 75 Tahun 2019 yang merupakan hasil audit BPKP secara populasi untuk rumah sakit dan kantor cabang BPJS."

"Ketika Menteri Keuangan mendorong perubahan Perpres 75 Tahun 2019 yang merupakan dasar audit BPKP, ada hal yang memang harus diperbaiki termasuk yang fundamental yaitu iuran," imbuh Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Annas Ma'ruf.

Kronologi Lengkap Anak Buah Nus Kei Tangkis Serangan Anak Buah John Kei, Teriak Lari Om

Lebih lanjut, ia menegaskan, pemerintah berkontribusi besar dalam kebijakan yang diambil BPJS Kesehatan.

M Iqbal bahkan menjelaskan, iuran anggota BPJS Kesehatan kelas 3 yang disubsidi meski mengalami kenaikan. 

Untuk diketahui, iuran bagi peserta PBPU dan mandiri khusus kelas III, bisa tetap membayar sebesar Rp25.500. Sementara untuk sisanya sebesar Rp16.500 akan dibayarkan oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.

Ilustrasi BPJS Kesehatan.
Ilustrasi BPJS Kesehatan. (Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella)

Namun, peserta PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta membayar iuran sebesar Rp35.000 per orang per bulan mulai 2021 mendatang dan tahun berikutnya.

Selisih iuran sebesar Rp7.000 dibayar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bantuan iuran.

Diserang Anak Buah John Kei hingga Hampir Tewas, Korban Selamat Gara-gara Lihat Wajah Pelaku

"Ini kadang yang suka tak diingat orang, ada 130 juta yang dicover pemerintah secara gratis. Nanti di Juli pasien peserta mandiri kelas III dibantu Rp16.500 per jiwa, total anggota BPJS Kesehatan di kelas 3 sekitar 69 persen, kelas 2 15 persen dan kelas 1 capai 16 persen," jelas M Iqbal Annas Ma'ruf.

Fraksi PAN Tetap Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

 Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 yang dinilai belum melandai.

Wakil Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mendesak, agar pemerintah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Kami menganggap kenaikan BPJS itu harus ditinjau ulang kalau perlu dibatalkan oleh pemerintah sampai pada waktu yang tertentu kemampuan ekomomi masyarakat sudah membaik," kata Saleh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/6/2020).

Meskipun pemerintah memberikan subsidi hingga akhir tahun 2020, namun kenaikan iuran tersebut cukup memberatkan masyarakat.

Menurut Saleh kenaikan hampir Rp 10 ribu tersebut dinilai angka yang cukup signifikan.

"Kalau satu keluarga dikalikan lima orang berarti itu cukup besar untuk dipenuhi. Belum tentu mereka mampu membayar itu," ujarnya.

PAN, lanjut Saleh, juga meminta agar kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut harus seimbang dengan pelayanan yang diberikan.

Jangan sampai kenaikan tersebut tidak sebanding dengan pelayanan yang ada saat ini.

"Pendataannya juga belum baik, kemudian sistem pembiayaan juga belum baik sehingga menimbulkan defisit luar luar biasa untuk ditangani. Dasar-dasar itulah yang membuat kami menolak kenaikan itu dengan tegas," ucapnya.

BPJS Kesehatan Mengaku Masih Defisit

BPJS Kesehatan masih akan mengalami defisit keuangan hingga akhir tahun ini sekitar Rp 185 miliar.

Padahal, BPJS Kesehatan telah menaikkan iuran untuk peserta mandiri.

"Akhir tahun proyeksi kurang lebih membaik, tapi defisit masih Rp 185 miliar," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris saat rapat dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Kamis (11/6/2020).

Masih mengalaminya defisit keuangan, kata Fachmi, kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan pada saat ini masih di bawah hitungan aktuaria.

Tercatat, hitungan aktuaria untuk kelas I seharusnya sebesar Rp 286.085, kelas II senilai Rp 184.617 dan kelas II sebesar Rp 137.221 per bulan.

Di rapat yang sama, pada paparan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebut iuran BPJS Kesehatan memang belum sesuai hitungan aktuaria.

"Jika ingin Jaminan Kesehatan mau aman dan kompatibel mestinya sesuai hitungan itu," ujar Muhadjir m

Menurut Muhadjir, iuran yang saat ini di bawah hitungan aktuaria, maka pemerintah menanggung kekurangannya dan tentu selamanya tidak dapat ditanggung pemerintah, karena keterbatasan keuangan.

"Tentu saja tidak mungkin akan terbebani secara terus menerus dengan kapasitas fiskal yang ada, bukan berarti pemerintah tidak memiliki tanggung jawab," papar Muhadjir.

Diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000.

Kelas II meningkat menjadi Rp 100.000 dan kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk kelas III, sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

SIMAK VIDEONYA:

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved