Kisah Dokter Hastry Takut Awal Masuk Tim Eksekusi Mati di Nusakambangan: Yang Tak Tampak Ikut Nonton

Ahli forensik dr. Sumy Hastry Purwanti atau akrab disapa dr Hastry takut dan khawatir saat pertama kali masuk tim eksekusi mati di Nusakambangan.

TRIBUN JATENG/MUH RADLIS
Kepala Sub Bidang Kedokteran dan Kepolisian Polda Jawa Tengah, AKBP Sumy Hastry Purwanti, saat ditemui di ruangan kerjanya di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jateng, Semarang, Selasa (30/8/2016). Ahli forensik dr. Sumy Hastry Purwanti atau akrab disapa dr Hastry takut dan khawatir saat pertama kali masuk tim eksekusi mati di Nusakambangan. 

Selain itu, dokter Hastry menceritakan pihaknya tetap menghargai terpidana yang dieksekusi mati dengan mempersiapkan pemulasaraan.

"Kita ambil pelurunya, kalau ke luar negeri, kita gunakan pengawetan jenazah yang bagus. Yang Muslim kita salatkan juga dan dikafani. Yang tidak diterima keluarga ada, ya dimakamkan atau mungkin masyarakat yang enggak mau terima," imbuhnya.

Saat Ikuti Eksekusi Mati Bom Bali I

Mentalis Denny Darko mewancarai ahli forensik Kombes dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F. Dokter Sumy bercerita sosok kecil yang menjadi petunjuk dirinya mengungkap kasus istri hamil tua dibunuh suami sirinya setelah setahun berlalu.
Mentalis Denny Darko mewancarai ahli forensik Kombes dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F. Dokter Sumy bercerita sosok kecil yang menjadi petunjuk dirinya mengungkap kasus istri hamil tua dibunuh suami sirinya setelah setahun berlalu. (Tangkapan layar YouTube Denny Darko)

Berdegup jantung Sumy Hastry Purwanti.

Dikutip dari Tribunnews.com, dr Hastry tak pernah membayangkan sedekat ini dengan Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas.

Ketiganya orang paling bertanggung jawab ketika bom meledak di Paddy's Pub dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta Bali pada 12 Oktober 2002. Di malam yang sama bom ketiga meledak dan menggoncang tak jauh dari Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Bali.

Tragedi malam itu dikenal dengan Bom Bali I. Bom meledak di tengah wisatawan yang berjingkrak sambil menikmati musik, menenggak bir, bercengkerama satu sama lain.

Bom berdaya ledak tinggi yang diotaki ketiganya menewaskan 202 orang terdiri dari 164 orang asing dan 38 orang Indonesia. Korban terluka mencapai 209 orang.

Berselang enam tahun, Sumy berhadapan dengan ketiganya di Nusakambangan pada Sabtu (8/11/2016) malam, sebelum tubuh mereka rubuh dieksekusi regu tembak.

"Saya yang pasang tanda di dada terpidana mati itu. Saya cek dulu letak jantungnya lalu pasang titik bidik. Awalnya gemetar juga, tapi saya harus kuat," cerita dr Hastry soal kejadian malam itu kepada Tribun Jateng saat ditemui di kantornya di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jateng, Selasa (30/8/2016).

Baca juga: Vaksinasi Pegawai Pusat Perbelanjaan Kota Depok, Warga Diharapkan Tidak Lagi Takut Datang ke Mal

Baca juga: Ahli Forensik dr Hastry Sempat Ketakutan Lihat Penampakan di TPU Jaksel: Bikin Bulu Kuduk Merinding

Baca juga: Cerita Dokter Forensik di TKP Pembunuhan Ki Anom Subekti, dr Hastry: Sekelibat Lewat Depan Saya

Ia mengenang saat itu pangkatnya masih komisaris polisi dan sudah bertugas di Bidang Kedokteran dan Kepolisian Polda Jateng.

"Biasanya menolong orang sakit yang mau hidup, ini mengerjakan orang hidup yang akan ditembak mati. Tapi itulah tugas dan pengabdian kepada negara,"

dr Hatry juga terlibat dalam eksekusi terpidana mati Jilid II, dua di antaranya duo Bali Nine: Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Bali Nine adalah istilah tentang sembilan orang warga negara Australia yang ditangkap polisi pada 17 April 2005 di Bali. Mereks berusaha menyelundupkan 8,2 kilogram heroin dari Indonesia ke Australia.

Polisi menyebut Andrew Chan sebagai "godfather" kelompok Bali Nine yang terdiri dari Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tach Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, dan Martin Stephens. Hanya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang dieksekusi regu tembak.

Terpidana mati Jilid II yang diekesekusi selain duo Bali Nine di antaranya Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved