25 Tahun Berdiri, Begini Keunikan Rumah Makan Padang di Pasar Rumput: Tak Menjajakan Rendang
Rinai Pambasuah Luko, atau dalam bahasa Indonesia berarti gerimis pembasuh luka. Rumah Makan Padang ini ada di Pasar Rumput, Jakarta Selatan.
Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Kurniawati Hasjanah
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNJAKARTA.COM, SETIABUDI - Rinai Pambasuah Luko, atau dalam bahasa Indonesia berarti gerimis pembasuh luka, mungkin terdengar seperti sebuah pusisi atau judul lagu.
Tetapi, ternyata untaian ini merupakan sebuah nama Rumah Makan Padang yang ada di Pasar Rumput, Jakarta Selatan.
Kalau traveller berkunjung ke rumah makan ini, lokasinya tepat ada di lantai 3, Pasar Rumput, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Ialah milik Akmal Sikumbang (65), seorang perantau asal Sumatera Barat yang mencoba peruntungan di Jakarta beberapa puluh tahun lalu, dengan membuka sebuah rumah makan Padang yang unik dan berbeda dari kebanyakan.
Nama tersebut dipilih, karena dinilai paling sesuai dengan perjalanan hidupnya sejak masa muda dulu.

"Itu sesuai dengan perjalanan hidup saya dari saat bujang. Gerimis pembasuh luka, istilahnya ibarat kita jalan di padang pasir kan haus banget, lalu dapatlah seteguk air. Maka lepas dahaganya. Itu lah warung ini. Karena dari bujang saya kesana kemari. Pas saya usia 40 tahun, baru mulai usaha warung ini," kata Akmal, Jumat (26/3/2021).
Akmal bercerita, dirinya sudah mulai merantau sejak usia 15 tahun.
Baca juga: Oknum PNS Dituduh Curi Uang Kotak Amal saat Salat Jumat, Sempat Dibawa ke Polisi
Baca juga: 6 Tahun Kasus Kematian Akseyna, Universitas Indonesia Dukung Langkah yang Ditempuh Kepolisian
Baca juga: Ibu Hamil Jadi Korban Penembakan di Ciracas, Ketua RT: Pendarahannya Cukup Banyak
Dari kota Solok, Sumatra Barat, ia mengawali perjalanannya dengan berjalan kaki menuju Sungai Penuh, di Jambi, untuk mencari peruntungan.
Tiga tahun bertahan, akhirnya di tahun 1973 memutuskan untuk pergi ke Jakarta dengan membawa bekal seadanya.
"Bawa badan sebatang, pakaian dua setel sama kresek. Temen ajak saya kerja di rumah makan, itu di Kramat Raya, saya 2 tahun di situ, lalu pindah ke Matraman, dan pindah lagi ke Gajah Mada, kemana-mana aja," imbuhnya.
Singkat cerita, Akmal pernah memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih berdagang jauh sebelum adanya rumah makan ini.

Tetapi, usahanya itu gagal. Ia juga sempat merasa putus asa dan memilih balik ke kampung halaman.
"Tahun 90 udah frustasi, pulang kampung, sampai tahun 95 akhir saya ke sini. Padahal gak ada niat merantau, saat itu hanya ada adek ipar nikah, saya main ke Pasar Rumput ini," imbuhnya.
Setelah mengalami berbagai pasang surut kehidupan, dan berbagai pengalaman pekerjaan kesana kemari, akhirnya rumah makan ini didirikan di sekitar tahun 1995an dengan nama Rinai Pambasuah Luko, atau gerimis pembasuh luka.
Bak berjalan di padang pasir dalam keadaan haus, kemudian bertemu seteguk air hingga hilang dahaganya.
Begitu Akmal mengibaratkan rumah makan ini, setelah berbagai perjalanan yang sudah dilakukan.
Baca juga: Beli Jimat dan Jamu Tidak Ampuh, Empat Pasien Herman Gondrong Melapor ke Polres Bekasi
Dahulu, saat pertama kali mulai berjualan Akmal mencoba membuat ikan asin dengan jengkol. Lalu, banyak yang suka.
Hingga kemudian ia mencari menu lain yang jarang dijumpai di warung makan Padang lainnya, yakni tercetuslah untuk membuat dendeng batokok.
Sampai saat ini, dendeng batokok buatan Akmal selalu jadi primadona di rumah makannya.
Berbeda dengan rumah makan Padang lain yang menjagokan rendang, di sini justru Akmal tak menyediakan rendang.
Hanya ada menu-menu makanan khas Sumatera Barat, yang terbilang jarang untuk dijumpai di rumah makan padang lainnya.
Seperti dendeng batokok, dendeng basah atau lambok, dan gulai gajeboh atau sandung lamur.
Ludes Dalam Dua Jam
Sejak dahulu, rumah makan ini sudah berjualan di sekitar Pasar Rumput.
Tetapi lokasinya itu sebelumnya ada di proyek lama. Karena saat ini Pasar Rumput sudah berubah menjadi rumah susun, maka lokasinya pindah ke lantai 3.
Kekinian, dagangan Akmal laris diburu pembeli apalagi setelah didatangi oleh food vloger.
"Sekarang, bisa bikin 3 kali lipat porsinya dari waktu normal. Alhamdulillah," kata Akmal.

