Ramadan Story

Puluhan Tahun Merazia, Ini Kata Kasatpol PP Jakarta Timur Terkait PMKS Dulu dan Sekarang

Budhy Novian memiliki segudang pengalaman terkait penertiban Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH
Kasatpol PP Jakarta Timur, Budhy Novian saat diwawancarai terkait pengalaman ramadan di Kantor Wali Kota Jakarta Timur 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Bekerja sebagai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari tahun 1997, membuat Budhy Novian memiliki segudang pengalaman terkait penertiban Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kasatpol PP Jakarta Timur mengatakan, ketika bulan ramadan tiba, PMKS marak ditemui di jalan Ibu Kota.

Bahkan, fenomena ini sudah tak asing di tengah masyarakat.

Sebagai penegak ketertiban, Budhy terbiasa merazia PMKS, pengamen, ondel-ondel dan manusia silver.

Selama bulan ramadan, razia pun kian diperketat.

Sebagai Kasatpol PP, ia menemukan sebuah fakta terkait perbedaan PMKS di masa lalu dan saat ini.

"Sebagai manusia yang punya naluri yang punya hati itu wajar. Ketika ada tugas itu ada pertentangan. Kita selalu menyampaikan kepada diri sendiri dan anggota kita melaksanakan tugasnya, yang kita larang bukan mencari nafkahnya. Tapi cara mencarinya lokasi mencarinya Kita lakukan peneguran sesuai ketentuan," katanya kepada TribunJakarta.com, Kamis (22/4/2021).

Budhy menyebut, menjamurnya PMKS saat ini turut dimanfaatkan sejumlah oknum yang tak bertanggung jawab.

Sebagai contoh, ia menyebut pernah mendapati pengemis yang justru memiliki kehidupan yang mapan.

Kasus lain, ia menemukan pengamen di bawah umur yang justru dipaksa oleh orang tuanya untuk bekerja.

"Tahun ini terbanyak itu pengamen. Kalau manusia silver itu tidak keluar sore, kebanyakan setelah tarawih. Jadi PR sendiri juga manusia gerobak," jelasnya.

"Tetapi dari kenyataan yang kita temukan beberapa tahun belakangan, saat ini seperti pengemis menjadi kaya yang punya uang banyak. Ada juga eksploitasi anak sengaja diberikan peluang untuk mengais rezeki agar jatuh rasa iba orang lain. Itu dilakukan secara tidak terpuji. Ini berbeda dengan dulu," lanjutnya.

Meski begitu, ia tetap harus profesional dalam bekerja.

Tiap PMKS yang diterjaring akan diserahkan ke Sudin Sosial Jakarta Timur untuk proses selanjutnya.

Pengalaman puasa

Selain membagikan cerita pengalaman operasi selama ramadan, Budhy turut berbagi cerita terkait pengalaman ramadan sewaktu kecil.

Yap, kepada TribunJakarta.com, Budhy menuturkan baru mulai berpuasa full ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

"Semakin mengerti pas SMP baru mulai belajar puasa. Kalau orang-orang tahunya puasa, karena makannya di dalam rumah," katanya.

Sebagai anak tunggal, Budhy mengaku tak terlalu dipaksakan berpuasa ketika duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Hobinya bermain sepak bola meski di bulan puasa, membuat orang tuanya memahami kondisinya kala itu.

Alhasil, ketika SD, Budhy kerap tak puasa dan bisa kuat seharian bermain sepak bola.

"Saya tinggal di Kampung Ciapus. Kalau mau ke Gunung Salak, itu lewat tempat saya di Kota Batu. Saya lahir di sana, sewaktu kecil di bulan ramadan, karena saya anak tunggal dan fisik enggak terlalu kuat," jelasnya.

"Alasannya satu fisik karena sering main bola pas puasa. Saya biasa minum dulu di rumah dan main lagi. Dulu enggak dipaksakan," tambahnya.
Meski begitu, Budhy diajarkan untuk menghargai setiap orang yang berpuasa.
Sehingga ketika rasa haus dan lapar menghampiri, ia akan pulang ke rumah untuk makan dan minum.

Kemudian kembali ke lapangan sepak bola dan melanjutkan permainan hingga petang.

"Setelah memahami ya menyesal, karena puasa ketika itu setengah hari. Tapi saya selalu makan dan minum di rumah. Jadi kalau ditanya pengalaman puasa waktu kecil, justru saya enggak puasa," jelasnya.

Berangkat dari pengalaman inilah, Budhy tak ingin kedua anaknya mengikuti jejaknya.

Pelajaran dan pemahaman agama yang diberikan, membuat anak-anaknya justru belajar berpuasa sedari usia belia.

Bahkan ketika duduk di bangku SD, kedua anaknya sudah bisa berpuasa penuh dan bukan setengah hari lagi.

Makanan wajib selama sahur dan buka puasa
Meski baru belajar puasa penuh saat SMP, Budhy memiliki menu favorit dan wajib ada ketika sahur dan buka puasa tiba.

Untuk menu buka puasa, tempe mendoan menjadi makanan wajib yang harus ada di meja makan.
Bersama istri dan dua anaknya, Budhy selalu menyantap tempe mendoan selama satu bulan penuh.

Baca juga: Dua Kakek Cabuli Bocah 8 Tahun Nyaris Babak Belur, Massa Nekat Terobos Masuk Rumah Pak Kades

Baca juga: Warga yang Hanyut Saat Memancing Ditemukan, Kondisi Membengkak Tersangkut di Tumpukan Sampah

Bukannya bosan, hal ini justru menjadi kebiasaan yang memang sudah melekat pada keluarganya.

"Saya dgn keluarga kalau uka puasa suka gorengan tempe mendoan. Jadi itu memang wajib ada," ungkapnya.

Sementara untuk menu wajib ketika sahur yakni daging empal dan dendeng.

Baca juga: Rizieq Shihab Adu Mulut dan Bentak JPU, Terdakwa Petamburan Kipasi Eks Pimpinan FPI Pakai Map

Baca juga: Ramalan Shio Jumat 23 April 2021, Shio Ini Diminta Turunkan Gengsi Agar Idenya Berhasil

Meski asli Sunda, Budhy sangat menyukai daging empal dan dendeng.

Sehingga istrinya selalu menyediakan dua menu ini selama ramadan tiba.

"Sebenarnya bisa di masak di hari lain. Tapi ketika bulan ramadan seperti ada hal yang beda. Jadi dua menu itu dimasak bergantian aja. Ya tentunya ada menu lainnya juga," jelasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved