Sisi Lain Metropolitan
Melihat Layang-layang Saling Unjuk Gigi di Atas Pemakaman Kampung Kandang, Jakarta Selatan
Di tengah hamparan makam Kampung Kandang, Jagakarsa, Jakarta Selatan, anak-anak muda berkumpul sambil membawa layang-layang kertas.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - Di tengah hamparan makam Kampung Kandang, Jagakarsa, Jakarta Selatan, anak-anak muda berkumpul sambil membawa layang-layang kertas.
Mereka duduk sambil menunggu giliran bertanding layang-layang di lapangan yang biasanya dipakai sebagai tempat parkir peziarah.
Di lapangan beraspal itu, kedua peserta lomba sedang menyejajarkan layangan milik mereka yang sudah melayang.
Sebut saja layangan A dan layangan B yang sedang bertanding.
"Priittt!!!" suara pluit dari panitia menandakan pertandingan antar dua peserta dimulai begitu layang-layang sudah dirasa sejajar.
Semua mata tertuju ke arah langit yang cukup cerah. Mereka menanti-nanti layangan siapa yang bakal putus duluan.
Di atas langit, dua layang-layang itu sedang beradu kuat saling mengalahkan.

Tangan kedua peserta cekatan menarik ulur benang layangan.
Mereka harus pintar-pintar membaca arah angin demi mencari posisi yang lebih menguntungkan.
Seorang komentator yang terasa "nyablak" khas logat Betawi dipercaya mengulas jalannya pertempuran di udara itu. Menambah kemeriahan pertandingan.
Layangan B itu meliuk-liuk mendekat ke arah lawannya. Namun sempat menjauh menyesuaikan hempasan angin.
Layangan itu kemudian mendekat lagi sampai benangnya melintang dan menindih di atas benang layangan yang didekati.
Tangan peserta layangan B menarik benang gelasan dengan cepat.
Benang layangan yang didekati itu seketika terputus akibat gesekan benang layangan B. Layangan A pun terputus dan jatuh.
Peluit kedua ditiup tanda pertandingan berakhir. Peserta B berhak lanjut ke babak selanjutnya.
"Semakin cepat tarik benangnya, semakin besar peluang menang," ujar salah satu panitia, Adam, memberikan sedikit tipsnya sambil ikut menyaksikan pertandingan tadi.
Turnamen itu diikuti cukup banyak peserta. Terbagi ke dalam dua grup, grup A dan grup B.
Masing-masing grup terdiri dari 24 tim. Tidak hanya anak-anak muda, orang dewasa pun turut mengikuti lomba.
Banyak peserta yang memakai kaus tim. Di belakang kaus salah satu tim bertuliskan "Nikmati hobimu selagi bisa #seretabiss".
Ada juga kaus tim yang bertuliskan "Ga Mongkol Ga Asik!". Mongkol adalah salah satu teknik layangan saat duel di udara.
Awalnya, anak-anak muda sekitar Kampung Kandang dari Ciganjur dan Pondok Labu, iseng bikin lomba kecil-kecilan. Masing-masing dari mereka patungan Rp 5 ribu.
Namun, semakin banyaknya peserta yang tertarik. Mereka sekalian membuat turnamen dengan biaya Rp 50 ribu per peserta.
Terik matahari sore pada Sabtu (22/8/2020), sesekali menyilaukan mata peserta maupun penonton yang tampak asyik menyaksikannya.
Makam-makam berbatu nisan seolah berubah menjadi tempat duduk sementara bagi anak-anak muda dan sejumlah peserta yang belum mendapat giliran lomba.
Banyak juga anak-anak kampung yang bermain layangan tak jauh dari tempat lomba.
Ibu-ibu sibuk saling mengobrol di sebuah warung yang berada di kompleks pemakaman itu.
• Pelonjakan Covid-19 Saat 17 Agustus di Kabupaten Tangerang Jadi Alasan PSBB Diperpanjang
• Philippe Coutinho Tak Sia-sia Tinggalkan Liverpool: Trofi Sekaligus, Ada Harapan Baru di Barcelona?
• Jangan Kaget Saldo Rekeningmu Bertambah, Cek Namamu Sebagai Penerima BLT di BPJS Ketenagakerjaan
Suasana ingar bingar di area makam itu tidak ingin dilewatkan sejumlah pedagang kaki lima yang turut menghiasi jalan di sana.
Semenjak pandemi Covid-19 melanda, banyak dijumpai anak-anak hingga dewasa bermain layangan.
Pamor layangan sekejap mendadak naik. Pedagang layangan juga mendadak laris manis.
Tempat Pemakaman Umum di Ibu Kota pun kini tak lagi hanya sebagai tempat persemayaman terakhir manusia melainkan jadi ajang unjuk gigi anak-anak muda beradu layangan.