Anies Baswedan Ingatkan Pengembang Agar Pembangunan Jakarta International Stadium Tidak Molor

Anies Baswedan menyerukan kepada Jakpro, pihak yang mengerjakan proyek tersebut agar lebih semangat menuntaskan pembangunan JIS.

Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Muhammad Zulfikar
Dok jakpro
Area proyek pembangunan Jakarta International Stadium. 

Sementara rumput alaminya berasal dari Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia.

"Rumput alaminya diambil dari Boyolali. Di sana ada petani rumput khusus pemain bola," ungkap Dwi.

"Jadi memang ini standar dari FIFA. Untuk negara beriklim tropis, hybrid terbaik," lanjutnya.

Pihak PT Jakpro pun telah menguji coba perpaduan antara rumput hybrid dengan alami.

Uji coba tersebut berjakan selama dua bulan.

"Kami melakukan uji coba cara menanamnya. Rumput alaminya ada yang di atas dan alaminya ada di bawah," tutur Dwi.

"Selama dua bulan, yang rumput alamimya di bawah. Tumbuhnya cepat dan akarnya kuat," lanjut Dwi.

Jika rumput alaminya tumbuh secara normal, kata Dwi, akan dipotong maksima dua centimeter. 

"Kalau rumput alaminya tumbuh dengan normal, dipotong maksimum dua centimeter," ujar dia.

"Karena ini dicek FIFA, ketebalan rumput mempengaruhi pantulan bola. Jika tidak sesuai, tidak mendapat izin dari FIFA," sambungnya.

Baca juga: Atap Buka-Tutup Jakarta International Stadium Seberat 3.500 Ton, Bakal Dapat Rekor MURI

Baca juga: Anies Baswedan Pesan ke Persija Jakarta Agar JIS Dirawat Sesuai Standar Internasional

Baca juga: Hubungan Sesama Jenis di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Dilakukan di Kamar Mandi Ruang Perawatan

Memanfaatkan Burung

Cara merawat rumput yang berada di JIS tak hanya memanfaatkan tenaga manusia.

Tapi juga menggunakan burung, kata Dwi. 

Hewan tersebut dinamakan 'Burung Gagang Bayang'.

"Nantinya burung-burung itu akan memakan rumput alaminya agar tidak tumbuh panjang," jelas Dwi.

Di area JIS, terdapat sepuluh Burung Gagang Bayang.

Mereka bekerja sekira empat jam untuk mencari dan memakan rumput alami di lapangan JIS, jika sudah tumbuh panjang. 

"Kalau jumlah sekira lima sampai sepuluh. Sehari bekerja empat jam. Pagi atau sore," jelas Dwi. 

"Burungnya kami pelihara, ada kandang dan pawangnya. Kami pelihara seperti burung biasanya," lanjut Dwi.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved