Cerita Petani Kopi di Lereng Gunung, Ada Berkah Tersembunyi di Balik Erupsi Merapi

Meski keberadaannya cukup lama, tapi erupsi Gunung Merapi pada 2010 menjadi momentum melambungkan nama kopi Merapi

(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)
Suryono (54) warga Dusun Gondang Pusung, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman saat menunjukan perkebunan kopi miliknya. 

"Karena erupsi banyak yang ke sini, dan tahu di sini ada kopi, disuguhi kopi dan ternyata enak. Ya menjadi momentum, Merapi menjadi berkah," tegasnya.

Seiring mulai dikenalnya kopi Merapi, harga per kilogramnya pun turut terangkat.

Bahkan, per kilogramnya mencapai sekitar Rp 25.000.

"Itu sudah green bean,"ungkapnya.

Terlebih setelah hadirnya warung Kopi Merapi di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Warung yang didirikan oleh Sumijo ini ramai dikunjungi wisatawan.

Kehadiran warung yang berada di lereng Merapi ini turut mendongkrak nama kopi Merapi.

"Terlebih, setelah Mas Mijo (Sumijo) membuat Warung Kopi Merapi di Petung (Dusun Petung, Kepuharjo). Kopi Merapi makin dikenal," tandasnya.

Menurutnya, erupsi Merapi merupakan salah satu kendala.

Namun bukan kendala yang utama.

"Ya kendala tapi bukan yang utama. Merapi itu justru berkah bagi saya," tegasnya.

Melihat potensi yang besar, Suryono juga mengajak beberapa warga Lereng Merapi untuk mengembangkan Kopi Merapi.

Sebab, dengan dianugerahi tanah yang subur, semua yang ditanam bisa menghasilkan termasuk kopi.

"Saya miris melihat kebun-kebun tidak terawat, banyak petani yang sudah beralih profesi. Saya beri motivasi teman-teman, meski punya profesi lain, tapi ada waktu khusus memperhatikan pertanian, sekarang ada enam orang yang sudah mulai kembali menekuni kopi," tandasnya.

Tak hanya mengajak, Suryono juga mengajari mereka membudidayakan kopi. Termasuk membantu entres.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved