Gubernur Anies Minta Banjir Surut dalam 6 Jam, Anggota DPRD DKI Kenneth Sebut Tak Realistis
Hardiyanto Kenneth meminta kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan agar tidak sesumbar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi D dan juga Anggota Bapemperda DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth meminta kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan agar tidak sesumbar terkait penanganan banjir di Jakarta bisa surut dalam waktu enam jam.
Menurut pria yang kerap disapa Kent itu, pernyataan orang nomor satu di Jakarta itu tidak didukung dengan selarasnya sarana dan prasarana mengantisipasi banjir di Jakarta, yang saat ini dinilainya masih amburadul.
"Coba kita lihat dulu sarana dan prasarana di Jakarta dalam menangani banjir, mulai dari aliran kali, pintu air, pompa, dan sistem drainase. Yang saat ini saya nilai semuanya belum mendukung untuk membuat banjir bisa surut dalam waktu enam jam, mungkin yang dimaksud adalah genangan air di jalan, bukannya banjir," kata Kent dalam keterangannya, Minggu (8/11/2020).
Kent pun menilai, jika pernyataan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu tidak realistis dalam menargetkan banjir surut dalam waktu enam jam.
Perlu diketahui, drainase di Jakarta saat ini hanya mampu menampung air hingga 100-150 milimeter/hari.
"Jadi pernyataan itu tidak realistis dan mengada-ada. Jika ingin dilakukan maka harus dibarengi dengan sarana dan prasarana yang mendukung," ujarnya.
Oleh karena itu, Kent berharap apa yang sudah dilontarkan Gubernur Anies terkait bisa mengatasi banjir dalam waktu enam jam, bisa dibuktikan tidak hanya omongan pepesan kosong.
"Saya berharap pernyataan itu bukan pepesan kosong. Karena saya akan terus memonitor banjir di Jakarta, kita buktikan saja di lapangan, jangan hanya omdo," kata Kent.
Permasalahan banjir, sambung Kent, dapat diselesaikan jika sarana dan prasarana di DKI Jakarta tertata dengan baik.
Seluruh sistem yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta bergerak baik pompa air, sungai, dan aliran drainase.
Oleh karena itu, Kent meminta kepada Suku Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta agar terus melakukan pembenahan dalam upaya pencegahan terjadinya banjir di musim penghujan.
"Dinas SDA harus benar-benar serius dan fokus melakukan pencegahan sebelum terjadinya banjir, seperti membenahi drainase, rutin melakukan pengerukan lumpur di sungai atau kali agar dapat menampung volume air yang lebih banyak lagi, lalu pembangunan crossing hingga turap di sejumlah sungai atau kali," tuturnya.
Menurut Kent, Pemprov DKI harus kembali membangun pintu air di Kali Mookevart dan Kali Angke di Jakarta Barat, dikarenakan wilayah tersebut kerap mengalami banjir.
"Terutama di Kali Mookevart dan Kali Angke, Jakarta Barat, harus dibuatkan pintu air karena ada titik pertemuan antara dua kali ini, jadi kalau hujan deras pasti air naik ke jalan sehingga mengakibatkan pemukiman warga selalu banjir," kata Kent.
Lalu, kata Kent, dirinya sering berkeliling ke sejumlah wilayah yang kerap kebanjiran untuk menginvestigasi permasalahan yang sudah lama dirasakan oleh warga Jakarta.
Hingga akhirnya, ia menemukan satu kesimpulan tentang sumber masalah banjir yang kerap menghantui warga ketika hujan turun.
"Saya menemukan, banyak sekali gorong-gorong saluran air atau U Ditch di wilayah ini tidak menyambung dan kecil dan juga ada beberapa tempat yang masih tidak mempunyai saluran air. Jadi pada saat hujan besar mengakibatkan air menumpuk, maka air itu tidak akan mengalir ke kali, hingga menyebabkan banjir," ujarnya.
Kent pun menduga, permasalahan saluran-saluran air di DKI Jakarta rata-rata sama seperti ini hingga bisa menyebabkan banjir di sejumlah permukiman warga dan jalan.
Karena ukuran saluran air sangat kecil, dan belum lagi jika tersumbat sampah.
"Saya menduga seluruh saluran air di Jakarta ukuran mulutnya kecil, sehingga air tidak mengalir dengan baik dan maksimal, ditambah lagi jika ada sampah yang menyumbat," tuturnya.
Oleh karena itu, Kent meminta Pemprov DKI khususnya Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, agar memperhatikan dan bisa di jadikan skala prioritas untuk pengerjaan saluran air. Pasalnya banyak laporan permukiman warga yang kerap kebanjiran.