Ia tak memungkiri bahwa rumah makan miliknya ini sempat sepi dan tutup saat masa pandemi.
Di bulan Maret 2020 lalu, Akmal sempat menutup warungnya. Kemudian dibuka kembali pada bulan Juli 2020, itupun hanya dengan porsi sekitar 35 persen dari waktu normal saja.
"Pas didatangi food vloger, meledak warung. Saya langsung bikin 3 kali lipat dari waktu normal dulu, itu jam 11.00 WIB habis. Kita bisa jual setelah jam 9.00 WIB, kalau lagi ramai, jam 11.00 WIB atau 12.00 WIB habis. 2 jam bisa habis," tuturnya.
Selain menyajikan menu yang langka, menurut Akmal banyak orang menyukai masakannya ini karena memang rasanya yang harum dan enak.
Diketahui, Akmal mengolah sendiri berbagai campuran masakan yang dibutuhkan demi menjaga kualitas rasa dan aroma masakannya.
Mulai dari bumbunya, sampai pada minyak kelapanya.

Akmal lebih memilih membuat minyak kelapa sendiri ketimbang membeli yang siap pakai di pasaran.
"Semua saya buat sendiri. Minyak kelapa itu, saya buat sendiri sehingga wanginya harum. 40 buah kelapa, itu jadi sekitar 3 kilo minyak," imbuhnya.
"Bumbu kering juga buat sendiri. Gak ada yang beli jadi di pasar. Seperti pala, cengkeh jinten, itu kita racik, kita giling sendiri," tuturnya.
Tetapi sayang sekali, begitu wartawan TribunJakarta.com datang berkunjung, kami kehabisan dendeng batokok ataupun gulai gajebohnya.
Tetapi kami mencoba makan seporsi nasi lengkap dengan lauk berupa ayam goreng.
Menariknya, dalam hal penyajian, warung makan Padang ini juga menawarkan hal yang berbeda dengan warung makan Padang lainnya.
Baca juga: Ibu Hamil Jadi Korban Penembakan di Ciracas, Ketua RT: Pendarahannya Cukup Banyak
Sekepal nasi, disiram dengan kuah dendeng basah dan gulai gajeboh, lalu dilengkapi dengan sayuran berupa kol dan kacang panjang.
Sementara lauknya, disajikan secara terpisah dengan piring kecil.
Sebagai pelengkap rasa, setiap pemesanan nasi di tempat juga disajikan bersama sambal jengkol yang juga jadi primadona, dan sambal cabai hijau yang dikukus. Maknyus!
"Jadi kalau orang itu sambal cabai hijau, digoreng biasanya. Kalau kami dikukus supaya rasanya juga lebih lembut," tambah Akmal.
Bagi food lovers yang mau mencoba, lokasi rumah makan ini ada di lantai 3 Pasar Rumput, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Buka dari jam 9.00 WIB, disarankan agar food lovers datang dipagi hari, agar tak kehabisan.
Untuk harganya sendiri, seporsi nasi dan lauk di sini dibandrol mulai dari Rp 15 ribuan untuk menu nasi dan telur dadar.
Sementara untuk sang primadona yakni nasi dan dendeng batokok atau nasi dan gulai gajeboh harganya Rp 25 ribuan.