Djoko Tjandra Ditetapkan Tersangka Pengapusan Red Notice dan Surat Palsu: Polisi Sita 20 Ribu USD
Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ditetakan menjadi tersangka kasus penghapusan red notice dan surat palsu
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM- Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ditetakan menjadi tersangka dalam dua kasus berbeda.
Kasus pertama adalah tersangka dalam dugaan korupsi terkait penghapusan red notice terkait namanya sendiri.
Kedua adalah sebagai tersangka kasus surat jalan palsu yang digunakan dalam pelariannya.
Dijerat dua kasus
Bareskrim Polri menetapkan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam dua kasus.
Pertama, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Djoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice atas namanya.
“Untuk pelaku pemberi ini kita menetapkan tersangka saudara JST,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2020).

Djoko Tjandra dijerat Pasal 5 ayat 1, Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.
Dalam kasus ini, polisi juga menetapkan seseorang berinisial TS selaku tersangka yang diduga memberi suap.
Kemudian, dua tersangka lainnya adalah Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo dan seseorang berinisial NB yang diduga selaku penerima.
Selain itu, Djoko juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri terkait surat surat jalan palsu yang digunakan dalam pelariannya.
“Hasil daripada gelar adalah peserta setuju menetapkan tersangka, yaitu saudara JST,” ucap Argo.
Djoko disangkakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 426 KUHP, dan Pasal 221 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.
Dalam kasus pelarian Djoko Tjandra yang ditangani Dittipidum Bareskrim Polri, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka.
Pertama, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang telah menerbitkan surat jalan dan diduga terlibat dalam penerbitan surat kesehatan untuk Djoko Tjandra.
Prasetijo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.
Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Selain itu, penyidik telah menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka. Anita merupakan pengacara atau kuasa hukum Djoko, narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, saat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 silam.
Anita dijerat dengan pasal berlapis. Ia disangka melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan.
Polisi sita 20 ribu USD

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menyita barang bukti senilai 20.000 dollar Amerika Serikat dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Uang 20.000 dollar AS, surat, HP, laptop, dan juga CCTV yang kita jadikan barang bukti,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2020).
Selain itu, penyidik sudah memeriksa ahli di bidang siber dan ahli dari Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Mabes Polri.
Polisi kemudian melakukan gelar perkara pada Jumat (14/8/2020) hari ini dan menetapkan empat tersangka.
Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dan diduga sebagai pemberi suap.
“Untuk pelaku pemberi ini kita menetapkan tersangka saudara JST dan yang kedua adalah saudara TS,” ucap dia.
Keduanya dijerat Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.
Kemudian, dua tersangka lainnya diduga selaku penerima suap tersebut.
“Selaku penerima, yang kita tetapkan tersangka adalah saudara PU (Brigjen Pol Prasetijo Utomo), kemudian yang kedua adalah saudara NB,” ujar Argo.
Terduga penerima suap disangkakan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, dua jenderal Polri telah dimutasi karena diduga melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk Djoko Tjandra.
Keduanya yaitu Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.
3 Klaster Djoko Tjandra
Bareskrim Polri membagi peristiwa terkait Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra ke dalam tiga klaster.
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo menuturkan, hal itu diputuskan setelah pihaknya melakukan gelar perkara yang turut dihadiri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Klaster pertama terkait peristiwa di tahun 2008-2009. Namun, ia tak merinci lebih lanjut terkait peristiwa yang dimaksud.
“Pertama adalah klaster di tahun 2008-2009, di mana ada informasi yang nanti akan kami dalami bersama-sama terkait ada dugaan penyalahgunaan wewenang saat itu,” tutur Listyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/8/2020).
Kemudian, klaster kedua terkait pertemuan antara Djoko Tjandra dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari serta satu orang lagi pada November 2019.
• Bela Djoko Tjandra, Otto Hasibuan Pertanyakan Dasar Kliennya Ditahan dan Sindir Soal Praperadilan
• Ini Dia Sosok Dibalik Pembuatan Musik di Istana Boneka Taman Impian Jaya Ancol
• 15 Pegawai Reaktif Covid-19, Giant Margo City Mall Tutup 10 Hari
Menurutnya, pertemuan tersebut terkait permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra.
“Di mana terjadi suatu peristiwa terkait dengan adanya pertemuan saudara Djoko Tjandra, saudara P, dan saudara ANT, terkait dengan rencana pengurusan fatwa dan proses peninjauan kembali,” tuturnya.
Bareskrim menyerahkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung yang tengah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.
Klaster terakhir terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra serta pembuatan dan penggunaan surat jalan palsu. (Kompas.com)