"Penyebab utama banjir di Jakarta adalah hasil dari pembangunan saluran yang serampangan. Seharusnya Pemprov DKI selalu intens dalam mengecek saluran air," ujarnya.
Lalu Kent juga meminta kepada Gubernur Anies melakukan pengecekan secara berkala di beberapa rumah pompa, serta harus mempertimbangkan kesiapan emergency/darurat pompa jika sewaktu-waktu terjadi blackout pada saat hujan besar.
"Harus di pikirkan juga tentang kesiapan emergency di rumah pompa, agar sewaktu-waktu jika terjadi blackout di waktu hujan deras dan air kiriman, pompa bisa berfungi dengan baik dan maksimal. Kesiapan emergency di rumah-rumah pompa wajib 100 persen dan kesiapan pompanya juga wajib 100 persen, itu dua hal yang harus di persiapkan dengan baik dalam menghadapi musim penghujan," tuturnya.
Selain itu, operator di rumah pompa yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta itu harus selalu di briefing agar bisa bekerja secara serius dan fokus jika ada indikasi akan terjadi banjir di DKI Jakarta.
"Kalau memang kekurangan rumah pompa, ya harus dibangun lagi yang baru, terutama di daerah-daerah yang memang rawan banjir. Hal itu dilakukan agar penanganan banjir bisa maksimal," kata Kent.
Lalu, Kent juga meminta Kasatpel (Kepala Satuan Pelaksana) di setiap kecamatan agar selalu sigap jika terjadi genangan di sejumlah titik di wilayahnya.
Hal ini agar bencana banjir tersebut dapat diselesaikan secara cepat, dan tidak sampai membuat warga mengalami kerugian harta benda akibat musibah banjir.
"Kasatpel kelurahan harus selalu sigap jika terdapat indikasi banjir. Jangan kerja setengah-setengah dalam menghadapi banjir apalagi di masa pandemi Covid-19 ini. harus rutin mengecek rumah-rumah pompa yang bermasalah dan semua pompa mobile harus dalam keadaan prima," tuturnya.
Dalam menyikapi banjir di Jakarta, kata Kent, yang bertanggung jawab tidak hanya Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA), Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Bina Marga juga mempunyai tanggung jawab dalam hal ini.
"Banjir di Jakarta diakibatkan karena berkurangnya area serapan air, karena pembangunan trotoar yang serampangan dan perubahan tata guna lahan, saluran air yang tidak memadai, dan juga perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan dan suka buang sampah sembarangan," ujarnya.
Oleh karena itu, Kent meminta kepada Gubernur Anies agar serius dalam melayani warganya dengan baik terutama dalam mengatasi banjir yang kerap melanda sejumlah daerah di Jakarta.
"Seorang pemimpin yang baik adalah yang bisa memahami segala permasalahan yang terjadi di masyarakat, serta bisa bekerja secara cepat dan bisa memberikan solusi tanpa banyak beretorika dan hasilnya langsung bisa di rasakan oleh warganya, itu baru ciri-ciri seorang pemimpin yang ideal," katanya.
Perlu diketahui sebelumnya, dalam memimpin apel kesiap siagaan menghadapi musim hujan tingkat Ibu Kota, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap, ketika curah hujan deras turun, genangan dapat surut dalam waktu 6 jam.
"Bila hujan di atas 100 mm seperti awal tahun lalu terjadi hujan 377 mm, maka tanggung jawab kita adalah, ini saya sampaikan sebagai arahan, ada dua indikator suksesnya, satu tidak ada korban, semua warga selamat. Dua, genangan harus surut dalam 6 jam," kata Anies di Lapangan JICT II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/11/2020).
"Ini bila curah hujan di atas kapasitas sistem drainase kita. Seluruh unsur bersiaga di sini. Insyaallah Jakarta bisa terbebas dari banjir, dan bila terjadi curah hujan yang amat lebat kita bisa segera surut dalam waktu kurang dari 6 jam," imbuhnya.
Anies mengatakan rata-rata kapasitas sistem drainase di Jakarta adalah 100 mm per hari. Bila curah hujan di bawah itu, Anies menyebut tidak boleh terjadi banjir.
"Kami sampaikan di sini bahwa sistem drainase di Jakarta kapasitas maksimalnya rata-rata 100 mm per hari karena apabila hujan lokal di bawah 100 mm ditargetkan tidak boleh terjadi banjir," ujar Anies. (*)