Pilu Ibu Muda Pulang Melahirkan Tak Bawa Ari-Ari di Kota Batu, Punya KIS Tapi Diminta Bayar Tunai
Pilu Ratna Sari (19) warga Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, menceritakan pengalamannya ketika bersalin di RS Karsa Husada pada 25 Februari 2021.
“Semua tindakan sesuai persetujuan suami, termasuk pelayanan plasenta. Pihak yang berjaga sudah menjelaskan ke suami, berdasarkan referensi yang ada, jika infeksius plasenta tidak bisa diberikan ke keluarga jika tidak bisa menangani. Suaminya sudah tandatangan sehingga tidak ada masalah,” ungkapnya.
Negatif Covid-19
Ferdi juga menegaskan kalau Ratna negatif Covid-19.
Hasil tes swab yang dilakukan pada 25 Februari itu keluar pada 3 Maret 2021.
Ferdi mengatakan akan segera mengirim hasil tes tersebut kepada Ratna.
“Secepatnya kami beri tahu,” katanya, Kamis (7/4/2021).
Hasil swab keluar di RS UB.
RS Karsa Husada tidak bisa mengeluarkan hasil karena alat tes PCR yang dimiliki sedang rusak.
Sebelumnya, pihak RS Karsa Husada mengatakan kalau Ratna tidak menjalani swab, namun hanya tes cepat saja.
“Dan memang betul dilakukan swab pada saat itu, kami tidak bisa periksa langsung karena alat kami ada masalah. Sehingga harus menunggu lama karena dikirim ke Kota Malang. Untuk pasien yang kami curigai, kami tidak jadikan satu dengan pasien lainnya. Kami tempatkan di ruangan khusus untuk pasien yang akan bersalin. Nah terus, selain itu, ditunggui oleh suaminya juga,” katanya.
Ferdi juga merinci biaya.
Ada dua kategori biaya yaitu biaya untuk sang ibu dan sang bayi.
Untuk biaya yang ditanggung Ratna sebanyak Rp 5.803.500 juta.
Kuitansi pembayaran yang ditanggung oleh Ratna dibawa pulang ke rumah, sedangkan biaya untuk bayinya sebanyak Rp 1.585.100.
Kuitansi biaya bayi ini tidak dibawa pulang oleh keluarga Ratna.
Hingga Kamis (8/4/2021) siang, Ratna tidak memegang kuitansi resmi pembayaran.
Ferdi menjanjikan akan mengirim foto kuitansi pembayaran untuk bayi ke Surya, namun hingga pukul 16.13, tidak ada informasi yang ia berikan.
Wakil ketua komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, menjelaskan berdasarkan informasi dari Dinas Provinsi Jawa Timur, bahwa ada standar operasional penggunaan KIS/BPJS.
Bila pasien pulang paksa maka tidak bisa diklaim.
“Nah, pasien ibu Ratna ini pulang paksa karena tidak bersedia ditempatkan di ruang semi isolasi. Memang standar selama pandemi, reaktif saja, sekalipun merasa sehat, merasa itu tidak bisa jadi ukuran, kalau hasilnya reaktif, ya menunggu hasil PCR,” katanya.
Tapi jika sebelum hasil PCR keluar, lalu melahirkan, maka segala sesuatu yang keluar dari tubuhnya adalah infeksius.
“Dan ini tadi, sebelum pulang paksa, pihak keluarga mendapatkan keterangan kenapa ari-ari tidak bisa dibawa pulang. Kecuali hasil PCR ketika itu sudah keluar dan hasilnya negatif. Ketika ibu Ratna pulang paksa, hasil PCR belum keluar. Jadi tentang kaitannya pasien sudah terjawab,” tegas Hikmah.
Hikmah juga minta RS Karsa Husada tidak perlu merespon berlebihan komplain dari pengguna.
Menurutnya, proses yang terjadi ini adalah proses untuk memberikan edukasi.
Setiap komplain pengguna jasa layanan harus dilayani, itu hak warga.
Tapi warga yang menggunakan layanan pemerintah, juga harus memahami hak dan kewajiban.
“Hak ibu Ratna menggunakan KIS bila dia memenuhi syarat dan kewajiban. Saya juga sedih kalau misalnya, ada peristiwa seperti ini pihak RS langsung gupuh, merasa ‘dievaluasi’. Perlu ada informasi yang dibuka dan diedukasikan ke masyarakat. Itu titik tekannya,” imbau politisi PKB ini.
“Semoga bu Ratna dan bayinya tetap sehat, dan tidak ada apa-apa ke depannya. Pihak RS juga mampu meningkatkan layanannya,” tutup Hikmah.