Virus Corona di Indonesia

Saat Anggota DPR RI Bersuara, Ada yang Tegas Tolak Vaksin hingga Kecewa Kalah Prioritas dari Artis

Sejumlah anggota DPR RI bersuara terkait langkah pemerintah yang mewajibkan vaksinasi Covid-19 untuk seluruh rakyat Indonesia.

Editor: Wahyu Aji
ISTIMEWA/Tangkap layar akun Youtube BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo menjalani suntik vaksin anti-Covid-19, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Sejumlah anggota DPR RI bersuara terkait langkah pemerintah yang mewajibkan vaksinasi Covid-19 untuk seluruh rakyat Indonesia.

Hal ini terkait mitos tentang vaksin beredar di tengah masyarakat.

Mitos ini yang menyebabkan banyak yang takut hingga enggan untuk melakukan vaksinasi.

Padahal, vaksinasi merupakan salah satu cara ampuh memutus mata rantai penularan penyakit, termasuk Covid-19.

Yang paling lantang menolak adalah Ribka Tjiptaning Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDI Perjuangan.

Pernyataanya  mendadak menjadi perbincangan publik karena menolak disuntik vaksin Covid-19.

Padahal hari Rabu (13/1/2021), kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta para pejabat negara lainnya sudah melakukan suntik vaksinasi Covid-19.

Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakan vaksin Sinovac yang berasal dari China tersebut saat rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021).

Penolakan Ribka Tjiptaning tersebut beralasan belum ada satu pun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 tersebut.

Bahkan, Ribka Tjiptaning pun siap menerima sanksi akibat dari penolakan vaksin covid-18 itu.

Ribka Tjiptaning rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk divaksin.

Ribka Tjiptaning Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP menolak vaksin covid-19.
Ribka Tjiptaning Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP menolak vaksin covid-19. (Tribunnews/Dany Permana)

"Kalau persoalan vaksin, saya tetap tidak mau divaksin, maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin. Saya sudah 63 nih, mau semua usia boleh tetap (saya tolak)," tegasnya.

Baca juga: Politisi PDIP Ribka Tjiptaning Tolak Disuntik Vaksin Sinovac: Mending Gua Bayar Sanksi Rp 5 Juta

Baca juga: Sosok Ribka Tjiptaning Politisi PDIP Tolak Suntik Vaksin Covid-19, dokter Berdarah Biru Solo & Yogya

"Misalnya saya hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi Rp 5 juta mending saya bayar, saya jual mobil kek. Bagaimana, orang Bio Farma juga masih bilang belum uji klinis ketiga dan lain-lain," ujarnya di ruang rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

Ada juga yang kecewa lantaran kalah prioritas dibanding artis Raffi Ahmad

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua IX DPR RI Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh mengaku kecewa karena tak ada perwakilan dari DPR yang menerima vaksin Covid-19 perdana. 

Dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Nihayatul menyinggung bahwa pihaknya bisa dikatakan kalah dengan artis, karena adanya keterwakilan artis yang disebut mewakili kalangan milenial. 

"Kami di DPR tidak ada perwakilan satu pun. Kita kalah sama artis. Oke tidak (apa-apa tidak ada perwakilan) Komisi IX DPR RI. Tapi perwakilan DPR saja, tidak ada pimpinan DPR. Misal Ibu Puan (Puan Maharani) dan jajarannya, tidak ada," ujar Nihayatul, di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). 

Raffi Ahmad saat akan disuntik vaksin Covid-19 Sinovac di Istana Kepresidenan.
Raffi Ahmad saat akan disuntik vaksin Covid-19 Sinovac di Istana Kepresidenan. (YouTube Sekretariat Presiden)

Politikus PKB itu juga mengungkap bahwa Komisi IX seperti tak dilibatkan Kementerian Kesehatan dalam berbagai program sosialiasi vaksinasi Covid-19.

Nihayatul berpandangan sebenarnya Kementerian Kesehatan bisa bekerja sama dengan para wakil rakyat yang memiliki konstituen di daerah-daerah sehingga bisa mensosialisasikan dengan lebih masif. 

"Kami jadi bertanya, kami merasa, saya lihat (tayangan) live (televisi), ya ampun kok kami jadi cuma bagian tanda tangan anggaran. Bagian stempel," tandasnya.

Izin Darurat Vaksin Covid-19 Terbit

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) terhadap vaksin Covid-19 Sinovac pada Senin (11/1/2021).

BPOM menyampaikan, hasil analisis uji klinis fase 3 di Bandung menunjukkan efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen.

"Hasil tersebut sudah sesuai dengan persyaratan WHO di mana minimal efikasi vaksin adalah 50 persen," ujar Kepala BPOM Penny Lukito, Senin (11/1/2021).

Artinya, Indonesia sudah bisa memulai vaksinasi Covid-19 yang rencananya dilakukan perdana pada Rabu (13/1/2021).

"Izin Penggunaan Darurat ini ditandai dengan adanya nilai efikasi (kemanjuran) setara dengan 65,3 persen yang diambil dari laporan interim 3 bulan pasca suntikan kedua dari Uji Klinis Fase 3," kata Penny.

Diketahui, uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac ini dilaksanakan di beberapa negara.

Di Indonesia, uji klinis digelar di Bandung sejak Agustus 2020 kepada 1.620 relawan.

Arti efikasi vaksin 65,3 persen

Penny menjelaskan, hasil 65,3 persen ini memiliki arti vaksin Sinovac ini dapat menurunkan angka kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen.

"Angka 65,3 persen dari hasil uji klinik di Bandung tersebut menunjukkan, harapan vaksin ini, mampu untuk menurunkan kejadian penyakit Covid-19 hingga 65,3 persen," tutur Penny.

Angka 65,3 persen di Bandung ini, akan disandingkan dengan angka efikasi di Brazil yang menghasilkan 78 persen dan Turki menghasilkan angka 91 persen.

Hasil efikasi dari ketiga negara tersebut tercatat di atas ambang batas efikasi yang sudah ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 50 persen.

Beliau melanjutkan, selain efikasi, Badan POM juga mengevaluasi kemampuan tubuh dalam menghasilkan antibodi (imunogenisitas).

Serta kemampuan antibodi dalam menetralkan virus SARS-COV2 yaitu sebesar 99,23 persen.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, pihaknya memberikan izin penggunaan vaksin Covid-19 dari Sinovac.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, pihaknya memberikan izin penggunaan vaksin Covid-19 dari Sinovac. (Tangkap layar YouTube Kompas TV)

Selain melihat efikasi, Badan POM juga sudah memastikan Sinovac sebagai produsen CoronaVac sudah memenuhi aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari sisi kualitas.

Menurut Penny, hal itu didapat melalui audit dan pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan penilaian data dukung vaksin.

Audit di Sinovac Life Science ini dilakukan akhir Oktober 2020.

Kemudian pihaknya menilai fasilitas fill and finish di Bio Farma, Bandung, pada awal 2021.

(Tribunnews/TribunJakarta)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved