Food Story
Gurihnya Itiak Lado Hijau dan Lemang Hj Zaidar di Jalan Kramat Raya Senen Jakarta Pusat
Untuk menghangatkan tubuh, saya memilih masakan minang yang berada di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Suharno
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, SENEN - Sehabis hujan deras di sore hari, paling enak menyantap makanan berkuah panas. Badan terasa hangat di tengah cuaca dingin Ibu Kota.
Namun, jelajah kuliner saya kali ini berbeda. Untuk menghangatkan tubuh, saya memilih masakan minang yang berada di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat.
Di kawasan ini, terkenal dengan deretan penjual nasi kapau sejak lama.
Ketika hampir tiba, tukang parkir dan karyawan nasi kapau langsung menjemput bola dengan melambaikan tangan ke arah pengendara di jalan agar menepi.
• Sri Mulyani Kenang Pertemuannya dengan Jokowi 22 Tahun Lalu: Ubah Krisis 98 Jadi Peluang Bisnis
• Simak Bocoran Materi Tes SKB CPNS 2019 yang Dirilis Kemenpan RB, Kementerian PUPR Turut Mengunggah
• Mendagri Tito Karnavian Sebut Air Wudhu Tidak Bisa Tangkal Virus Corona: Cuci Tangan Harus Benar
Suasananya mirip tukang ojek di stasiun yang sedang memburu penumpang sehabis turun dari kereta.
Nasi Kapau Haji Zaidar dipilih dari deretan tempat nasi kapau lainnya yang tampak menggoda.
Agak sulit sebenarnya untuk memilih. Soalnya, semua penjual nasi kapau itu menyajikan banyak lauk di depan etalase.
Kalau tidak ingat umur, wah bisa kalap menunjuk apa saja lauk di situ.

Karena ingin beda, saya pun memesan itiak lado hijau yang disantap bersama lemang, sejenis beras ketan dimasak di seruas bambu, mirip ketupat.
Nah, itiak dalam bahasa minang artinya bebek sedangkan lado hijau itu artinya sambal hijau.
Meniru Pak Bondan
Beberapa waktu silam, saya sempat menyaksikan pemerhati kuliner tersohor tanah air, mendiang Bondan Winarno, bersantap itiak lado hijau di Jalan Kramat Raya dalam sebuah tayangan Youtube.
Kala itu, Pak Bondan mampir ke salah satu penjual nasi kapau yang menyajikan sajian khas yaitu itiak lado hijau.
Menurutnya, itiak lado hijau yang pedas gurih itu paling enak disantap bareng ketupat ketan.

Sayangnya, ketika saya datang nasi kapau di sana tidak lagi menyediakan ketupat ketan. Sebagai penggantinya, pelayan menyarankan dengan lemang.
Lemang biasanya disantap bersama tapai atau tape, yaitu beras ketan hitam yang telah difermentasi. Rasanya manis. Namun, ada juga lemang yang dipadukan dengan makanan asin dan gurih seperti rendang.
Kata salah satu pelayan, bahkan menyantap lemang hanya dengan bumbu rendang saja rasanya sudah nikmat.
Lemang yang dibalut daun pisang itu per porsinya dihargai sekitar Rp 30 ribu. Saya memesan setengahnya.
Gurihnya Itiak Lado Hijau
Sepiring itiak lado hijau dan lemang tersaji di depan meja. Lado atau cabai hijau tampak menyelimuti daging bebek.
Ketika dicicip, daging bebeknya terasa empuk dan gurih. Bumbunya tidak terlalu pedas.
Daging bebeknya berasal dari jenis entok. Untuk bumbu itiak lado hijau tanpa menggunakan santan. Bumbu bebeknya kaya rempah, di antaranya bawang merah, bawang putih, jahe, pala, lengkuas, cengkeh dan cabe hijau. Cocok untuk menghangatkan tubuh.
Sementara lemangnya juga enak dicocol bumbu lado hijaunya. Aroma ketan dan harum daun pisang terasa di dalam mulut.

Setelah kenyang, sebagai pencuci mulut ada kue bugis dan kue lemang baluo yang rasanya tak kalah nikmat.
Kue bugis dan lemang baluo sama-sama terbuat dari ketan. Bedanya, kue bugis berasal dari tepung ketan sedangkan lemang baluo berbahan dasar beras ketan.
Untuk isiannya, kue bugis berisi ampas kelapa yang disiram air gula. Lemang baluo berisi ampas kelapa yang disiram gula merah. Wah, rasanya ingin tambah lagi.
Lamak bana!